Proses pencalonan dalam Pilkada 2020 di 270 daerah masih sekitar empat bulan lagi, yakni pada Juni 2020, tetapi parpol sudah mulai mengasah strategi. Masukan publik terhadap nama-nama calon tetap harus dibuka.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai-partai mulai mengatur strategi menjelang Pemilihan Kepala Daerah 2020. Proses penjaringan, bahkan pengumuman calon kepala daerah telah digencarkan meskipun proses pendaftaran masih sekitar empat bulan lagi. Ini menjadi strategi partai agar memiliki waktu lebih panjang untuk memperkenalkan calon ke publik sekaligus menjaga soliditas partai.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), misalnya, Rabu (19/2/2020), resmi mengumumkan 49 pasangan calon kepala daerah untuk berlaga di pilkada serentak 2020. Mayoritas calon kepala daerah merupakan petahana dan kader PDI-P, seperti Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey dan Wali Kota Semarang, Jawa Tengah, Hendrar Prihadi.
Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dalam sambutan di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P, Jakarta, Rabu, mengingatkan agar para petahana tidak terjebak pada zona nyaman sehingga mengakibatkan redupnya semangat berkompetisi.
”Gejala itu ada. Jangan santai-santai. Begitu pulang, langsung mulai bergerak. Oleh karena itu, saya selalu beri pengarahan, tidak boleh kehilangan fighting spirit. Tanpa itu, kita masuk perangkap yang saya bilang akibat kemapanan sehingga hanya merasakan kenyamanan tetapi melupakan kerja itu sendiri,” ujar Megawati.
Pengumuman pasangan calon kepala daerah itu juga dihadiri Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Ketua DPP PDI-P Bidang Pemenangan Pemilu Bambang Wuryanto, serta Ketua Bidang Politik dan Keamanan DPP PDI-P Puan Maharani.
Hasto menambahkan, pengumuman calon kepala daerah petahana di waktu lebih awal ini bertujuan agar mereka bisa merangkul kekuatan politik lain. Apalagi, PDI-P telah menargetkan kemenangan 60 persen di Pilkada 2020. Sebagai catatan, di Pilkada 2020, pemilihan akan dilangsungkan di 270 daerah.
”Yang diumumkan hari ini menjadi target (kemenangan),” kata Hasto.
Meskipun demikian, kataHasto, PDI-P tetap terbuka untuk berkoalisi dengan partai politik lain, secara khusus partai pendukung pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin di pemilihan presiden dan wakil presiden 2019.
Lebih berhati-hati
Berbeda dengan PDI-P, Ketua DPP Partai Nasdem Taufik Basari menyampaikan, partainya lebih berhati-hati dalam mengumumkan pasangan calon kepala daerah. Meskipun nama-nama telah dijaring secara berjenjang mulai dari dewan pimpinan wilayah (DPW) hingga dewan pimpinan daerah (DPD), penetapan nama pasangan calon harus melewati hasil survei.
Nasdem bekerja sama dengan delapan lembaga survei untuk menguji elektabilitas pasangan calon yang akan diusung di setiap daerah. Survei tersebut meliputi elektabilitas pasangan calon, faktor demografi, tingkat kepuasan kinerja pemerintah daerah, isu-isu di daerah tersebut, hingga survei kecocokan antara latar belakang pasangan calon dan isu-isu yang berkembang di masyarakat.
”Jadi, ketika kami mengeluarkan rekomendasi, tergantung pembahasan di tingkat DPP. Tidak akan serempak (pengumumannya), tetapi mana yang survei sudah ada, sudah dibahas, dan sudah kami kaji, maka kami dahulukan. Jadi, yang utama adalah hasil survei,” ujar Taufik.
Taufik juga menyebutkan, dalam mengusung pasangan calon, Nasdem sangat terbuka untuk berkoalisi dengan partai lain. Pemilihan partai anggota koalisi, menurut Taufik, tentu juga mempertimbangkan komposisi faktual kursi di DPRD setempat.
”Kami cair saja dengan partai mana pun. Yang terpenting, kami tetap mengedepankan politik tanpa mahar. Kami tidak akan meminta mahar kepada calon,” kata Taufik.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga sudah terlebih dahulu mempersiapkan diri menghadapi Pilkada 2020. Akhir Januari 2020, PSI mulai menjaring calon kepala daerah melalui konvensi. Mekanisme ini hanya berlaku untuk daerah di mana PSI memiliki fraksi sendiri di DPRD, yaitu Tangerang Selatan (Banten), Surabaya (Jatim), dan Ende (Nusa Tenggara Timur).
Dalam mekanisme penjaringan itu, ada empat tahapan seleksi, mulai dari administrasi, wawancara oleh pakar, debat publik, hingga survei elektabilitas. Pakar yang dilibatkan tidak sembarangan. Seluruh proses pun transparan, publik, misalnya, bisa melihat wawancara oleh pakar langsung melalui akun Facebook PSI.
Ketua Umum PSI Grace Natalie mengatakan, model konvensi dipilih untuk memberikan kesempatan secara terbuka bagi individu berkualitas maju di pilkada dan menghindari politik biaya mahal. Selain itu, mekanisme penjaringan PSI juga membuka ruang partisipasi publik untuk melihat proses pencalonan oleh partai.
Pemanasan mesin partai
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menilai, keputusan mengumumkan pasangan calon secara lebih awal sangat baik untuk menjaga konsolidasi internal partai, dari tingkat pusat hingga anak ranting.
”Proses konsolidasi lebih punya waktu, termasuk memanaskan mesin infrastruktur partai,” ujar Yunarto.
Lebih dari itu, menurut Yunarto, pengumuman pasangan calon dari jauh-jauh hari juga bertujuan agar partai-partai lain terpancing bergabung. Namun biasanya, hanya partai-partai pemilik suara mayoritas di DPRD yang memiliki kepercayaan diri seperti itu.
Ruang publik kecil
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini pun beranggapan, selama ini, proses penetapan nama pasangan calon kepala daerah oleh partai masih jauh dari keterlibatan publik. Akses yang dibuka partai hanya sebatas kesempatan bagi siapa pun untuk mendaftar sebagai calon kepala daerah. ”Tetapi, partisipasi masyarakat untuk didengar pandangan soal latar belakang dan rekam jejak calon, itu sama sekali enggak ada,” kata Titi.
Titi mengatakan, seharusnya jeda waktu antara pengumuman nama pasangan calon dan pendaftaran dapat dimanfaatkan partai untuk membangun diskursus politik lokal. ”Jadi, dibuka kesempatan seluas-luasnya kepada publik untuk memberi masukan nama-nama yang sudah diusung,” tuturnya.
Seiring dengan itu, kata Titi, masyarakat juga diharapkan bersikap kritis terhadap calon-calon yang sudah diperkenalkan partai. Sebab, suara publik yang kritis dan mengawal proses itu akan memicu partisipasi politik yang lebih luas.