Untuk mencegah sekaligus meminimalisasi penyebaran ”coronavirus disease” (Covid-19), sejumlah kebijakan diambil lembaga peradilan di Indonesia. Mahkamah Konstitusi di antaranya menangguhkan persidangan mulai Selasa ini.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk melakukan pencegahan sekaligus meminimalisasi penyebaran coronavirus disease (Covid-19), sejumlah kebijakan diambil oleh lembaga peradilan di Indonesia. Mahkamah Konstitusi menangguhkan persidangan sejak Selasa (17/3/2020). Sementara Mahkamah Agung mengimbau semua pengadilan di Indonesia memberlakukan ”protokol korona”.
Melalui Surat Edaran (SE) Sekretaris Jenderal MK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Upaya Pencegahan Coronavirus Diseases 2019 (Covid-19), Mahkamah Konstitusi mengatur sejumlah poin agar tetap dapat menjalankan aktivitasnya sekaligus tetap waspada terhadap penularan virus korona baru di lingkungan kerja.
Persidangan di MK ditangguhkan selama dua pekan ke depan sejak Selasa (17 Maret 2020) hingga 30 Maret 2020. Sidang akan tetap dilaksanakan untuk perkara yang dikecualikan oleh MK.
Oleh karena itu, persidangan di MK ditangguhkan selama dua pekan ke depan sejak Selasa (17 Maret 2020) hingga 30 Maret 2020. Sidang akan tetap dilaksanakan untuk perkara yang dikecualikan oleh MK. Keputusan itu dibuat berdasarkan hasil Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), Senin, 16 Maret 2020.
”Setelah itu, akan dilakukan evaluasi dengan mempertimbangkan perkembangan situasi terkini. Hasil evaluasi tersebut nantinya akan dijadikan dasar untuk menentukan kebijakan/langkah berikutnya. Sekiranya situasi telah memungkinkan, persidangan akan digelar kembali,” ujar Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono Soeroso melalui keterangan tertulis, Selasa (17/3/).
Penjadwalan kembali dan pelaksanaan persidangan di MK akan dilakukan dengan menyampaikan pemberitahuan kepada para pihak yang berperkara sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Para pihak yang hendak menyerahkan dokumen atau berkas perkara fisik diimbau untuk memanfaatkan layanan aplikasi berbasis elektronik daring, pojok digital, atau media elektronik lainnya. Adapun semua layanan penanganan perkara berbasis elektronik di MK itu dapat diakses di laman www.mkri.id.
Bekerja dari rumah
Selain itu, untuk melindungi pegawai dan karyawan MK dari penularan Covid-19, semua pegawai MK diinstruksikan menjalankan tugas dan kedinasan dari rumah masing-masing (work from home). Aturan dikecualikan untuk pegawai atau petugas tertentu yang ditunjuk tetap masuk sesuai kebutuhan setiap unit kerja. Pegawai MK diharapkan tetap menjalankan pekerjaan dari rumah, bukan malah beraktivitas di luar rumah, kecuali untuk kepentingan yang sangat mendesak.
”Layanan langsung yang memungkinkan kontak langsung dengan pegawai MK dengan masyarakat ditiadakan, kecuali ditentukan dengan pembatasan (social distanding) tertentu. Masyarakat diharapkan memanfaatkan aplikasi layanan MK berbasis elektronik yang telah disediakan,” imbuh Fajar.
MK juga menangguhkan pelaksanaan kegitan yang melibatkan banyak peserta dan memicu kerumunan, baik di gedung MK maupun di lokasi lainnya. Oleh karena itu, kegiatan kerja sama MK dengan berbagai elemen masyarakat dalam dua pekan ini untuk sementara juga ditangguhkan. Kegiatan seperti kuliah umum, seminar, kuliah umum, focus grup discussion (FGD), bimbingan teknis, rapat koordinasi, kunjungan MK, dan kegiatan sejenisnya untuk sementara waktu dibatalkan.
MK meminta masyarakat dapat memahami keputusan yang mengedepankan aspek kesehatan dan keselamatan ini. Upaya ini juga dilakukan sejalan dengan instruksi presiden serta gugus tugas penanganan pandemi Covid-19.
Keadilan masyarakat
Sementara itu, di lingkup Mahkamah Agung, persidangan, terutama perkara pidana, tidak bisa ditangguhkan karena alasan masa penahanan. Ini terkait dengan rasa keadilan masyarakat sekaligus masalah teknis penahanan terdakwa di rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan. Jika terdakwa ditahan terlalu lama di rutan atau LP, hal itu akan membebani anggaran negara untuk memberi makan para terdakwa di seluruh Indonesia.
”Perkara pidana harus tetap segera disidangkan karena itu menyangkut hak warga negara untuk segera diselesaikan perkaranya,” kata Kepala Hukum dan Biro Humas Mahkamah Agung Abdullah. Untuk perkara perdata dan tata usaha negara, MA mendorong masyarakat untuk menggunakan layanan berbasis elektronik e-court dan e-litigasi. Dengan modernisasi layanan di perkara perdata dan PTUN itu, masyarakat hanya kemungkinan bertemu tatap muka dua kali, yaitu saat mediasi dan pembuktian. Sejak administrasi pendaftaran perkara hingga putusan sidang dapat dilakukan melalui elektronik.
Sementara itu, terkait dengan ”protokol korona” di pengadilan seluruh Indonesia, MA sudah mengirimkan surat edaran sekretaris MA. Semua pengadilan diminta menyediakan cairan antiseptik tangan atau hand sanitizer di ruangan sidang serta alat pengecek suhu tubuh (termoscan) di pintu masuk pengadilan. Hal ini sudah dilakukan di lingkup M, dan diharapkan diterapkan di pengadilan seluruh Indonesia.
Semua kegiatan yang melibatkan pengumpulan massa dan memicu kerumunan, seperti rapat akbar, diklat calon hakim ditiadakan mulai Selasa 17 Maret 2020 hingga 30 Maret 2020.
Selain itu, MA juga mengimbau, selama persidangan diterapkan pembatasan (social distancing) jarak minimal 1 meter sehingga diharapkan pengunjung persidangan tidak membeludak, bahkan sampai berdesak-desakan. Untuk karyawan yang bekerja di lingkungan MA saat ini belum diterapkan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home sepenuhnya.
Pasalnya, pekerjaan di lingkungan MA agak sulit jika dikerjakan di luar kantor. Namun, menurut Abdullah, jika karyawan tersebut sakit, mereka akan diberikan izin untuk bekerja dari rumah sembari mengisolasi diri.
”Semua kegiatan yang melibatkan pengumpulan massa dan memicu kerumunan, seperti rapat akbar, diklat calon hakim ditiadakan mulai Selasa 17 Maret 2020 hingga 30 Maret 2020. Calon hakim yang sudah sampai ke tempat diklat pun dipulangkan untuk menghindari kerumunan massa dan penularan Covid-19,” ujar Abdullah.