Susunan pimpinan utama Polri yang diisi wajah baru perlu menjawab harapan publik agar Polri mampu menyelesaikan sejumlah peristiwa yang belum mampu dirampungkan di era kepemimpinan Jenderal (Purn) Tito Karnavian.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Susunan pimpinan utama Kepolisian Negara RI yang diisi wajah baru, terutama kehadiran Wakil Kepala Polri Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono dan Kepala Bareskrim Polri Irjen Listyo Sigit Prabowo, perlu menjawab harapan publik agar Polri mampu menyelesaikan sejumlah peristiwa yang belum mampu dirampungkan di era kepemimpinan Jenderal (Purn) Tito Karnavian.
Meski begitu, Polri perlu menunjukkan transparansi agar masyarakat bisa mengawal kinerja kepolisian dalam mengungkap kebenaran dalam tiga kasus besar yang menjadi perhatian khalayak.
Adapun tiga kasus yang menjadi perhatian publik ialah peristiwa penyiraman air keras kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, yang terjadi pada April 2017, lalu peristiwa unjuk rasa berujung ricuh yang menyebabkan delapan orang meninggal di Jakarta, Mei 2019, dan kematian empat orang di Jakarta dan dua orang di Kendari, Sulawesi Tenggara, pascaunjuk rasa menolak revisi Undang-Undang KPK, September 2019.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Amiruddin Al Rahab, menyatakan, dalam peristiwa unjuk rasa pada Mei 2019, Polri harus mengungkap pelaku penembakan yang menyebabkan delapan orang tewas.
Selain itu, tambah Amiruddin, Polri juga perlu memberikan titik terang terhadap peristiwa empat orang yang meninggal akibat terkena pukulan di kepala dan dua mahasiswa yang tertembak di Kendari selama unjuk rasa menolak revisi UU KPK.
”Tiga peristiwa itu merupakan tunggakan yang harus dilunasi Polri, terutama Kepala Badan Reserse Kriminal Polri baru. Publik menantikan proses pengungkapan peristiwa itu sebagai bentuk pemenuhan hak-hak korban,” tutur Amiruddin, Senin (23/12/2019), di Jakarta.
Lebih lanjut, Amiruddin menekankan, Polri memiliki persoalan lain yang perlu segera diatasi, yaitu tindakan anggota Polri yang masih terlibat dalam tindak kekerasan dalam menangani aksi massa.
Menurut dia, Polri harus menemukan formula baru dalam menangani aksi massa seiring adanya pola demonstrasi baru yang memadukan aksi damai dengan aksi anarkistis.
Sementara itu, komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, menegaskan, Polri harus mampu menyelesaikan semua tugas yang masih belum dapat diselesaikan pada masa lalu dan masa kini.
Dengan komposisi pimpinan Polri baru, ia berharap seluruh pimpinan utama Polri mampu menujukkan profesionalisme untuk merampungkan enam komitmen kerja yang dicanangkan Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis, salah satunya menyelesaikan kasus yang menjadi perhatian publik.
”Oleh karena itu, seluruh pimpinan utama Polri juga perlu saling mendukung dan menguatkan untuk melaksanakan tugas-tugas Polri itu dengan baik,” kata Poengky.
Secara khusus, untuk penanganan kasus-kasus yang masih belum rampung, seperti kasus Novel, kerusuhan unjuk rasa Mei 2019, dan kerusuhan unjuk rasa menentang revisi UU KPK, Poengky menilai, Kepala Bareskrim Polri Listyo Sigit Prabowo harus membuat inovasi baru untuk meningkatkan profesionalitas dan transparansi unit reserse kriminal Polri.
”Pengawasan terhadap kinerja reskrim berbasis teknologi informasi diharapkan perlu segera direalisasikan, sebab hal itu akan memudahkan masyarakat untuk memantau perkembangan penanganan kasus-kasus itu,” ujar Poengky.
Menangapi berbagai harapan publik itu, Sigit memastikan, penyelesaian kasus Novel menjadi prioritas pada awal masa baktinya sebagai Kepala Bareskrim Polri. Ia pun telah menemui tim teknis kasus Novel yang telah dibentuk pada Agustus 2019.
”Saya akan melakukan konsolidasi dengan tim teknis kasus Novel sehingga secepatnya (hasil penyelidikan) bisa diungkap,” kata Sigit.
Adapun untuk kasus tewasnya dua mahasiswa di Kendari, Polri baru menetapkan salah satu personel kepolisian, yaitu Brigadir AM, sebagai tersangka karena menyebabkan salah satu mahasiswa tewas, yakni Randi. Adapun terkait satu mahasiswa yang tewas, Yusuf, belum diketahui pelakunya.
Sementara itu, untuk kasus kerusuhan Mei, Polri telah membentuk tim pencari fakta. Namun, hingga saat ini tim tersebut belum menyampaikan hasil investigasi terkait penyebab adanya 10 orang tewas, yang 8 di antaranya disebabkan luka tembak.