Di Bawah Kepemimpinan Ketua MA Syarifuddin, KY Berharap MA Lebih Agresif
Di bawah kepemimpinan ketua MA yang baru, Muhammad Syarifuddin, Komisi Yudisial berharap MA lebih agresif dan dapat bekerja sama dengan Komisi Yudisial dalam mengawasi hakim.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Yudisial atau KY berharap Ketua Mahkamah Agung terpilih Muhammad Syarifuddin dapat membenahi sistem peradilan di Indonesia. Khususnya, memberantas suap dan pungutan liar di pengadilan yang selama ini membuat buruk citra peradilan. KY pun berencana bertemu Syarifuddin guna membahas isu krusial di Mahkamah Agung, termasuk salah satunya soal pengawasan hakim.
Ketua KY Jaja Ahmad Jayus, saat dihubungi, Selasa (7/4/2020), mengatakan, Syarifuddin memiliki pengalaman di Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA). Badan itu berfungsi mengawasi tugas di lingkungan MA dan pengadilan di semua lingkungan peradilan. Dengan pengalaman itu, dia diharapkan mampu memutus kasus suap dan pungutan liar (pungli) yang kerap terjadi di peradilan.
Termasuk di dalamnya, menerapkan Maklumat MA Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim, Aparatur MA, dan Peradilan di Bawahnya. Maklumat ini mengatur sanksi berjenjang terhadap pelanggaran hakim.
Sebelumnya, mantan hakim agung Gayus Lumbuun mengatakan, dengan merujuk pada maklumat tersebut, jika ada hakim terbukti menerima suap, ketua pengadilan dapat dicopot. Demikian juga hakim agung, jika terbukti ada temuan, ketua MA bisa dicopot (Kompas, 7/4/2020).
Selain itu, menurut Jaja, KY juga berharap MA dapat meningkatkan kerja sama dengan KY dalam pengawasan hakim.
”Semoga MA lebih agresif dan lebih bersemangat dan dapat bekerja sama dengan KY dalam pengawasan hakim. Kami juga berencana segera bertemu dengan Ketua MA terpilih untuk mendiskusikan tentang isu krusial di MA dan sinergi pengawasan hakim dengan KY,” kata Jaja.
Semoga MA lebih agresif dan lebih bersemangat dan dapat bekerja sama dengan KY dalam pengawasan hakim.
Maklumat jadi pedoman
Sementara itu, Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, Maklumat MA No 1/2017 telah menjadi pedoman MA dalam menangani hakim yang terlibat korupsi. Selain maklumat tersebut, MA juga menggunakan aturan Perma Nomor 7, 8, dan 9 Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin, Pengawasan dan Pembinaan, serta Pedoman Penanganan Panduan Hakim pada MA maupun Peradilan di Bawahnya.
Setiap ada kasus hakim yang terlibat korupsi, dia mencontohkan, atasannya segera diperiksa apakah sudah melakukan pembinaan di lingkungan kerjanya.
Contohnya, saat penangkapan panitera pengganti dan hakim di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, pada tahun 2018. Badan Pengawas MA menurunkan tim internal khusus untuk memeriksa ketua PN Tangerang. Setiap pimpinan akan dimintai pertanggungjawaban jika ada bawahan atau anak buah yang melanggar ketentuan termasuk pungutan liar dan suap.
”Kalau memang pimpinan tersebut terbukti tidak melakukan pembinaan secara berkala dan berkesinambungan, pasti akan kena sanksi,” ujar Andi.
Ditanyakan apakah ada pimpinan MA atau badan peradilan di bawahnya yang kemudian mendapatkan sanksi pencopotan, Andi mengatakan, sanksi itu tak dibutuhkan karena dari hasil pemeriksaan, kesalahan ada pada oknum hakim atau pegawai lain di pengadilan yang koruptif. Adapun pimpinan tidak perlu dijatuhi sanksi karena sudah rutin melakukan pembinaan.
”Kalau pimpinan pengadilan sudah melakukan pengawasan dan pembinaan, tentu tanggung jawab itu ada pada hakim atau pegawai yang terlibat korupsi itu sendiri,” kata Andi.