Pilkada Sulawesi Utara dan Kabupaten Manokwari Paling Rawan
Indeks Kerawanan Pilkada 2020 yang dibuat Bawaslu menunjukkan Pilkada Sulawesi Utara dan Kabupaten Manokwari paling rawan. Indeks pun menunjukkan persoalan dan pelanggaran yang berpotensi terulang di Pilkada 2020.
Oleh
Prayogi Dwi Sulistyo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu merilis Indeks Kerawanan Pemilu untuk Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2020. Mengacu pada indeks tersebut, pilkada di Sulawesi Utara menjadi pilkada dengan skor kerawanan tertinggi. Adapun untuk level pilkada kabupaten/kota, Kabupaten Manokwari di Papua Barat menjadi daerah paling rawan.
Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 dirilis di Jakarta, Selasa (25/2/2020). Hadir dalam acara peluncuran IKP itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
IKP Pilkada 2020 merupakan hasil pemetaan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di 270 daerah yang menggelar Pilkada 2020.
Ada empat dimensi yang diukur dalam IKP, yaitu dimensi konteks sosial dan politik dengan subdimensi keamanan lingkungan, otoritas penyelenggara pemilu, otoritas penyelenggara negara, dan relasi kuasa di tingkat lokal. Kemudian, dimensi pemilu yang bebas dan adil dengan subdimensi hak pilih, pelaksanaan kampanye, pelaksanaan pemungutan suara, ajudikasi keberatan pemilu, dan pengawasan pemilu.
Selanjutnya, dimensi kontestasi dengan subdimensi hak politik, proses pencalonan, dan kampanye calon. Dimensi keempat, partisipasi dengan subdimensi partisipasi pemilih, partisipasi partai politik, dan partisipasi publik.
Mengacu pada hal itu, secara umum, dimensi kerawanan pada pilkada tingkat kabupaten/kota memiliki skor rata-rata 51,65 atau masuk kategori rawan sedang. Artinya, kerawanan pilkada di tingkat kabupaten/kota berada pada level 4 yang berarti lebih dari setengah indikator kerawanan berpotensi terjadi.
Adapun untuk pemilihan gubernur, sembilan provinsi yang menyelenggarakan pilkada memiliki skor rata-rata 73,8 atau masuk dalam kategori tinggi. Ini berarti hampir seluruh indikator kerawanan berpotensi terjadi.
Dari sembilan provinsi itu, pilkada di Sulawesi Utara (Sulut) menjadi pilkada dengan skor kerawanan tertinggi, yaitu mencapai 86,42.
Sulut dinilai paling rawan karena tingginya skor pada dimensi konteks politik, yaitu 91,24. Selain itu, Sulut tertinggi skornya atau 85,08 pada dimensi penyelenggaran pemilu yang bebas dan adil.
Sementara itu, jika ditilik dari dimensi kontestasi, yang paling rawan adalah Sulawesi Tengah dengan skor 78,81. Untuk Sulut masuk peringkat kedua dengan skor 75,47. Untuk dimensi partisipasi politik kerawanan tertinggi di Sumbar dengan skor 100. Sulut di peringkat kedua dengan skor 97,69.
Khusus untuk IKP pilkada tingkat kabupaten/kota, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, adalah daerah dengan skor dan level tertinggi kerawanan pilkada dengan skor 80,89.
Dengan skor rata-rata kerawanan setiap dimensi 51,65, kerawanan pilkada kabupaten/kota paling tinggi ada pada dimensi partisipasi politik dengan skor 64,09 yang berarti termasuk dalam kategori rawan tinggi level 6. Artinya, hampir seluruh indikator kerawanan berpotensi terjadi.
Dimensi konteks sosial politik masuk dalam kategori rawan sedang level 4 dengan skor 51,67. Adapun dimensi penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil memiliki skor 51,00 atau masuk kategori rawan sedang level 4. Ini berarti lebih dari setengah indikator kerawanan berpotensi terjadi.
Terakhir, dimensi kontestasi memiliki skor 44,96. Dimensi ini termasuk kategori rawan sedang dengan level 3, yaitu hampir setengah indikator kerawanan berpotensi terjadi.
Pada dimensi sosial politik, subdimensi dengan kerawanan paling tinggi adalah relasi kuasa di tingkat lokal dengan skor 56,31, disusul subdimensi otoritas penyelenggara pemilu dengan skor kerawanan 53,36; subdimensi penyelenggara negara dengan skor 49,61; dan subdimensi keamanan, 48,53.
Kasus berulang
Masih dari dimensi sosial politik, terdapat 15 indikator yang paling dominan terdapat kerawanan. Yang dimaksud dengan indikator adalah kasus yang signifikan terjadi pada Pemilu 2019 dan berpotensi terulang Pilkada 2020.
Lima indikator dominan terdapat di lebih dari 100 kabupaten/kota. Kelimanya adalah ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN), pemberian uang/barang/jasa kepada pemilih pada masa kampanye; perubahan hasil rekapitulasi suara di tingkat desa/kecataman/kabupaten-kota/provinsi; pemberian uang/barang/jasa kepada pemilih pada masa tenang; dan putusan Komisi ASN terkaitan ketidaknetralan ASN (109 kabupaten/kota).
Dalam dimensi penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil, subdimensi yang memiliki kerawanan paling tinggi adalah hak pilih dengan skor 61,57. Subdimensi lain menyusul yaitu pengawasan pemilu (57,81), pelaksanaan pemungutan suara (49,60), ajudikasi keberatan pemilu (43,31), dan pelaksanaan kampanye (42,83).
Pada dimensi kontestasi, subdimensi proses pencalonan mencapai skor 46,36 dan subdimensi kampanye calon mendapat skor 43,75.
Untuk dimensi partisipasi politik, subdimensi partisipasi publik mencapai skor kerawanan tertinggi dengan skor 46,36. Dua subdimensi lain adalah partisipasi pemilih dengan skor 43,75 dan partisipasi partai politik dengan skor 43,75.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, IKP 2020 merupakan usaha Bawaslu untuk mewujudkan pemilihan umum yang demokratis, berkualitas, berintegritas, jujur, dan adil. ”IKP ini dapat menjadi acuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran, seperti penggunaan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), berita bohong, dan politik uang,” kata Abhan dalam pidato pembukaannya.
Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, mengatakan, dari identifikasi penggunaan isu SARA dalam pilkada sebelumnya, pelibatan tokoh agama dan adat sangat penting. Hal tersebut terbukti bermanfaat dalam penyelenggaraan Pilkada 2018. ”Dari pengalaman masa lalu tersebut, penyelenggara pemilu di setiap daerah dapat mempersiapkan cara untuk mengatasi persoalan di masing-masing wilayah,” kata Afifuddin.
Sementara itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam pidatonya mengatakan, IKP dapat berguna untuk mencegah terjadinya pelanggaran dalam pilkada. Ia menegaskan, pemilu bukanlah tujuan demokrasi, tetapi sebuah proses.
”Tujuan hakikat pemilu adalah menyejahterakan rakyat dan memajukan negara. Jangan jadikan pemilu sebagai sumber perpecahan dengan membuat permusuhan antarsesama,” ujar Ma’ruf.