DPR Ingatkan Pemerintah, Kejelasan Informasi Penting untuk Menghindari Kepanikan Publik
Di tengah pertarungan melawan virus korona baru, penyampaian informasi yang transparan secara berkala menjadi sangat penting. Kepanikan yang bisa muncul dari disinformasi harus dihindari.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat mengimbau pemerintah untuk menerapkan manajemen komunikasi yang baik kepada publik guna meminimalkan potensi kepanikan sekaligus mengendalikan situasi setelah terungkapnya pasien positif virus korona di Depok, Jawa Barat. Kepanikan rentan terjadi bilamana masyarakat mendapatkan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pada Senin (2/3/2020), Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia, yakni dua pasien yang tertular dari warga Jepang yang berkunjung ke Indonesia pertengahan Februari 2020. Warga Jepang tersebut diketahui positif terinfeksi virus korona baru dan menderita Covid-19 setelah kembali ke tempatnya bermukim di Malaysia. Kedua pasien Indonesia itu perempuan berusia 31 tahun dan 64 tahun. Setelah itu, pemerintah menyebut keduanya sebagai kasus 1 dan kasus 2.
Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani, di Jakarta, Selasa (3/3/2020), mengatakan, selama ini masyarakat mencari informasi sendiri-sendiri dari sumber yang belum tentu valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Akibatnya, informasi yang beredar berbeda-beda dan tidak komprehensif.
”Misalnya ada yang menginformasikan 50 orang (terduga), lalu di-link (informasi daring) lainnya ada 76 orang. Jadi, seharusnya dalam kondisi seperti ini, pemerintah tampil paling depan untuk menyampaikan informasi yang benar dan reguler terkait dengan virus korona,” katanya.
Informasi yang disampaikan oleh pemerintah itu pun, menurut Netty, harus komprehensif, yakni dengan menjelaskan kondisi warga yang terduga terinfeksi virus korona serta memaparkan kesiapan pemerintah dalam menghadapi virus tersebut.
Sebagai contohnya, pemerintah memiliki 100 rumah sakit rujukan dan 38 rumah sakit di antaranya memiliki alat pengukur tekanan negatif untuk mengukur tekanan ruangan yang berpotensi menyebarkan virus atau tidak. Informasi ini bisa dilengkapi, misalnya, dengan sumber daya manusia (SDM) di RS tersebut, atau SDM yang disiapkan oleh pemerintah untuk menghadapi virus korona.
”Indonesia sebelumnya memiliki pengalaman menangani MERS, SARS, dan ebola sehingga itu pun harus disampaikan. Lalu, kalau ada masyarakat yang ingin melaporkan, masyarakat bisa menghubungi kontak atau hotline tertentu. Dengan informasi semacam ini, masyarakat memiliki pedoman informasi dari pemerintah,” kata Netty.
Di sisi lain, untuk mencegah kepanikan dalam membeli barang-barang tertentu, termasuk bahan kebutuhan pokok, menurut Netty, pemerintah perlu juga mengumumkan kesiapan pasokan. Dengan demikian, publik tidak perlu panik dalam membeli barang kebutuhan pokok karena khawatir kehabisan.
Wakil Ketua Badan Legislasi yang juga anggota Komisi I DPR, Willy Aditya, mengatakan, kepanikan merupakan satu hal yang harus dihindari oleh masyarakat. Sebab, untuk menghadapi virus korona ini diperlukan ketenangan sehingga tidak menimbulkan dampak guncangan pada perekonomian maupun pembangunan.
”Kami mengapresiasi langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintah. Namun, pemerintah perlu terus memberikan informasi yang utuh dan tidak simpang siur, apa adanya kepada warga negara, karena itu merupakan hak warga negara dan tanggung jawab pemerintah,” katanya.
Selanjutnya, pemerintah diharapkan memetakan titik rawan penyebaran virus korona sehingga titik tersebut bisa diwaspadai oleh masyarakat ataupun pejabat berwenang di lokasi rawan tersebut. Willy menyebutkan titik rawan yang antara lain memerlukan pengecekan serius ialah bandara serta tempat-tempat transit dan perbatasan dengan negara lain, seperti Batam.
Secara terpisah, anggota Komisi VIII, Maman Imanulhaq, mengkritik pemerintah yang seolah abai merespons virus korona. Padahal, virus ini telah menjadi ancaman global sejak awal tahun 2020.
Negara lain, seperti Arab Saudi, bahkan telah memasukkan Indonesia sebagai salah satu negara yang terjangkit virus tersebut. Akibatnya, jemaah umrah asal Indonesia untuk sementara dilarang berangkat ke Arab Saudi dengan pertimbangan wabah korona.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sebelumnya menegaskan bahwa kesiapan Indonesia menghadapi serangan virus korona baru (Covid-19) sudah dibangun sejak bertahun-tahun lalu. Masyarakat diharapkan tetap waspada, mengedepankan pikiran rasional, dan tidak paranoid sehingga tidak memunculkan kebijakan yang membuat negara semakin tidak berdaya (Kompas.id, 28/2/2020).