Enam fraksi di DPR setuju dengan opsi penundaan Pilkada 2020 menyusul kian meluasnya wabah Covid-19, sementara tiga fraksi lainnya masih mempertimbangkan penundaan.
Oleh
Rini Kustiasih dan Nikolaus Harbowo
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui opsi penundaan Pilkada 2020 dengan melihat perkembangan penyakit Covid-19 yang kian mengkhawatirkan. Namun, untuk sampai pada putusan menunda Pilkada 2020, Komisi Pemilihan Umum diminta menyampaikan rekomendasi dan kajiannya kepada Komisi II DPR sebagai bagian dari pertimbangan penting kemungkinan penundaan.
Dari sembilan fraksi di DPR, enam fraksi menyampaikan dukungannya untuk menunda pilkada dan tiga fraksi masih ingin menimbang mekanisme politik serta melihat perkembangan penanganan Covid-19. Enam fraksi yang setuju penundaan itu ialah Partai Golkar, Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasdem, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Sekretaris Fraksi Partai Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, Jumat (27/3/2020) di Jakarta, mengatakan, pilkada harus ditunda karena kondisi ketidakpastian penanganan penyakit Covid-19. Untuk memutuskan hal ini, terlebih dulu harus ada pertemuan antara KPU dan pemerintah bersama dengan Komisi II DPR.
”Pertanyaannya, apakah dalam waktu tiga bulan atau enam bulan ke depan penyebaran virus ini bisa ditangani, bahkan sampai akhir tahun 2021. Sebab, pilkada memerlukan tahapan yang logis dan terukur. Menurut saya, pilkada harus ditunda daripada tidak jelas tahapannya karena menunggu penanganan Covid-19,” katanya.
Saat ini, menurut Desmond, yang harus dipikirkan ialah bagaimana cara menunda pilkada itu, yakni apakah melalui penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ataukah melalui revisi terbatas. Dua jalan itu sama-sama memerlukan persetujuan DPR. Namun, Gerindra lebih cenderung mendorong revisi terbatas karena akan melibatkan pemerintah dan DPR dalam satu pembahasan.
”Kalau perppu, yang menjadi keberatan Gerindra ialah nanti isinya pasti mengikuti logika versi pemerintah. Namun, kalau revisi terbatas, misalnya dengan penambahan pasal tertentu, sehingga pilkada bisa ditunda, akan lebih jelas karena dilakukan bersama antara pemerintah dan DPR,” ujar Desmond.
Adapun PAN menilai penundaan pilkada perlu dilakukan untuk menjaga kondusivitas di tengah merebaknya penyakit Covid-19. Secara obyektif, hampir semua tahapan pilkada melibatkan banyak orang, mulai dari pendaftaran, kampanye, hingga pencoblosan. Padahal, saat ini pemerintah bekerja keras melaksanakan pembatasan fisik (physical distancing).
”Karena penanganan virus korona ini sangat mendesak, kegiatan-kegiatan sosial-politik yang melibatkan banyak orang harus dihindari,” kata Saleh Partaonan Daulay, Sekretaris Fraksi PAN.
Menurut Saleh, keputusan KPU menunda empat tahapan penyelenggaraan pilkada dinilai sebagai langkah awal yang tepat. ”Kalaupun ada penundaan, agar lebih cepat, pemerintah diminta mengeluarkan perppu. KPU bisa mengusulkan itu ke Presiden,” katanya.
Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal menilai tahapan pilkada saat ini sudah tidak efektif karena sudah ada penundaan sejumlah tahapan. ”Mekanisme hukum melalui perppu dalam kondisi seperti sekarang juga menjadi bagian yang akan kami bawa ke pleno DPP untuk dibawa menjadi sikap fraksi,” ujarnya.
Sekretaris Fraksi Nasdem yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustofa menilai, karena sudah ada empat tahapan pilkada yang ditunda, hal itu akan berpengaruh terhadap tahapan lain. Oleh karena itu, KPU mesti sudah memikirkan dan mengkaji secara mendalam peluang penundaan pemungutan suara.
”Saya melihat perppu lebih berpeluang untuk dilakukan di saat penyebaran dan penanganan Covid-19 belum terselesaikan. Sebab, saat ini bisa dikatakan dalam kondisi darurat,” ucapnya.
Menurut anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, penundaan pilkada penting dilakukan karena tahapan lain yang krusial telah ditunda. Indonesia semestinya tidak memaksakan pilkada dengan risiko kualitas yang rendah karena pelatihan dan bimbingan teknis tidak dapat dilaksanakan dengan utuh melalui tatap muka.
”Jika penyelenggaraan pilkada dipaksakan tanpa persiapan yang matang, kualitas pilkada jadi taruhan. Padahal, pilkada ini terakhir sebelum 2024 dan jumlahnya 270 daerah,” kata Mardani yang juga menyetujui dikeluarkan perppu.
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Achmad Doli Kurnia mengatakan, keselamatan rakyat di atas segalanya. Penundaan itu sebaiknya dilakukan melalui perppu karena hanya satu pasal yang direvisi di dalam UU Pilkada.
Tiga fraksi lain, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Demokrat, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menilai perlu melihat perkembangan penanganan Covid-19 dan mekanisme politik yang demokratis untuk menyikapi peluang penundaan pilkada.
Sekretaris Fraksi PDI-P Bambang Wuryanto mengatakan, KPU harus menyampaikan kajiannya terlebih dulu kepada DPR. Kendala ketidakpastian mengenai kapan wabah Covid-19 bisa diatasi memang menjadi salah satu pertimbangan partai. Namun, apabila wabah bisa diatasi hingga masa tanggap darurat yang ditetapkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Penyakit Covid-19 berakhir, yakni 29 Mei, pilkada dipandang masih mungkin dilakukan.
”Namun, kalau sampai Juni belum bisa diatasi, tentu agak berat untuk mengadakan tahapan pilkada. Jika memang melewati tenggat itu dan apakah penundaan pilkada itu diatur melalui revisi terbatas UU Pilkada ataukah penerbitan perppu, nanti kami di DPR juga akan bicara dengan pemerintah, yakni dengan melihat situasi yang berkembang,” tutur Bambang.
Senada dengan Bambang, Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi menyampaikan, jika hingga Juni wabah Covid-19 belum mereda, opsi penundaan bisa dilakukan.
”Sejauh ini, penundaan empat tahapan pilkada tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap pemungutan suara. Memang pada saatnya nanti harus ada limitasi waktu. Untuk menunda pilkada perlu dilakukan revisi UU 10/2016 tentang Pilkada,” katanya.
Menurut Sekretaris Fraksi Demokrat Teuku Riefky Harsya, putusan terkait dengan penundaan pilkada harus mendapatkan persetujuan DPR. ”Anggota Fraksi Partai Demokrat di Komisi II DPR nanti akan menentukan sikap setelah melihat kajian dari KPU dan mekanisme politik yang berkembang di dalam pembahasan komisi, tentang apakah pilkada perlu ditunda ataukah tidak,” katanya.