Ketua Wadah Pegawai KPK Perjuangkan Status Kepegawaian Penyidik Harun Masiku
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo siap mengklarifikasi pernyataannya ke Dewan Pengawas terkait pengembalian penyidik KPK yang menangani kasus Harun Masiku ke Polri.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Yudi Purnomo akan memenuhi panggilan Dewan Pengawas KPK untuk memberikan keterangan terkait pernyataannya mengenai ketidakjelasan status kepegawaian penyidik Kepolisian Negara RI, Komisaris Rossa Purbo Bekti. Yudi akan memperjuangkan Rossa agar dapat kembali menjadi penyidik KPK.
Pemanggilan terhadap Yudi telah dijadwalkan pada Senin (16/3/2020), tetapi diundur pada Rabu (18/3/2020). Saat dihubungi di Jakarta, Selasa (17/3/2020), Yudi mengaku siap mempertanggungjawabkan pernyataannya.
”Tidak ada aturan yang saya langgar karena saya berbicara atas nama Ketua WP (Wadah Pegawai) KPK untuk membela pegawai KPK. Yang tidak boleh di KPK adalah membicarakan kasus yang sedang ditangani,” ujarnya.
Yudi menegaskan akan memegang aturan di KPK karena selain sebagai Ketua WP, ia juga dikenal sebagai penyidik KPK. Karena itu, ia berusaha memperjuangkan Rossa dapat kembali bekerja sebagai penyidik KPK.
Anggota Dewan Pengawas KPK, Harjono, mengatakan, pemanggilan terhadap Yudi masih dalam tahap klarifikasi karena adanya pengaduan yang masuk ke Dewan Pengawas. Hingga kini, Harjono belum dapat memastikan apakah tindakan yang dilakukan Yudi melanggar aturan kepegawaian KPK atau tidak. Kesimpulan tersebut baru dapat diambil setelah mendengarkan klarifikasi.
Kasus yang terjadi pada Rossa mencuat karena adanya pengembalian penyidik KPK ke Kepolisian Negara RI. Pengembalian tersebut diduga menyalahi aturan dan berpotensi mengganggu kinerja KPK dalam penanganan kasus korupsi (Kompas, 6/2/2020).
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Rossa sudah mengirimkan surat keberatan kepada pimpinan KPK pada 20 Februari 2020. Namun, surat keberatan tersebut dianggap salah alamat oleh KPK karena ia merupakan anggota Polri yang ditugaskan di luar struktur organisasi Polri. Karena itu, status kepegawaian dan pembinaan kariernya masih melekat serta tunduk pada sistem hukum kepegawaian anggota Polri.
Sebelumnya, pengembalian Rossa ke kepolisian memunculkan kecurigaan publik karena ia merupakan salah satu penyidik dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan bekas anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, dan politisi PDI-P, Harun Masiku, yang masih buron. Apalagi, masa kerja Rossa di KPK baru berakhir pada September 2020. Selain Rossa, jaksa Yadyn Palebangan yang selama ini bertugas di KPK juga ditarik kembali ke Kejaksaan Agung.
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril mengatakan, kecurigaan publik tersebut muncul karena hingga saat ini kasus Harun semakin tidak jelas.
”Kasus Harun yang semakin tidak jelas ini situasinya semakin parah karena tim yang mengungkap justru dilucuti oleh pimpinan KPK sehingga publik menjadi curiga,” kata Oce.
Oce melihat pemanggilan terhadap Yudi juga tidak memiliki alasan jelas sebab ia berperan sebagai Ketua Wadah Pegawai KPK yang memperjuangkan status pegawai KPK. Menurut dia, apa yang dilakukan Yudi tidak melanggar aturan kepegawaian atau kode etik KPK.
Ia menegaskan, seharusnya Dewan Pengawas KPK memproses pengaduan Rossa yang saat ini statusnya tidak jelas sebab kepolisian juga tidak pernah merasa menariknya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan, pemanggilan yang dilakukan Dewan Pengawas terhadap Yudi adalah sebuah kekeliruan yang mendasar. Sebaliknya, menurut Kurnia, apa yang disampaikan oleh Yudi (terkait pemindahan Rossa) merupakan suatu fakta pelanggaran yang seharusnya dapat ditindaklanjuti secara serius.
Wahyu kembali diperiksa
Bekas anggota KPU, Wahyu Setiawan, kembali diperiksa KPK sebagai tersangka atas kasus Harun Masiku. Ia mengaku tidak mengenal Harun secara fisik maupun komunikasi.
Wahyu juga mengaku tidak pernah menjalin komunikasi dengan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto. Namun, ia mengakui dalam surat permohonan pergantian antarwaktu Harun yang diterimanya terdapat tanda tangan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Kuasa hukum Wahyu, Tony Akbar Hasibuan, mengatakan, pemeriksaan ini merupakan yang pertama kali bagi Wahyu sebagai tersangka. Ia diminta menjawab sekitar 30 pertanyaan.
Ali Fikri mengatakan, Wahyu diperiksa sebagai tersangka untuk melengkapi berkas perkara. Ia diperiksa seputar kronologi adanya dugaan penerimaan sejumlah uang.
”Wahyu juga dikonfirmasi terkait dengan barang bukti uang dan buku rekening terkait dugaan penerimaan dari pihak lain. Sebelumnya, penyidik telah menanyakannya kepada para saksi,” kata Ali.