NU dan Muhammadiyah sama-sama menjadi penopang bagi kehidupban bangsa dan teman-temannya.. Terkait dengan hal itu, keduanya sama-bersama berkomitmen untuk menjaga keharmonisan hubungan demi persatuan Bangsa.
Oleh
Rini Kustiasih dan Antony Lee
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Polemik penolakan penyelenggaraan peringatan Hari Lahir Nahdlatul Ulama di Masjid Gedhe Kauman, Kerator Yogyakarta, disikapi dengan damai dan besar hati oleh NU maupun Muhammadiyah. Kedua lembaga berkomitmen menjaga hubungan harmonis sebagai sesama warga bangsa.
Acara dipindahkan ke Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta untuk mencegah kemungkinan gesekan yang bisa merusak harmoni hubungan kedua organisasi Islam itu. Acara pun berlangsung lancar dan dihadiri perwakilan sejumlah elemen masyarakat, termasuk pengurus Muhammadiyah.
”Terima kasih banyak kepada Pengurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta yang malam ini hadir. Ini saudara tua kita. Semoga NU dan Muhammadiyah bisa membawa negeri ini tetap lestari sampai kapan pun,” kata Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Yogyakarta Yazid Afandi, Kamis (5/3/2020), dalam acara tersebut.
Acara dipindahkan ke Universitas Nahdlatul Ulama, untuk mencegah kemungkinan gesekan yang bisa merusak harmoni hubungan kedua organisasi kemasyarakatan Islam tersebut.
Sedianya peringatan Harlah NU-ke 94 itu digelar di Masjid Gedhe Kauman, Keraton Yogyakarta, Kamis (5/3/2020). Namun, sejak lima hari terakhir beredar penolakan dari sejumlah pihak di media sosial atas penyelenggaraan acara itu.
Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, pihaknya tidak mempersoalkan pemindahan lokasi acara harlah itu. Sebab, semua dilakukan demi menjaga hubungan baik dan perdamaian dengan Muhammadiyah maupun masyarakat setempat. Setelah dikaji lebih jauh, penolakan itu sebenarnya dipicu oleh ketidaksetujuan sejumlah masyarakat terhadap pembicara atau ulama, yakni Gus Muwafiq. Namun, menurut Yaqut, semua persoalan itu sudah selesai, karena baik NU maupun Muhammadiyah sedari awal berkomitmen untuk menjaga hubungan harmonis sebagai sesama warga bangsa.
“Saya sudah memerintahkan agar tidak perlu merespons apa-apa terhadap adanya gesekan kecil di lapangan itu. Tidak perlu merespons secara berlebihan hal-hal kecil semacam itu. Kita ini NU dan Muhammadiyah adalah penyangga muslim di Indonesia. Kalau sampai kita berbenturan nanti ada pihak lain yang bersorak atau mengambil untung. Jadi, biasa saja, dan aman-aman saja tidak ada persoalan,” katanya.
Baca juga: NU Diharapkan Jadi Pemelihara Persatuan
Yaqut mengatakan, pihaknya mengkaji secara mendalam penyebab gesekan itu. Penyebab utamanya pun bukan karena penolakan terhadap NU, tetapi karena pembicaranya. Tetapi sempat timbul pertanyaan, karena akhirnya tidak hanya pembicaranya saja yang dilarang, tetapi semua rangkaian kegiatannya.
“Tetapi itu toh sudah selesai, dan tidak ada persoalan lagi. Dengan dipindahkan ke UNU, warga NU lebih bersemangat datang, dan mereka hadir dari berbagai daerah,” katanya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Sunanto menegaskan, NU dan Muhammadiyah merupakan jangkar bangsa yang sama-sama menjadi penopang bangsa. Oleh karena itu, perlu selalu saling memahami dan saling memperkuat. Dengan begitu silaturahmi kebangsaan tetap terjaga dalam bingkai keislaman dan Pancasila.
“Perbedaan yang ada tidak perlu sampai mendiskreditkan satu sama lain. Maka itu, kami minta ke teman-teman untuk saling menopang gerakan dakwah ini,” kata Sunanto.
Selain itu, dia juga menuturkan, sudah meminta Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) untuk ikut mengamankan pengajian yang digelar NU guna ikut mengamankan dan ikut dalam pengajian karena khawatir ada friksi. Namun, pihaknya menyerahkan tawaran ini kepada koleganya di GP Ansor. Kendati begitu, Muhammadiyah akan tetap menghadiri pengajian sebagai undangan.
“Kami membangun komitmen agar jangan ada narasi yang memecah belah (NU dan Muhammadiyah),” tutur Sunanto.