Mantan Komisaris Utama Jiwasraya Tak Penuhi Panggilan Jaksa
Besok, Kejaksaan Agung akan menjadwalkan ulang saksi-saksi yang tak memenuhi panggilan penyidik dalam kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Jaksa sekaligus akan memutuskan saksi lain yang perlu dipanggil.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Komisaris Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Djonny Wiguna mangkir saat dipanggil Kejaksaan Agung untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi di perusahaan asuransi milik negara itu. Kejaksaan Agung akan menjadwalkan pemanggilan ulang.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Adi Toegarisman di Kompleks Kejagung, Kamis (9/1/2020), menjelaskan, Djonny Wiguna masuk di antara tujuh saksi yang diperiksa hari ini oleh penyidik Kejagung. Namun, Komisaris Utama Jiwasraya sejak 2008 hingga 2018 tersebut tidak hadir.
”Saya belum dapat dari tim mengapa dia tidak datang,” katanya.
Djonny termasuk pula dalam daftar 10 orang yang dicegah ke luar negeri dalam kasus Jiwasraya. Selain Djonny, Hendrisman Rahim yang menjabat Direktur Utama Jiwasraya 2008-2018 juga masuk dalam daftar ini. Hendrisman saat ini sedang menjalani pemeriksaan di Kejagung. Hingga pukul 18.27, ia belum keluar.
Ditambah enam saksi yang diperiksa hari ini, berarti sudah 27 saksi yang diperiksa Kejagung. ”Masih panjang perjalanan kami mengungkap fakta, merumuskan tindak pidananya, dan alat bukti. Besok (Jumat) kami akan menjadwalkan ulang saksi-saksi yang belum datang dan menentukan saksi-saksi baru yang akan dipanggil,” katanya.
Kejagung juga sudah menggeledah 13 kantor terkait kasus ini. Dari penggeledahan, Kejagung menyita sejumlah dokumen dan perangkat komputer berisi data.
”Kami pelajari dulu dengan teliti hasil penggeledahan dokumen itu. Baru nanti diputuskan, apakah akan diteruskan penggeledahan ke kantor lain atau tidak,” katanya lagi.
Pengusutan kasus dugaan korupsi Jiwasraya naik ke tingkat penyidikan sejak 17 Desember 2019 melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor 33/F2/Fd2/12 Tahun 2019. Namun, hingga hari ini, belum ada penetapan tersangka.
Kemarin, dalam jumpa pers bersama Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan, dalam waktu dua bulan, Kejagung akan menetapkan orang-orang yang diduga bersalah dalam kasus ini. Indikasi pidana sangat kuat berdasarkan hasil pemeriksaan sementara dan dokumen-dokumen yang disita saat penggeledahan.
Hasil investigasi BPK pada 2018 menemukan kejahatan korporasi dalam pengelolaan perusahaan yang berakibat pada kerugian secara internal dan kerugian negara. Kejahatan tersebut diduga melibatkan jajaran direksi, general manager, dan pihak lain di luar perusahaan.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna menjelaskan, sejak 2006, laba yang dibukukan Jiwasraya adalah laba semu yang merupakan hasil rekayasa akuntansi (window dressing).
Pada 2017, Jiwasraya membukukan laba Rp 2,4 triliun. Namun, laba tersebut tidak wajar karena terdapat kecurangan pencadangan Rp 7,7 triliun pada laporan keuangan.
Pada tahun berikutnya, Jiwasraya merugi Rp 15,3 triliun. Jiwasraya kembali merugi Rp 13,7 triliun hingga September 2019. Kerugian tersebut terjadi karena kesalahan tata kelola dan sejumlah kecurangan terkait pengelolaan produk simpanan Saving Plan.