Lengkapi Berkas Tersangka Jiwasraya, Kejagung Intens Periksa Saksi
Kejaksaan Agung masih intens memeriksa saksi-saksi untuk keenam tersangka dugaan korupsi di Jiwasraya. Ini termasuk berkas perkara tiga tersangka yang dikembalikan oleh jaksa penuntut umum.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim penyidik Kejaksaan Agung belum tuntas melengkapi berkas perkara tiga tersangka dugaan korupsi di Jiwasraya seperti diminta jaksa penuntut umum. Untuk itu, pemeriksaan saksi-saksi terus dilakukan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono, ketika dihubungi, di Jakarta, Kamis (2/4/2020), mengatakan, sampai saat ini tim penyidik masih memeriksa saksi-saksi untuk memperkuat dugaan korupsi para tersangka Jiwasraya. Hal ini terutama untuk tiga tersangka yang berkasnya dikembalikan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
”Saat ini masih dalam proses melengkapi berkas perkara oleh penyidik sesuai petunjuk JPU,” kata Hari.
Dalam kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp 16,81 triliun tersebut, penyidik telah menetapkan enam tersangka.
Mereka adalah bekas Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, juga bekas Direktur Keuangan dan Investasi Jiwasraya Harry Prasetyo serta bekas Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan. Selain itu, Direktur Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokro, Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Sebelumnya, berkas perkara atas nama tersangka Harry Prasetyo, Syahmirwan, dan Hendrisman Rahim telah dilimpahkan ke JPU, 11 Maret 2020. Namun, setelah diteliti oleh jaksa peneliti, ketiga berkas itu dikembalikan karena belum lengkap, 17 Maret 2020. JPU menyerahkan sejumlah hal yang perlu dilengkapi pada 21 Maret 2020.
Berangkat dari hal itu, penyidik intens memeriksa saksi-saksi. Tidak hanya untuk melengkapi berkas perkara seperti diminta JPU, tetapi juga untuk tiga tersangka yang belum dilimpahkan ke JPU. Sepanjang hari ini, misalnya, ada enam saksi yang diperiksa untuk tersangka Benny Tjokro, Heru Hidayat, dan Joko Hartono Tirto.
Menurut Hari, tim penyidik akan segera melengkapi berkas perkara para tersangka yang ditahan tersebut karena dikejar tenggat penahanan. ”Berkas penyidikan yang telah selesai akan segera diserahkan kepada JPU,” katanya.
Penyitaan
Selain pemeriksaan saksi, lanjut Hari, tim penyidik telah memasang tanda penyitaan atas sebagian tanah hak guna bangunan (HGB) yang diduga milik Benny Tjokro sebanyak 340 persil. Hal itu berdasarkan surat izin penyitaan dari Pengadilan Negeri Cibinong.
Sementara itu, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengatakan, kasus dugaan korupsi Jiwasraya merupakan ujian bagi Kejagung untuk membuktikan profesionalismenya.
Sebab, selain tim penyidik harus mencari bukti yang kuat dalam jutaan transaksi investasi, mereka juga harus menyisir pihak-pihak yang terlibat dalam kejahatan ekonomi tersebut. Pihak-pihak itu tidak hanya berada di dalam Asuransi Jiwasraya.
Oleh karena itu, kata Barita, pihaknya berharap agar proses penyidikan dilakukan dengan cermat. Komisi Kejaksaan juga mendorong agar tim penyidik dapat mengembangkan kasus tersebut tidak hanya berhenti pada pelaku di lapangan, tetapi juga pada pihak-pihak di luar itu, termasuk pihak yang berwenang mengawasi industri asuransi.
”Kami mendorong agar harapan besar masyarakat dapat dibuktikan Kejaksaan Agung. Dan, kami apresiasi karena kasus ini bukan merupakan hasil operasi tangkap tangan,” ucap Barita.
Pengajar Hukum dari Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, berpandangan, sebagian besar masyarakat meragukan profesionalisme kejaksaan.
Sebab, meskipun dalam sebuah kasus sudah terdapat tersangka, masyarakat dapat melihat inkonsistensi jaksa ketika menuntut seorang tersangka, misalnya mengenai lama penuntutan. ”Masyarakat bertanya-tanya, kenapa dituntut ringan atau kenapa dituntut berat. Hal ini yang sering kali tampak tidak konsisten dan tidak transparan,” ujarnya.
Dia berharap hal itu tidak terulang dalam kasus Jiwasraya. Kasus ini menjadi momentum kejaksaan untuk membalikkan pandangan negatif masyarakat.