PP Muhammadiyah mendesak Pemerintah Indonesia agar lebih tegas menyikapi isu kebebasan beribadah Muslim Uighur di Xinjiang, China. Indonesia perlu berperan lebih aktif untuk menggalang dukungan.
Oleh
Elsa Emiria Leba
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Organisasi masyarakat Islam di Indonesia sudah memberikan masukan kepada Pemerintah China terkait perlindungan kebebasan beribadah bagi Muslim Uighur di Xinjiang, China. Sementara Pemerintah Indonesia juga didesak lebih aktif berperan menangani dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Uighur.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (16/12/2019), mengatakan, PP Muhammadiyah mendesak Pemerintah Indonesia agar lebih tegas menyikapi isu pelanggaran HAM di Xinjiang itu. Indonesia perlu berperan lebih aktif untuk menggalang dukungan.
”Indonesia hendaknya lebih aktif menggunakan peran sebagai anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menggalang diplomasi yang menghentikan pelanggaran HAM di Xinjiang dan beberapa negara lain,” kata Mu’ti saat membacakan pernyataan sikap PP Muhammadiyah.
Mu’ti melanjutkan, khusus negara-negara anggota OKI dapat menggelar sidang khusus untuk mengambil langkah-langkah lebih konkret menyikapi masalah di Xinjiang. Adapun PBB diharapkan dapat mengeluarkan resolusi terkait dengan pelanggaran HAM terhadap masyarakat Uighur serta umat Islam lainnya di Myanmar, Palestina, Suriah, Yaman, dan India.
Sementara itu, terkait dengan pemberitaan The Wall Street Journal (WSJ), edisi 11 Desember 2019, yang menuding melunaknya sikap sejumlah ormas Islam Indonesia terhadap pelanggaran HAM di Xinjiang setelah berkunjung pada awal 2019, Muhammadiyah menyampaikan bantahan. Tudingan itu sebelumnya disampaikan lewat artikelnya, ”How China Persuaded One Muslim Nation to Keep Silent on Xinjiang Camps”.
”Pemberitaan itu sangat tidak berdasar dan kami mendesak WSJ meralat beritanya serta meminta maaf. Muhammadiyah tidak pernah menerima donasi dalam bentuk apa pun dari China. Kami senantiasa bersikap tegas terhadap pelanggaran HAM oleh siapa pun dan di mana pun,” kata Mu’ti.
Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Buya Anwar Abbas menyatakan hal senada. Menurut Buya, tuduhan bahwa ormas Islam di Indonesia tak bersikap merupakan tuduhan yang tak beralasan. ”Selama Pemerintah China tak bisa menghormati hak-hak beragama rakyat Uighur, MUI akan tetap bersuara lantang,” ujar Buya, seperti dikutip dalam siaran pers MUI.
Wartawan dari sejumlah media di Indonesia dan ormas Islam, seperti Muhammadiyah, MUI, dan Nahdlatul Ulama (NU), berkunjung ke Daerah Otonom Khusus Xinjiang pada 17-24 Februari 2019. Dalam kesempatan itu, mereka mengunjungi pusat pelatihan dan vokasi bagi warga Xinjiang serta berdiskusi dengan perwakilan Asosiasi Islam China (CIA).
Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI Muhyiddin Djunaidi mengakui, dalam kunjungan yang diikuti 18 orang dari ormas dan media itu, terdapat sejumlah pembatasan akses yang memunculkan kecurigaan. Salah satunya, larangan bagi peserta berkeliaran di luar jadwal dan di luar dalam pengawasan pihak pengundang.