Di Tengah Wabah Covid-19, Baleg DPR Berencana Tunda RUU Tak Mendesak
DPR dinilai tetap perlu membuka masa sidang ketiga pada 30 Maret 2020. Namun, di tengah wabah Covid-19, Baleg DPR berencana memprioritaskan RUU yang mendesak serta menunda RUU yang tidak terlalu mendesak pembahasannya.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam kondisi penyebaran wabah penyakit Covid-19, pembahasan legislasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat akan mempertimbangkan unsur kemendesakan rancangan undang-undang yang akan dibahas. Pasalnya, dalam situasi tidak normal harus pula diantisipasi hal-hal yang berpotensi memperburuk kemungkinan penyebaran Covid-19.
Masa reses DPR akan berakhir pada 29 Maret 2020 sehingga Rapat Paripurna DPR untuk memulai masa persidangan ketiga akan dimulai pada 30 Maret 2020. Sebelumnya, masa reses DPR diperpanjang sepekan akibat merebaknya wabah Covid-19 akibat virus korona baru. Sedianya reses berakhir pada 20 Maret 2020 dan pembukaan masa sidang DPR dimulai 23 Maret.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Achmad Baidowi, dihubungi dari Jakarta, Kamis (26/3), mengatakan, DPR tetap perlu membuka masa sidang ketiga, 30 Maret. Sebab, jika masa sidang tidak segera dimulai, tugas-tugas DPR akan banyak terbengkalai, baik untuk pengawasan, penganggaran, maupun legislasi.
”DPR perlu masuk untuk memulai masa sidang yang ditandai paripurna. Namun, mengingat situasi saat ini, paripurna DPR itu idealnya dilakukan dengan menaati aturan jarak minimal 1 meter. Selain itu, yang datang dalam rapat sebaiknya dibatasi,” katanya.
Jarak 1 meter itu bisa diatur dengan menjauhkan jarak antarkursi anggota DPR. Bila tidak cukup menampung 575 anggota DPR, sidang sebaiknya dibuka dengan tetap mempertimbangkan aturan kuorum.
”Mengingat situasi terkini, paripurna yang penting kuorum secara administratif. Jika kursinya kurang, bisa juga menggunakan kursi-kursi di balkon, dan sebagian anggota lainnya mengikuti sidang secara virtual,” katanya.
Pembukaan sidang itu terutama penting untuk menandai dimulainya masa kerja DPR, termasuk legislasi. Menyikapi penyebaran virus korona, pembahasan legislasi oleh Baleg akan disesuaikan. Bahkan, kata Achmad Baidowi, rancangan undang-undang (RUU) yang tak terlalu mendesak akan ditunda pembahasannya. Namun, teknis detail pembahasan RUU oleh Baleg akan sangat tergantung dari putusan Badan Musyawarah (Bamus) dan pimpinan DPR.
”Sampai dengan saat ini, kami di Baleg belum mendapatkan penugasan untuk membahas RUU apa pun dari Bamus,” katanya.
Ketika telah ada penugasan dari Bamus, menurut Baidowi, baru akan ditentukan bagaimana mekanisme pembahasan legislasi itu dilakukan dalam kondisi darurat wabah Covid-19, apakah dengan menghadiri sidang secara fisik ataukah melalui rapat virtual.
Direktur Pusat Studi Pancasila dan Konstitusi Universitas Negeri Jember, Jawa Timur, Bayu Dwi Anggono, mengatakan, pengaturan tentang pembuatan legislasi memang sangat ketat sehingga harus mengikuti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Namun, dalam UU itu belum diatur tentang pembuatan UU di dalam kondisi darurat.
Menurtu dia, pembuatan UU dalam kondisi darurat sebenarnya bisa dilakukan melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang dikeluarkan Presiden. Hal itu diatur dalam konstitusi.
”Oleh karena itu, terkait dengan legislasi yang mendesak dibahas, sebaiknya ada komunikasi antara presiden dan DPR sehingga bisa dikeluarkan perppu. Misalnya, terkait aturan yang mendesak dan tidak bisa ditunda,” kata Bayu.
Penerbitan perppu oleh Presiden tidak dibatasi jumlahnya sehingga bisa saja Presiden mengeluarkan perppu dalam kondisi darurat sehingga DPR tidak dapat melaksanakan fungsi legislasi. Adapun untuk legislasi lain yang bisa ditunda, menurut Bayu, sebaiknya ditunda menunggu kondisi darurat bisa diatasi.
”Perppu juga bisa menjadi UU setelah disetujui DPR. Oleh karena itu, dalam kondisi darurat seperti sekarang ini, dalam pelaksanaan fungsi legislasi sebaiknya ada komunikasi yang baik antara DPR dan pemerintah dalam membahas legislasi mana saja yang mendesak ditetapkan, dan mana yang bisa ditunda,” katanya.