Mobilitas orang dalam jumlah banyak dan kerumunan akan memicu penularan penyakit Covid-19. MUI segera mengimbau warga, terutama yang berdomisili di Jabodetabek, agar tidak mudik ke kampung halaman.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI Muhyiddin Junaidi
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Ulama Indonesia mengimbau warga untuk tidak mudik ke daerah asal selama masa kedaruratan khusus bencana non-alam Covid-19. Menurut MUI, pemeluk agama yang baik seharusnya mendahulukan kepentingan umum daripada urusan pribadi.
Diberitakan sebelumnya, penurunan aktivitas ekonomi di DKI Jakarta dan daerah sekitarnya akibat wabah Covid-19 berpotensi memicu arus migrasi lokal pekerja sektor informal ke daerah asal. Hal ini dikhawatirkan bisa memperluas penyebaran Covid-19.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi, di Jakarta, Kamis (26/3/2020), mengatakan, MUI menaruh perhatian khusus pada momentum Ramadhan, Lebaran, dan tradisi mudik di tengah pandemi Covid-19. Dalam waktu dekat, MUI segera mengimbau warga, terutama yang berdomisili di Jabodetabek, agar tidak mudik ke kampung halaman.
Sebab, mobilitas orang dalam jumlah banyak dan kerumunan akan memicu penularan penyakit akibat virus korona baru (Covid-19). Apalagi, pemerintah sudah menetapkan status kedaruratan tertentu (bencana non-alam) sejak 29 Februari hingga 29 Mei 2020. Warga diharapkan menaati aturan pemerintah.
Kompas/Wawan H Prabowo
Para penumpang yang akan pulang ke kampung halaman antre memasukkan barang bawaan ke bagasi bus di pusat agen bus antarkota antarprovinsi (AKAP) Pondok Pinang, Jakarta Selatan, Kamis (26/3/2020). Saat masa tanggap darurat pandemi korona ini, banyak warga perantauan di Jabodetabek memilih pulang ke kampung halaman dengan menggunakan bus.
”Agama sebagai pedoman hidup substansinya adalah memberikan kemudahan bagi orang lain. Jangan pentingkan urusan pribadi dan kelompok. Umat Muslim yang taat harus patuh terhadap aturan pemerintah,” tutur Muhyiddin.
Muhyiddin juga melihat bahwa tradisi mudik dalam kondisi pandemik Covid-19 dinilai lebih memberikan kemudaratan dibandingkan manfaat. Oleh karena itu, pemeluk agama Islam yang taat diimbau untuk melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan sekaligus merayakan Lebaran di kota domisili. Bepergian dalam waktu lama, berkerumun, sangat tidak dianjurkan pada saat pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan fisik (physical distancing).
”Pemerintah harus segera mengeluarkan larangan mudik. Ini demi kepentingan bangsa yang lebih luas,” kata Muhyiddin.
INSAN ALFAJRI UNTUK KOMPAS
Direktur Jenderal Bina Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin (berdiri) menjelaskan tentang Kompetisi Robotik Madrasah Se-Indonesia IV yang digelar di Depok, Minggu (4/11/2018).
Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin mengatakan, terkait dengan penetapan awal Ramadhan, Kemenag tetap akan menyelenggarakan sidang isbat yang diagendakan digelar pada 23 April 2020. Namun, sidang isbat ini hanya akan melibatkan peserta terbatas. Rapat terbatas itu tetap akan digelar dengan protokol korona, seperti pembatasan fisik minimal 1,5 meter antarpeserta rapat. Peserta dari daerah juga tetap akan mengikuti sidang isbat melalui konferensi video.
”Protokol khusus pelaksanaan amaliyah Ramadhan sedang digodok bersama MUI. Saat ini belum ada kebijakan resminya,” ucap Kamaruddin.
Dua fatwa MUI
MUI saat ini membahas dua rancangan fatwa untuk pelaksanaan shalat dokter dan tenaga kesehatan saat memakai alat pelindung diri (APD) dan ketentuan shalat jenazah meninggal yang dinyatakan positif Covid-19. Banyak pertanyaan muncul dari dokter dan tenaga kesehatan terkait ibadah shalat wajib yang dilaksanakan saat mereka memakai APD lengkap.
Selain itu, masyarakat juga banyak bertanya soal tata cara mengurus dan menshalatkan jenazah yang dinyatakan positif Covid-19. Hal itu membuat MUI secara khusus merancang dua fatwa yang akan segera diumumkan tersebut.
Terkait dengan fatwa ibadah amaliyah selama bulan Ramadhan, MUI masih membahas hal tersebut bersama dengan Kemenag. Muhyiddin mengatakan, selama bulan Ramadhan, ibadah yang wajib dilaksanakan umat Muslim adalah puasa Ramadhan. Di luar tersebut, seperti tarawih, buka bersama, dan pengajian, adalah ibadah sunah.
Kompas/Wawan H Prabowo
Para penumpang menunggu keberangkatan bus yang mereka tumpangi di pusat agen bus AKAP Pondok Pinang, Jakarta Selatan, Kamis (26/3/2020).
Oleh karena itu, ketika ibadah sunah tersebut berimplikasi serius dan membahayakan orang banyak, maka dapat dikeluarkan fatwa khusus. MUI juga sudah mengeluarkan fatwa larangan shalat Jumat dan imbauan untuk shalat di rumah di daerah penyebaran wabah Covid-19.
”Memang belum ada fatwa yang kami keluarkan soal ibadah amaliyah selama bulan Ramadhan. Namun, yang kami utamakan adalah langkah preventif dan kuratif supaya Covid-19 tidak melebar ke mana-mana,” ujar Muhyiddin.