Perubahan sistem pemilu bukan solusi atas fenomena penggantian calon anggota legislatif yang muncul pada Pemilu Serentak 2019. Sistem pemilu proporsional terbuka dipandang sistem yang memadai memfasilitasi kedaulatan.
Oleh
Rini Kustiasih, Agnes Theodora dan Ingki Rinaldi
·4 menit baca
Kompas
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Jawa Barat berunjuk rasa di kantor Komisi Pemilihan Umum Jabar menuntut pemerintah benahi sistem pemilu, Rabu (22/5/2019).
JAKARTA, KOMPAS – Perubahan sistem pemilu bukanlah solusi atas fenomena penggantian calon anggota legislatif terpilih yang muncul dalam Pemilu Serentak 2019. Sistem pemilu proporsional terbuka dipandang masih merupakan sistem yang memadai untuk memfasilitasi kedaulatan rakyat. Namun, di sisi lain celah atau kelemahan di dalam sistem itu juga harus diatasi dengan sejumlah regulasi.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan di Jakarta, Senin (27/1/2020), perubahan sistem bukanlah solusi untuk mengatasi penggantian calon legislatif (caleg) terpilih. Pembenahan demokratisasi di internal partai menjadi hal yang mendesak dilakukan, dan lebih krusial dibandingkan dengan perubahan sistem.
“Setiap sistem pasti ada kekurangannya, sehingga solusinya bukanlah perubahan sistem pemilu dari proporsional tertutup ke sistem proporsional terbuka. Apapun sistemnya, sepanjang demokratisasi di internal partai tidak dilakukan, hal itu tidak akan membawa perubahan signifikan,” katanya.
“Setiap sistem pasti ada kekurangannya, sehingga solusinya bukanlah perubahan sistem pemilu dari proporsional tertutup ke sistem proporsional terbuka. Apapun sistemnya, sepanjang demokratisasi di internal partai tidak dilakukan, hal itu tidak akan membawa perubahan signifikan”
Pemilu 2019 antara lain ditandai dengan fenomena penggantian caleg terpilih yang dilakukan sejumlah partai politik (parpol) baik di pusat maupun daerah. Di tingkat pusat, upaya penggantian Riezky Aprilia dengan Harun Masiku oleh PDIP berujung pada kasus dugaan suap yang diterima oleh bekas anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Wahyu telah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap untuk memuluskan rencana Harun menggantikan Riezky sebagai caleg terpilih dari daerah pemilihan (dapil) 1 Sumatera Selatan.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan (kiri kedua) didamping anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar (kiri) memimpin sidang pembacaan putusan pendahuluan atas dugaan kecurangan pemilu terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilaporkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin (20/5/2019).
Kasus lainnya, PDIP mengganti caleg terpilih di dapil Kalimantan Barat 1, Alexius Akim yang memiliki perolehan 38.750, dengan Maria Lestari yang mendapat 33.006 suara. Alexius Akim dipecat dari PDI-P, sementara Michael Jeno dengan perolehan suara kedua terbanyak (36.243 suara) mundur. Akhirnya, Maria Lestari mendapat kursi DPR-RI.
Caleg yang batal dilantik juga ditemui di Sulawesi Selatan dan Maluku. Di Sulsel, dua caleg terpilih, yaitu Misriani Ilyas (Gerindra) dan Novianus YL Patanduk (PDIP) batal dilantik karena diberhentikan oleh partai masing-masing. Begitu halnya dengan Wellem Kurnala (PDIP) dan Roby Gaspersz (Gerindra), yang tidak jadi dilantik di Maluku karena diberhentikan partainya.
Fadli mengatakan, pemberhentian caleg terpilih di tengah jalan sama halnya dengan tidak menghargai suara rakyat yang dimanifestasikan di dalam pemilu. Suara rakyat diabaikan, karena caleg yang mendapatkan suara malah diberhentikan.
Untuk menghentikan praktik semacam itu, parpol harus sedari mula menjaring caleg-caleg yang memang potensial terpilih, dan disetujui di dalam mekanisme internal parpol itu sendiri. Demokratisasi internal di dalam parpol harus berjalan, sehingga perekrutan caleg transparan, dan agregasi kepentingan publik oleh parpol berjalan optimal.
"Perubahan sistem pemilu proporsional terbuka dengan sistem pemilu proporsional tertutup sia-sia saja, kalau mesin parpol tidak bekerja. Sistem yang ada sekarang pun, yakni sistem proporsional terbuka sesungguhnya memiliki keunggulan, karena membuat caleg setia pada dua pihak, yakni kepada partai yang mengusungnya, dan di sisi lain juga setia kepada konstituen yang memilihnya,” kata Fadli.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Layar komputer yang menunjukkan grafik laporan yang masuk ke sistem respons cepat Bawaslu. Laporan didapatkan dari pengawas pemilu di seluruh TPS di Indonesia.
Masukkan putusan MA
Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Arif Wibowo mengatakan, partainya mendorong mengembalikan sistem pemilu legislatif dari proporsional terbuka menjadi tertutup. PDIP juga akan memasukkan unsur putusan Mahkamah Agung (MA) ke dalam substansi revisi UU Pemilu. Putusan MA pada Juli 2019 itu menyebut, partai memiliki diskresi untuk mengalihkan suara caleg yang meninggal ke caleg pilihan partai, tidak perlu mengikuti asas proporsional suara kedua terbanyak yang diatur di UU Pemilu saat ini. Putusan MA itu dikeluarkan pada saat PDIP mengajukan uji materi kepada MA terkait dengan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, pihaknya selaku pelaksana UU tidak memiliki kewenangan untuk menyikapi sejumlah usulan untuk kembali pada sistem pemilu proporsional tertutup. Hal itu merupakan kebijakan politik yang ditentukan oleh pembuat UU. “Kami dari segi teknis hanya melaksanakan ketentuan di dalam UU itu,” katanya.
Dari segi teknis pelaksanaan sistem proporsional tertutup memang akan memudahkan kerja-kerja KPU, karena lembaga penyelenggara tidak perlu secara detil menghitung raihan suara caleg. KPU hanya menghitung raihan suara partai. Namun, di sisi lain, menurut Arief, kedekatan antara pemilih dengan caleg bersangkutan yang selama ini terjadi dalam mekanisme proporsional terbuka, kemungkinan tidak akan terjadi lagi.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO (NUT) 25-09-2018
Dari kiri, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, Yuliandri Darwis, Ketua Bawaslu RI, Abhan, Ketua Komisi Pemilihan Umum, Arief Budiman, dan Kepala Bagian Administrasi Pengaduan Etika Pers dan Hukum Dewan Pers, Syariful usai menandatangani keputusan bersama tentang Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Iklan, Pemberitaan dan Penyiaran Kampanye Pemilu 2019 di Media yang digelar di Jakarta, Selasa (25/9/2018). Selain itu Bawaslu juga meluncurkan Indeks Kerawanan pemilu 2019 dan Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa.
“Di sinilah perlu diatur tentang tujuan pemilu kita, sehingga tidak terjadi kebingungan nanti masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya, apakah kepada partai ataukah kepada anggota legislatif”
“Di sinilah perlu diatur tentang tujuan pemilu kita, sehingga tidak terjadi kebingungan nanti masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya, apakah kepada partai ataukah kepada anggota legislatif,” kata Arief.
Dari kacamata Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu, dinamika internal parpol tidak bisa diintervensi. Pemberhentian dan pemecatan peraih suara terbanyak yang kerap terjadi merupakan bagiann dari dinamika di internal parpol.
Sebagai contohnya ialah penggantian Misriani Ilyas (Gerindra) di Sulsel oleh caleg lainnya, yang merupakan akibat dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Demikian pula terpilihnya Mulan Jameela yang berdasarkan atas putusan pengadilan. Dalam dua kasus tersebut, mekanisme internal partai sama-sama berlangsung. “Dalam posisi ini, kami enggak bisa berbuat apa-apa kalau sudah di (ranah) internal partai. Apalagi semua proses sudah dilalui, penetapan (hasil perolehan suara) semua juga sudah kan,” ujar Afifuddin.
Menurut Afifuddin, perbaikan tidak bisa hanya dibebankan pada sisi penyelenggaraan, tetapi juga dari sisi parpol. Saat ini, pemilu di Indonesia lebih fokus pada kandidat, sehingga segala daya diupayakan oleh calon bersangkutan untuk memeroleh kemenangan.
PRAYOGI DWI SULISTYO UNTUK KOMPAS
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berpandangan, wacana pemilihan kepala daerah kembali ke sistem tidak langsung sebagai sebuah pemikiran yang kurang bijak, Selasa (10/4/2018) di Jakarta