Hari Ini Ombudsman Gelar Pleno Bahas Kejanggalan Informasi Perlintasan Harun
Ombudsman Republik Indonesia akan membahas keterlambatan informasi kepulangan Harun Masiku, buronan kasus suap terhadap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, dalam rapat pleno, Senin (3/2/2020).
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman akan membahas keterlambatan informasi kepulangan Harun Masiku, buronan kasus suap terhadap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, dalam rapat pleno, Senin (3/2/2020). Rapat pleno untuk membahas sejauh mana Ombudsman akan mendalami kejanggalan ini.
Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, menyampaikan, setelah menerima informasi dari Ronny Franky Sompie yang saat itu masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Ombudsman akan menindaklanjuti sejauh mana pendalaman yang akan dilakukan. Namun, belum dapat dipastikan kapan hasil pendalaman akan dipublikasikan.
”Proses investigasi, kan, enggak bisa cepat. Jadi ditunggu, sabar. Dalam proses pendalaman itu pasti ada berbagai cara yang akan dilakukan, misalnya mengundang pihak terkait dan mengundang para ahli,” kata Ninik saat dihubungi dari Jakarta.
Menurut Ninik, meski Ronny tidak lagi menjabat Dirjen Imigrasi, kejanggalan atas kejadian ini tidak akan mengganggu proses pendalaman. Ombudsman akan melihat bagaimana keterlambatan informasi bisa terjadi, siapa saja yang harus bertanggung jawab dan bagaimana perbaikan ke depan.
”Itu yang akan kami pikirkan supaya ke depan tidak terulang lagi,” ucapnya.
Atas keterlambatan informasi kepulangan Harun, Ronny F Sompie difungsionalkan menjadi analis imigrasi oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Ronny pun masuk dalam tim independen bentukan Kemenkumham untuk menyelidiki kejanggalan pemberian informasi perlintasan Harun.
Tim independen bentukan Kemenkumham merupakan gabungan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara, serta Badan Reserse Kriminal Polri. Perintah pembentukan tim independen sudah dilakukan sejak 24 Januari.
Anggota Biro Humas Kemenkumham, Ali, menyampaikan, alih tugas Ronny dari struktural sebagai Dirjen Imigrasi menjadi fungsional sebagai analis Imigrasi bertujuan agar Ronny dapat lebih fokus bekerja dalam tim independen. Secara teknik, kerja dari tim independen sudah dimulai sejak diperintahkan oleh Yasonna.
”Beliau (Ronny) langsung bekerja (dalam tim independen setelah diperintahkan oleh Yasonna),” kata Ali.
Ronny belum memberikan keterangan apa pun pasca-alih tugas pada Rabu (28/1) lalu. Posisi Ronny sebagai Dirjen Imigrasi pun sementara dilaksanakan oleh Inspektur Jenderal Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting sebagai Pelaksana Harian Dirjen Imigrasi.
Untuk diketahui, sempat terjadi simpang siur informasi terkait dengan keberadaan Harun. Awalnya, Ronny menyatakan Harun meninggalkan Indonesia menuju Singapura pada 6 Januari.
Tak ada kabar dari Ditjen Imigrasi mengenai kepulangan Harun, Yasonna pun menyatakan Harun belum berada di Indonesia. Baru pada 22 Januari, Ditjen Imigrasi mengubah informasi bahwa Harun telah kembali ke Indonesia sejak 7 Januari, sehari sebelum operasi tangkap tangan KPK terhadap Wahyu Setiawan.
Tak hanya mengalihtugaskan Ronny, Yasonna juga memberhentikan Direktur Sistem dan Teknologi Keimigrasian (Sisdik) Alif Suaidi. Alif dinilai sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keterlambatan sistem informasi imigrasi.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) dari Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menilai, sikap dan keputusan yang dilakukan Yasonna merupakan upaya untuk melempar tanggung jawab. Masyarakat pun semakin tidak percaya kepada institusi negara tentang informasi Harun.
”Menurut saya, Yasonna saat ini berada dalam situasi menyelamatkan diri dengan mengorbankan bawahannya. Bisa juga sebagai cara Yasonna cuci tangan atas informasi sesat yang disampaikannya,” tegas Zaenur.
Untuk itu, Presiden Joko Widodo diminta mengevaluasi Yasonna. Sebab, jika dilihat dari tanggung jawab berjenjang, tidak hanya Ronny yang harus bertanggung jawab, tetapi Yasonna pun demikian.