Pemerintah diminta segera menyiapkan perppu untuk menunda pemungutan suara Pilkada 2020. Hal itu jadi salah satu kesepakatan rapat dengar pendapat Komisi II DPR bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
Kompas/Heru Sri Kumoro
Mural tentang pemilihan umum yang diinisiasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) di pagar tembok di Jalan Kebon Jahe, Kota Tangerang, Banten, Rabu (25/3/2020). Menanggapi mewabahnya Covid-19, KPU kesulitan melaksananakan pilkada serentak pada 23 September 2020 setelah empat tahapan pilkada ditunda. KPU juga meminta Presiden Joko Widodo agar mempertimbangkan mengeluarkan perppu untuk penundaan pilkada tersebut.
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah, dan penyelenggara pemilu sepakat menunda pilkada serentak 2020 melalui penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Pemerintah diminta segera menyiapkan perppu itu dengan mempertimbangkan kemungkinan penyelenggaraan pilkada ditunda selambat-lambatnya sampai September 2021.
Kesepakatan itu dicapai dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPR dengan Pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin (30/3/2020), di Jakarta.
Hadir dalam RDP itu Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia, Wakil Ketua Komisi II Arif Wibowo, Ketua KPU Arief Budiman, anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi, Ketua Bawaslu Abhan, anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar, serta Pelaksana Tugas Ketua DKPP Muhammad.
Doli mengatakan, dua poin utama yang disepakati dalam pertemuan itu ialah penundaan Pilkada 2020 dan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) sebagai sarana atau landasan hukum bagi penundaan tersebut. Ketiga pihak juga setuju menunda Pilkada 2020 dengan pertimbangan keselamatan dan kesehatan masyarakat di tengah pandemi penyakit Covid-19.
Namun, penundaan itu bukan berarti mengulangi seluruh tahapan, melainkan meneruskan tahapan yang sebelumnya sudah berjalan, tetapi harus ditunda karena wabah penyakit Covid-19.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung
”Kami berharap pemerintah segera menyusun rancangan perppu tersebut, dan dibicarakan kembali dengan kami di DPR mengenai kapan sebaiknya batas waktu penundaan itu. Sementara ini, KPU mengajukan tiga opsi penundaan, dan belum ada kesepakatan batas waktu penundaan itu karena masih melihat perkembangan Covid-19,” kata Doli.
Sedianya pemungutan suara Pilkada 2020 di 270 daerah akan berlangsung pada 23 September 2020. Waktu ini menyesuaikan pengaturan di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyatakan pemungutan suara berlangsung September 2020.
Opsi pertama yang diajukan KPU ialah pemungutan suara dilakukan pada 9 Desember 2020. Opsi kedua dilakukan pada 17 Maret 2021, dan opsi ketiga dilakukan pada 29 September 2021.
ISTIMEWA
Kesimpulan RDP penundaan Pilkada 2020
Menurut Doli, dari ketiga opsi yang ditawarkan KPU, bisa saja nanti isi perppu yang diterbitkan oleh pemerintah mencantumkan waktu penundaan ”selambat-lambatnya pada September 2021”, sebagai salah satu cara untuk menyiasati ketidakpastian penyelesaian penanganan penyakit Covid-19.
”Jadi, nanti kami akan ikuti perkembangannya bagaimana sembari pemerintah secepatnya menyusun perppu tersebut. Kita berdoa, siapa tahu dalam waktu dekat ada vaksin, atau mungkin penanganan penyakit ini bisa selesai. Sebab, itu pasti akan memengaruhi tahapan pilkada,” ujarnya.
Dalam RDP kemarin belum disepakati batas waktu penundaan pilkada karena unsur ketidakpastian penyelesaian penanganan Covid-19. Namun, ada kecenderungan pilkada tidak mungkin dilakukan pada tahun 2020. Kepastian batas waktu penundaan itu akan diputuskan dalam pertemuan lanjutan.
DOKUMEN KPU
Tiga opsi penundaan Pilkada 2020. Semula waktu pemungutan suara Pilkada 2020 dijadwalkan digelar pada 23 September 2020.
Pramono Ubaid mengatakan, kecenderungan terbesar ialah pilkada dilaksanakan pada 29 September 2021, atau diundur satu tahun dari jadwal seharusnya. Kecenderungan itu mengemuka bila melihat kondisi yang berkembang dan ketidakpastian dalam penanganan penyakit Covid-19.
Namun, berapa lama penundaan itu berlangsung akan diputuskan dalam pertemuan lanjutan antara DPR, pemerintah, dan KPU. Namun, pada dasarnya pilkada harus ditunda dalam kondisi pandemi Covid-19.
”Perppu disetujui karena dalam kondisi seperti ini tidak mungkin melakukan revisi terbatas terhadap UU Pilkada. DPR tidak mungkin melakukan rapat-rapat komisi yang intens berkali-kali dengan beberapa pihak untuk merevisi UU. Oleh karena itu, penerbitan perppu disepakati,” katanya.
Realokasi anggaran
Selain memutuskan menunda pilkada dengan perppu, ketiga pihak sepakat menyerahkan sisa dana anggaran pilkada yang belum terpakai sekitar Rp 9 triliun kepada setiap kepala daerah agar digunakan untuk menangani penyakit Covid-19.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Anggota Komisi Pemilihan Umum, Pramono Ubaid Tanthowi.
”Kami sepakat penanganan Covid-19 ini diutamakan daripada soal kontestasi politik. Dana yang belum terpakai itu bisa digunakan setiap daerah untuk mengatasi penyakit Covid-19,” ujar Pramono.
Bawaslu mendukung keputusan penundaan pilkada dengan perppu. Secara teknis penerbitan perppu memang paling memungkinkan di dalam kondisi darurat. Namun, Fritz Edward mengingatkan, penyerahan dana sisa pilkada kepada kepala daerah harus diatur dalam norma tertentu, apakah dicantumkan sekalian di dalam perppu ataukah diatur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri (permendagri).
”Pengaturan mengenai penyerahan dana sisa pilkada ini penting supaya ada pertanggungjawaban yang jelas. Dari sekitat Rp 14 triliun dana pilkada, baru Rp 5 triliun yang terpakai sehingga ada sisa Rp 9 triliun yang bisa dialokasikan untuk dana Covid-19. Namun, harus ada pengaturan soal ini, apakah melalui perppu ataukah cukup melalui permendagri,” katanya.
Untuk dana-dana yang telanjur dipakai dalam tahapan pilkada, menurut dia, juga sebaiknya diatur keabsahannya oleh peraturan sehingga tidak ada pertanyaan mengenai dana Pilkada 2020. Sebab, penyelenggaraan tahapannya ditunda. Fritz mengatakan, supaya lebih kuat, sebaiknya mengenai dana sisa pilkada itu juga diatur di dalam perppu.
Dengan demikian, jelas bahwa keberadaan dana itu tidak terlepas dari putusan penundaan tahapan dan konteks kejadian wabah penyakit Covid-19 yang menjadi pertimbangan penundaan tahapan pilkada. Selain itu, kata Fritz, perlu ditekankan dalam perppu, penundaan tahapan bukan berarti mengulang seluruh tahapan, tetapi menunda sisa tahapan pilkada.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU
Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar.
Menurut dia, sudah ada lima tahapan pilkada yang dijalankan, dan empat ditunda. Masih ada sekitar enam tahapan lain yang sudah pasti ditunda dengan keluarnya perppu. ”Artinya, isi perppu itu harus secara jelas mengatakan penundaan terhadap sisa tahapan pilkada, yakni setidaknya paling lambat September 2021. Dengan demikian, kita mengikuti aturan di dalam Pasal 121 UU Pilkada tentang pilkada lanjutan,” katanya.