Masa Reses Diperpanjang, Optimalkan Reses untuk Fungsi Legislasi
DPR memperpanjang masa reses hingga 29 Maret mendatang. Namun, hal ini tidak berarti anggota DPR libur. Anggota DPR tetap bekerja tetapi dari luar gedung parlemen, misalnya menyusun daftar isian masalah sejumlah RUU.
Oleh
Rini Kustiasih dan Nikolaus Harbowo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Menimbang perkembangan dan situasi penyebaran penyakit Covid-19 di Tanah Air, Dewan Perwakilan Rakyat memperpanjang masa reses hingga 29 Maret 2020. Selama perpanjangan waktu reses itu, DPR diharapkan mengoptimalkan kerja-kerja legislasi dengan penyusunan daftar inventarisasi masalah dari sejumlah rancangan undang-undang yang masuk ke dalam program legislasi nasional.
Ketua DPR Puan Maharani mengumumkan perpanjangan masa reses itu dengan didampingi oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, Jumat (20/3/2020) di Jakarta. Putusan perpanjangan reses diambil setelah pimpinan DPR mengadakan rapat konsultasi pengganti badan musyawarah (Bamus) secara virtual melalui telekonferensi, Jumat siang. Rapim virtual itu diikuti oleh seluruh pimpinan fraksi di DPR dan alat kelengkapan dewan (AKD).
“Hasil rapat menyepakati perpanjangan masa reses dan menunda pembukaan masa sidang DPR hingga 29 Maret 2020. Sedianya reses berakhir tanggal 20 Maret 2020. Seharusnya Senin, 23 Maret 2020, akan ada rapat paripurna dimulainya masa sidang ketiga. Keputusan ini diambil dengan memerhatikan perkembangan dan situasi penyebaran Covid-19,” kata Puan.
Terkait dengan penanganan penyakit Covid-19, DPR mendukung negara hadir secara jelas dan nyata untuk memberikan rasa tenang dan aman. DPR juga menekankan lagi kepada pemerintah agar upaya penanganan penyebaran Covid-19 dipercepat dan fasilitas kesehatan maupun alat tes penyakit Covid-19 diperbanyak. Bahkan, menurut Puan, perlu dicari solusi bagaimana agar layanan tes virus korona itu dapat diberikan gratis kepada masyarakat.
DPR juga mengapresiasi beberapa tindakan proaktif dari berbagai elemen masyarakat dengan mengampanyekan sejumlah hal, seperti rajin mencuci tangan, menjaga jarak, dan saling memberi semangat antaranak bangsa dalam menghadapi pandemi korona. DPR juga mengapresiasi kerja para dokter dan tenaga kesehatan yang berada di garis terdepan dalam penanganan korona.
Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, pihaknya mendukung putusan perpanjangan masa reses tersebut. Secara pribadi, ia mengusulkan agar perpanjangan itu tidak diartikan DPR libur, tetapi bekerja di luar kantor parlemen untuk menyerap aspirasi rakyat. Dengan situasi di banyak daerah di mana korona sudah berkembang, bahkan ada penetapan status tanggap darurat di DKI Jakarta, pemahaman reses dalam artian melakukan aktivitas di luar Senayan dan daerah pemilihan (dapil) masing-masing tidak bisa dijalankan sebagaimana mestinya.
Dalam kondisi tidak normal ini, menurut Arsul, perlu ada terobosan. Misalnya, anggota fraksi di DPR membagi tugas untuk mulai menyusun daftar isian masalah (DIM) terkait dengan tugas legislasi. Dengan demikian, ketika masa sidang dibuka pekan depan, masing-masing fraksi setidaknya telah memiliki rancangan DIM yang bisa segera dibahas terkait dengan sejumlah RUU. Harapannya perpanjangan reses ini tidak mengganggu fungsi DPR, utamanya bila bisa menjadi kesempatan untuk optimalisasi peran legislasi.
“Saya ingin mengusulkan agar Bamus sekali lagi rapat untuk menyepakati bahwa di masa reses ini fraksi-fraksi mempersiapkan diri menyusun DIM, karena penyusunan DIM itu kan bisa dilakukan di rumah, tidak harus ke kantor. Minimal bisa dipergunakan untuk membaca naskah RUU dan naskah akademik, terutama RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan, yang dua-duanya merupakan omnibus law,” katanya.
Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto mengatakan, putusan untuk memperpanjang masa reses itu merupakan bentuk respons yang wajar dari DPR setelah menimbang kondisi penyebaran Covid-19 di Tanah Air, terutama Jakarta yang telah ditetapkan memasuki masa tanggap darurat.
Namun, Yandri mengatakan, perpanjangan reses itu tidak berarti DPR tidak dapat menjalankan fungsinya sama sekali. Dalam rapat disepakati, pimpinan AKD dan fraksi tetap diberi ruang untuk melakukan pertemuan terbatas seizin pimpinan. Misalnya, badan anggaran (Banggar) tetap dapat melakukan rapat dengan Menteri Keuangan dan jajarannya, serta cukup dihadiri oleh ketua kelompok fraksi (kapoksi) saja. Rapat juga menyepakati kunjungan ke daerah tidak melibatkan orang lebih dari 20 orang.
“Sebagai contohnya, saya di Komisi VIII yang membidangi haji, bisa saja mengundang kapoksi dan pimpinan untuk rapat dengan Menteri agama dan jajarannya secara terbatas. Ini kan hanya teknisnya saja yang berubah, tetapi substansinya, anggota dewan tetap bekerja sesuai tugas dan fungsinya di tengah kondisi yang ada,” kata Yandri.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan, perpanjangan reses selama satu minggu bisa dipahami, sekalipun sebenarnya tidak sesuai juga dengan kondisi tanggap darurat di Jakarta yang ditetapkan selama dua minggu. Kendati demikian, hal lain yang mesti ditegaskan ialah mengenai penggunaan dana reses oleh DPR. Sebab di tengah kondisi semacam ini, semestinya pertemuan dengan masyarakat di dapil juga tidak dimungkinkan lantaran ada imbauan untuk menjaga jarak sosial (social distancing).
“Jadi harus ada penegasan bagaimana dana reses ini diaplikasikan. Jangan sampai ada permintaan tambahan dana reses, sebab pertemuan dengan konstituen dibatasi dalam kondisi penyebaran Covid-19,” katanya.
Lucius mengatakan, di masa perpanjangan reses, sebaiknya, DPR fokus menyiapkan DIM legislasi yang masuk prolegnas. Idealnya ada pembagian yang jelas di dalam fraksi dalam penyusunan itu, sehingga ketika sidang dimulai, fraksi tidak membutuhkan waktu lama menyusun DIM dalam pembahasan RUU.