Bawaslu: Kecil Kemungkinan Pilkada Sesuai Jadwal, Perppu Jadi Solusi
Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan mengingatkan, seandainya pada Mei mendatang pandemi Covid-19 sudah terkendali, tetap kecil kemungkinan pemungutan suara Pilkada 2020 diselenggarakan pada 23 September.
Oleh
INGKI RINALDI
·3 menit baca
Kompas/Heru Sri Kumoro
Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan memberikan keterangan terkait antisipasi penyebaran Covid-19 pada penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah 2020 di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (17/3/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu menilai kecil kemungkinan untuk menyelenggarakan Pilkada 2020 sesuai jadwal yang ditetapkan pada 23 September 2020. Hal ini disebabkan belum jelasnya kapan pandemi Covid-19 akibat virus korona baru akan bisa dihentikan.
Saat ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyiapkan kajian penundaan pemungutan suara pilkada serentak 2020 di 270 daerah. Pada Senin (30/3/2020), KPU akan menggelar rapat pleno untuk membahas hal itu. Pertimbangan penundaan ”total” ini muncul setelah wabah Covid-19 membuat KPU memutuskan menunda empat tahapan pilkada yang seharusnya berlangsung Maret-Mei 2020.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan saat dihubungi pada Jumat (27/3/2020) menilai, seandainya pada Mei mendatang pandemi Covid-19 sudah terkendali, tetap kecil kemungkinan pemungutan suara diselenggarakan pada 23 September. Akhir Mei merujuk pada perpanjangan status tertentu darurat bencana Covid-19 yang ditetapkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang berlangsung hingga 29 Mei 2020.
Pasalnya, hanya tersisa waktu sekitar empat bulan sejak Juni sebelum dapat menggelar Pilkada 2020 sesuai jadwal. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur bahwa pemungutan suara diselenggarakan September 2020. Sementara itu, ada penundaan tahapan-tahapan pilkada yang membutuhkan banyak waktu untuk diselesaikan. Sebagian di antaranya adalah tahapan verifikasi faktual bakal calon perseorangan. Selain itu, tahapan pemutakhiran data pemilih.
Abhan mengingatkan bahwa tahapan tersebut krusial karena menjadi penentu daftar pemilih tetap (DPT). Pengawasan yang dilakukan juga dinilai akan sulit jika tahapan pilkada dipadatkan guna mengejar jadwal pelaksanaan. Pasalnya, ini menyangkut juga sebagian hak peserta, misalnya yang terkait dengan masa kampanye dan metode kampanye.
Karena itulah, Abhan menilai tidak ada pilihan lain kecuali harus mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Hal ini karena perubahan jadwal Pilkada 2020 tidak bisa dilakukan dengan peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang tahapan. Sebab, bulan pelaksanaan pemungutan suara diatur dalam UU Pilkada.
”Karena payung hukumnya harus dengan perppu. Tidak ada yang lain, kecuali dengan perppu,” kata Abhan.
Dampak lain
Bagi Bawaslu, lanjutnya, jika memang pelaksanaan Pilkada 2020 ditunda, dampak lain yang terjadi adalah tidak dibayarkannya honorarium petugas ad hoc selama masa penundaan. Mereka adalah petugas pengawas kecamatan serta pengawas di tingkat desa/kelurahan.
Hal ini menyusul penonaktifan status para petugas ad hoc tersebut selama masa penundaan pilkada. Status nonaktif membuat honorarium tidak bisa dibayarkan. Abhan menyebutkan, hal itu menyusul ketentuan dalam mekanisme pertanggungjawaban keuangan.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Suasana lengang di kawsan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (27/3/2020). Perumda Pasar Jaya menutup sementara Pasar Tanah Abang Blok A, Blok B, dan Blok F yang merupakan pusat grosir pakaian dan garmen mulai 27 Maret hingga 5 April mendatang. Penutupan dilakukan untuk mengurangi kerumunan warga di ruang publik dalam upaya menekan penyebaran Covid-19.
Ia menambahkan, hal tersebut memang situasi yang sulit bagi penyelenggara pemilu. Kecuali, ujarnya, pada perppu kelak juga diatur mengenai kebijakan tertentu dari pemerintah terkait petugas ad hoc yang dinonaktifkan.
Sementara itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong KPU segera membuat simulasi komprehensif sebagai dampak penundaan tahapan pilkada. KPU perlu membuat alternatif jadwal baru yang bisa dijadikan pilihan oleh pembuat undang-undang guna memastikan terselenggaranya pilkada pada masa mendatang tanpa membahayakan keselamatan masyarakat.
Khoirunnisa Agustyati, Deputi Direktur Perludem, dalam siaran persnya menyampaikan, KPU juga perlu segera berkoordinasi dengan pemerintah dan DPR untuk menjelaskan simulasi penundaan pilkada. Hal ini, katanya, juga harus disertai dengan implikasi teknis, pengelolaan tahapan, anggaran, status penyelenggara ad hoc, serta masa jabatan kepala daerah di 270 daerah.
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Khoirunnisa Agustyati, Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (kedua dari kiri), dalam jumpa pers, Kamis (27/2/2020).
”Presiden Jokowi juga perlu segera menerbitkan perppu untuk mengubah UU Pilkada, terutama yang berkaitan dengan jadwal pelaksanaan pilkada pada September 2020,” katanya.