Ketua dan anggota KPU dinyatakan DKPP terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu dalam perkara yang diajukan caleg DPRD Provinsi Kalimantan Barat. Anggota KPU, Evi Novida Ginting, diberhentikan secara tetap.
Oleh
Ingki Rinaldi
·4 menit baca
KOMPAS/PRADIPTA PANDU MUSTIKA
Anggota Komisi Pemilihan Umum, Evi Novida Ginting
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memberhentikan secara tetap anggota Komisi Pemilihan Umum, Evi Novida Ginting, Rabu (18/3/2020). Pemberhentian itu sebagai sanksi karena Evi dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu dalam perkara yang diajukan Hendri Makaluasc, calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat.
Sejak awal 2020, sudah dua anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sebelumnya pada 16 Januari, DKPP memberhentikan tetap Wahyu Setiawan dari posisi saat itu sebagai anggota KPU. Wahyu sebelumnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus dugaan suap.
Sementara itu, pemberhentian tetap Evi terkait dengan perolehan suara dua caleg Partai Gerindra di daerah pemilihan Kalimantan Barat 6, yakni antara Hendri Makaluasc dan Cok Hendri Ramapon, dalam Pemilu 2019. Putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 itu dibacakan dalam sidang yang dipimpin Pelaksana Tugas Ketua DKPP Muhammad, yang disiarkan secara daring.
Selain menjatuhkan sanksi kepada Evi, DKPP juga memberikan peringatan keras terakhir kepada lima anggota KPU yang lain, yakni ketua Arief Budiman serta anggota Pramono Ubaid Tanthowi, Ilham Saputra, Viryan, dan Hasyim Asy’ari. Sementara itu, Ketua KPU Kalimantan Barat Ramdan dan para anggota KPU Kalimantan Barat, yakni Erwin Irawan, Mujiyo, dan Zainab, mendapatkan sanksi peringatan.
Para teradu dinilai melanggar kode etik DKPP, melanggar Pasal 6 Ayat (2) Huruf c dan Huruf d, Pasal 6 Ayat (3) Huruf a dan f, juncto Pasal 10 Huruf a, Pasal 11 Huruf a dan b, Pasal 15 Huruf d, Huruf e, dan Huruf f, serta Pasal 16 Huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Pasal-pasal itu terkait dengan integritas dan profesionalitas penyelenggara pemilu.
ISTIMEWA DKPP
Majelis sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang dipimpin Pelaksana Tugas Ketua DKPP Muhammad, dengan anggota Alfitra Salamm, Ida Budhiati, dan Teguh Prasetyo, Rabu (18/3/2020), menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada anggota KPU, Evi Novida Ginting. Selain itu, lima anggota KPU lainnya diberi sanksi peringatan keras terakhir.
Dalam perkara yang diadukan Hendri Makaluasc, teradu dianggap tidak mampu menyokong terwujudnya penyelenggaraan pemilu yang berintegritas, memastikan kemurnian suara pemilih sesuai desain sistem pemilu proporsional terbuka dengan metode penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak.
Pada bagian pertimbangan putusan, Evi disebutkan memiliki tanggung jawab etik lebih besar. Tanggung jawab ini terutama atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil pemilu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitas dan kredibilitasnya.
Hal itu menyusul posisi Evi sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu. Selain itu, Evi juga adalah Wakil Koordinator Wilayah untuk Provinsi Kalimantan Barat. Pada bagian pertimbangan putusan disebutkan pula bahwa pada 10 Juli 2019, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Evi serta diberhentikan dari jabatan Ketua Divisi SDM, Organisasi, Diklat, dan Litbang.
Penetapan calon terpilih
Dalam persidangan itu disebutkan bahwa teradu I sampai dengan teradu VII, yakni ketua dan anggota KPU RI, mengintervensi Ketua KPU Kalimantan Barat Ramdan dan para anggota KPU Kalimantan Barat, yakni Erwin Irawan, Mujiyo, dan Zainab, dalam penetapan hasil perolehan suara dan penetapan calon terpilih anggota DPRD Kalimantan Barat.
Intervensi itu berupa perintah untuk membatalkan Keputusan KPU Kalimantan Barat Nomor 48/PL.01.9-Kpt/61/Prov/IX/2019 tentang Perubahan atas Keputusan KPU Kalimantan Barat Nomor 44/PL.01.9-Kpt/61/Prov/VII/2019 tentang Penetapan Calon Terpilih.
Keputusan itu merupakan tindak lanjut putusan Bawaslu yang memerintahkan teradu VIII sampai dengan teradu XI memperbaiki rekapitulasi perolehan suara dan menetapkan calon terpilih anggota DPRD Kalimantan Barat berdasarkan hasil koreksi perolehan suara Partai Gerindra dan calon secara keseluruhan. Hal itu sebagaimana ada dalam berita acara KPU Sanggau Nomor 354/PY.01.1-BA/6103/KPU-Kab/VII/2019 dan lantas diperkuat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 154-02-20-PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Ketua KPU Arief Budiman (kedua dari kanan) berdiskusi dengan anggota KPU lainnya yang sedang menandatangani dokumen rekapitulasi suara seusai rapat pleno rekapitulasi nasional perolehan suara Pemilu 2019 untuk Provinsi Jawa Barat yang berlangsung di Gedung KPU, Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Dihubungi seusai persidangan, anggota DKPP, Ida Budhiati, mengatakan putusan DKPP bersifat final dan mengikat. Presiden memiliki waktu paling lambat tujuh hari untuk melaksanakan putusan tersebut setelah putusan dibacakan.
”Ya, (selanjutnya) Presiden menerbitkan SK pemberhentian (terhadap Evi) berdasarkan putusan DKPP,” sebut Ida.
Anggota KPU, Ilham Saputra, belum berkomentar banyak saat dihubungi perihal putusan tersebut. ”Kami belum menerima salinan putusannya, nanti saja,” kata Ilham.
Menurut pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta, Radian Syam, dalam hal ini Presiden dapat langsung mengeluarkan surat pemberhentian dan pengangkatan anggota KPU yang baru. Ia mengatakan, proses penggantian terhadap Wahyu Setiawan yang hingga kini belum usai karena belum dilakukannya pelantikan menyusul sejumlah proses yang sebelumnya dilakukan di DPR, idealnya tidak diulangi kali ini.
KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI
Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari
Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari saat dihubungi menyebutkan, Presiden memiliki kewajiban administrasi untuk segera melantik pengganti Evi dan Wahyu. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 37 Ayat (4) Huruf a UU Pemilu yang berbunyi, ”Penggantian antarwaktu anggota KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota yang berhenti sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan dengan ketentuan: (a) Anggota KPU digantikan oleh calon anggota KPU urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh DPR”.
”Jangan kemudian ini (proses penggantian Evi) kayak sekarang (proses penggantian Wahyu), lama sekali,” ujar Feri.