Polemik Tragedi Semanggi, Mahfud MD: Jaksa Agung Hanya Mengutip Hasil Rapat Paripurna DPR
Tidak cukup sebatas mengklarifikasi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendorong pemerintah untuk betul-betul menunjukkan keseriusan dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Oleh
I Gusti Agung Bagus Angga Putra
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengklarifikasi pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang menyebut tidak ada pelanggaran hak asasi manusia berat pada peristiwa Semanggi I dan II. Pernyataan yang kemudian menuai protes publik itu disebutnya hanya dikutip dari hasil Rapat Paripurna DPR, 9 Juli 2001, bukan sikap Kejaksaan Agung dan pemerintah.
Mahfud MD menyampaikan hal itu seusai bertemu dengan Burhanuddin di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (22/1/2020). Pertemuan berlangsung tertutup selama 15 menit.
Mahfud menjelaskan, pernyataan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada kasus Semanggi I dan II diucapkan Burhanuddin saat menjawab pertanyaan dari Komisi III DPR dalam rapat kerja yang digelar Kamis (16/1/2020). Namun, saat itu, Burhanuddin hanya mengutip ulang hasil Rapat Paripurna DPR pada 9 Juli 2001 yang melaporkan hasil rekomendasi Panitia Khusus DPR terkait kasus Trisakti dan Semanggi I-II.
Dalam rapat paripurna tersebut, DPR menyatakan, peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat. Dengan demikian, Burhanuddin tidak mengeluarkan pernyataan bahwa Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.
”Tetapi, kalau itu dianggap masih menjadi catatan, Kejaksaan Agung siap menyelesaikan dan siap secara politis nanti dipertemukan oleh DPR bersama Komnas HAM,” kata Mahfud.
Dikonfirmasi secara terpisah, komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan, tidak cukup sebatas mengklarifikasi, pemerintah juga harus menunjukkan keseriusan dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Pasalnya, pernyataan Jaksa Agung dan sikap Kejaksaan Agung yang tak kunjung menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu membuat publik ragu bahwa pemerintah serius menuntaskannya. ”Buktikan secara konkret. Hentikan pernyataan politik, tunjukkan dengan langkah hukum,” ucap Choirul.
Ia mendorong Kejaksaan Agung untuk membentuk tim penyidik dan segera melimpahkan berkas perkara kasus pelanggaran HAM berat masa lalu ke pengadilan.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, menyebutkan, Komisi III berencana menggelar pertemuan dengan Kejaksaan Agung dan Komnas HAM untuk mencari solusi penyelesaian kasus HAM berat masa lalu pada Februari mendatang. ”Pertemuan itu untuk mencari solusi. Termasuk bagaimana sebaiknya mekanisme penyelesaiannya,” ujarnya.
Menurut Nasir, penyelesaian secara yudisial dan nonyudisial bisa dilakukan secara bersamaan. Dalam artian, penyelesaian secara yudisial dilakukan terlebih dahulu, baru setelah itu diselesaikan secara nonyudisial.
Terkait dengan penyelesaian secara yudisial, Nasir menyampaikan, ada beberapa kasus pelanggaran HAM berat yang sudah dilakukan penyelidikan oleh Komnas HAM. Hasil penyelidikannya sudah diserahkan kepada Kejaksaan Agung dan menunggu penyidikan oleh kejaksaan. Namun, dalam perjalanannya, Nasir melihat tidak ada tindak lanjut yang berarti dari kejaksaan.