Partai Gerindra Tak Pertimbangkan Andre Rosiade pada Pemilihan Kepala Daerah
Politisi Gerindra, Andre Rosiade, jadi sorotan publik setelah kasus penggerebekan pekerja seks komersial di Padang, Sumatera Barat. Pimpinan partai belum mempertimbangkan namanya maju dalam pilkada.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra berencana memanggil fungsionaris sekaligus anggota Fraksi Gerindra di DPR, Andre Rosiade, pekan depan. Pemanggilan ini terkait kasus penggerebekan pekerja seks komersial di Sumatera Barat pada akhir Januari 2020. Partai pun belum berencana mencalonkan dia ikut berkontestasi dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.
”Untuk keseimbangan di masyarakat, perlu diketahui bahwa DPP Partai Gerindra mempertimbangkan untuk tidak mencalonkan saudara Andre Rosiade sebagai Gubernur Sumatera Barat,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (7/2/2020).
Sebelumnya, banyak pihak menilai bahwa Andre yang saat ini menjabat sebagai anggota Komisi VI DPR kerap melakukan hal-hal kontroversial karena berniat untuk berkontestasi dalam Pilkada 2020.
Dasco melanjutkan, ada kader lain yang akan diusung Gerindra untuk mengikuti Pemilihan Gubernur Sumatera Barat 2020. Namun, ia enggan menyebutkan nama kader yang dimaksud. ”Ya itu nanti, masih digodok,” ujarnya.
Terkait kasus penggerebekan, kata Dasco, partai juga sudah membentuk dan mengirimkan tim untuk mendalami kejadian tersebut. Sejauh ini, temuan tim menunjukkan bahwa Andre tidak berada di dalam kamar hotel saat penggerebekan berlangsung.
Selain itu, partai juga berencana untuk memanggil Andre untuk meminta klarifikasi dan mencocokkan pengakuannya dengan temuan tim partai. ”Minggu depan, Andre Rosiade akan dimintai keterangan di majelis kehormatan dan DPP Partai Gerindra,” kata Dasco.
Dasco mengatakan, turut prihatin atas penggerebekan yang menimbulkan kegaduhan itu. Atas nama partai, ia meminta maaf kepada masyarakat. ”Namun, segala sesuatunya nanti berpulang pada hasil verifikasi di Majelis Kehormatan DPP Gerindra,” katanya.
Sementara itu, Andre berkomitmen untuk memenuhi proses yang akan dilakukan partai terhadap dirinya. Ia tidak akan mangkir dari panggilan majelis kehormatan partai. ”Sebagai kader yang taat, patuh, dan loyal kepada partai dan pimpinan, tentu kalau ada pemangggilan, saya akan hadir memenuhinya,” kata Andre.
Ia menampik anggapan bahwa dirinya berniat untuk mencalonkan diri dalam Pilgub Sumbar 2020 dan ingin fokus menuntaskan tugas sebagai anggota DPR hingga 2024. Sebab, sejak awal ia tidak mengikuti tahapan pencalonan, mulai dari pendaftaran, hingga penyampaian visi dan misi.
Andre memaklumi, partai tentu akan memilih kader yang lebih senior dan berpengalaman untuk menjadi Gubernur Sumbar. ”Tugas saya itu memimpin partai untuk memenangkan siapa pun kandidat yang ditunjuk oleh partai,” katanya.
Meski partai akan memanggil dan penggerebekan yang dilakukan menimbulkan kegaduhan, Andre tidak merasa bersalah. Ia berdalih, penggerebekan dilakukan atas dasar aspirasi masyarakat dan dorongan untuk memberantas maksiat.
”Saya tidak ada masalah walaupun di-bully, dimaki, dan dicaci oleh netizen. Itu risiko perjuangan bagi saya. Jika ada masyarakat yang melaporkan saya ke Mahkamah Kehormatan DPR juga saya hormati. Saya akan siap menghadapi itu,” ujar Andre.
Sebelumnya, anggota Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, mengatakan akan membahas penggerebekan tersebut. Tidak tertutup pula kemungkinan bahwa pihaknya akan melaporkan Andre ke MKD.
Menurut Bahrul, penggerebekan itu dilakukan secara tidak cerdas dan tidak manusiawi. Perempuan menjadi korban penipuan karena ada transaksi yang dijanjikan, serta ada indikasi penggerebekan itu sudah direncanakan.
Pada Minggu (26/1/2020), Andre bersama polisi menggerebek N (27), seorang PSK, dan AS (24) selaku mucikari di salah satu hotel di Padang. N merasa dijebak dalam kasus ini.
Melanggar ketentuan
Direktur Institute for Criminal Justice Reform Anggara menilai, penggerebekan yang dilakukan Andre bersama tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Sumatera Barat melanggar ketentuan dalam hukum acara pidana. ”Teknik penjebakan (entrapment) tidak dikenal dalam sistem peradilan pidana. Metode penyelidikan atau penyidikan dengan menggunakan teknik tersebut juga bertentangan dengan hukum acara pidana,” katanya.
Anggara melanjutkan, penjebakan berbeda dengan undercover buy dan control delivery yang ada dalam Undang-Undang Narkotika. Kedua teknik itu hanya digunakan untuk membongkar jaringan kejahatan terorganisasi dan transnasional, seperti narkotika, maka penggunaannya sangat terbatas dan tidak dikenal pada UU yang memuat hukum acara pidana lainnya. Oleh karena itu, menurut dia, perkara yang bermula dari penggerebekan itu tidak bisa dilanjutkan.