Tak Ada Eksepsi dalam Sidang Perdana Novel Baswedan
Dua terdakwa penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, RM dan RB, memutuskan tidak mengajukan keberatan atas dakwaan jaksa. Dengan begitu, sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan jaksa.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sidang perdana kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020). Dua terdakwa, Rahmad Kadir Mahulette atau RM dan Ronny Bugis atau RB, sepakat untuk tidak mengajukan eksepsi/keberatan terhadap dakwaan jaksa.
Dengan demikian, sidang berikutnya dilanjutkan dengan pembuktian. Jaksa akan menghadirkan saksi-saksi untuk membuktikan dakwaannya.
Persidangan perdana yang berlangsung sekitar 1,5 jam ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Djuyamto yang didampingi oleh Hakim Taufan Mandala, Agus Darwanta, dan panitera Muhammad Ihsan. Sementara itu, terdakwa Rahmad Kadir dan Ronny Bugis didampingi oleh sembilan pengacara dari Kepolisian Negara RI. Sementara Novel tidak hadir dalam persidangan tersebut.
Jaksa membacakan dakwaan terhadap Ronny Bugis terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan kepada Rahmad Kadir Mahulette. Ronny berperan sebagai orang yang memberikan pinjaman sepeda motor dan mengantar Rahmad melakukan aksinya. Rahmad menyiram air keras karena membenci Novel yang dianggapnya telah mengkhianati dan melawan institusi Polri. Kedua terdakwa merupakan anggota Polri.
Jaksa Fedrik Adhar menyampaikan, peristiwa penyiraman air keras terhadap Novel telah direncanakan terlebih dahulu. ”Sekira bulan April 2017, Rahmad Kadir Mahulette mencari alamat rumah Novel Baswedan dengan maksud untuk diserang dan menimbulkan luka berat sehingga Novel tidak dapat menjalankan pekerjaannya,” kata Fedrik.
Pada 8 April 2017, Rahmad meminjam sepeda motor Ronny untuk mengamati kompleks perumahan tempat tinggal Novel di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Rahmad mengetahui alamat Novel dari internet. Sekitar pukul 20.00 hingga 23.00, Rahmad mengamati sekitar tempat tinggal Novel dan mempelajari rute masuk-keluar kompleks, termasuk rute untuk melarikan diri. Ia mengamati semua portal yang ada. Dari pengamatannya tersebut, Rahmad hanya menemukan satu portal yang dibuka pada pukul 23.00 sebagai akses masuk-keluar kompleks perumahan.
Pada 9 April 2017, Rahmad kembali melakukan pengamatan di sekitar tempat tinggal Novel dengan sepeda motor yang dipinjam dari Ronny. Setelah merasa yakin, Rahmad pulang untuk istirahat.
Keesokan harinya, Rahmad melaksanakan apel pagi di satuan Gegana Korps Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, dan mengembalikan kendaraan Ronny. Sekitar pukul 14.00, Rahmad pergi ke pangkalan Angkutan Mobil Gegana Polri untuk mencari cairan asam sulfat atau H₂SO₄ yang tersimpan dalam botol plastik di bawah salah satu mobil yang terparkir.
Selanjutnya, Rahmad membawa cairan tersebut ke tempat tinggalnya dan menuangkan ke dalam gelas kaleng. Ia menambahkan cairan tersebut dengan air dan membungkus serta mengikatnya dengan plastik.
Pada 11 April 2017 sekitar pukul 03.00, Rahmad mengajak Ronny ke Kelapa Gading. Ketika memasuki perumahan, keduanya melihat hanya ada satu portal yang terbuka dan dijaga satu petugas keamanan. Mereka pun masuk ke perumahan melalui portal tersebut.
Mereka berhenti di sekitar Masjid Al-Ikhsan, yakni di ujung jembatan di belakang mobil yang terparkir, dan mengamati orang yang keluar dari masjid. Sekitar pukul 05.10, keduanya melihat Novel berjalan keluar masjid menuju tempat tinggalnya. ”Pada saat itu, RB diberi tahu oleh RM bahwa ia akan memberikan pelajaran kepada seseorang,” kata Fedrik.
Rahmad pun meminta Ronny untuk mengendarai motornya pelan-pelan mendekati Novel. Ketika posisi Rahmad sejajar dengan Novel, ia langsung menyiramkan cairan asam sulfat tersebut ke bagian kepala dan badan Novel. Selanjutnya, mereka langsung melarikan diri dengan cepat.
Atas perbuatan itu, keduanya diancam pidana sesuai dengan Pasal 355 Ayat (1), Pasal 353 Ayat (2), dan Pasal 351 Ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Tak lakukan eksepsi
Seusai mendengarkan pembacaan dakwaan, Hakim Djuyamto memberikan kesempatan kepada kedua terdakwa jika mau mengajukan eksepsi. Kedua terdakwa pun berkonsultasi dengan pengacaranya.
Setelah berkonsultasi, pengacara kedua terdakwa sepakat tidak melakukan eksepsi. Mereka menyatakan bahwa para terdakwa mau mengakui kesalahan dan menunjukkan jiwa kesatria.
Sidang selanjutnya akan masuk pada tahap pembuktian yang menurut rencana diadakan pada 2 April 2020. Pada tahap pembuktian telah disepakati akan dihadirkan pelapor dan korban.
Secara terpisah, anggota tim advokasi Novel Baswedan, Saor Siagian, mengatakan, dakwaan jaksa terlihat seperti tindak pidana penganiayaan biasa yang tidak ada kaitannya dengan kerja pemberantasan korupsi. Padahal, Novel diserang karena pekerjaannya sebagai penyidik kasus korupsi.
”Berdasarkan fakta tersebut (sidang perdana), tim advokasi menilai bahwa sidang penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan tidak lain hanyalah formalitas belaka. Sidang berlangsung cepat, tidak ada eksepsi, tidak berorientasi mengungkap auktor intelektualis, dan kemungkinan besar berujung hukuman yang ringan,” kata Saor melalui pesan singkat.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri mengatakan, KPK berharap jaksa berupaya secara maksimal di persidangan agar dapat mengungkap fakta-fakta hukum.
KPK berharap kasus yang terjadi pada Novel tidak hanya berhenti pada para terdakwa yang ada saat ini. Namun, hal itu dapat dikembangkan pada motif dan siapa auktor intelektualis di belakangnya yang saat ini belum terungkap.