Pemerintah Berkomitmen Penuhi Kompensasi Korban Terorisme
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat, masih ada sekitar 800 korban terorisme yang belum mendapat kompensasi dari pemerintah. Total biaya kompensasi yang diperlukan Rp 70 miliar-Rp 75 miliar.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berkomitmen memenuhi hak-hak korban terorisme dengan memberikan kompensasi kepada para korban. Berdasarkan catatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, masih ada sekitar 800 korban yang perlu mendapat kompensasi dari pemerintah sejak kasus Bom Bali I.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, sejak ada Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, korban tindak pidana terorisme berhak mengajukan kompensasi atau ganti rugi kepada negara. Aturan ini berlaku reproaktif sehingga korban terorisme sebelum 2018 bisa juga mendapat kompensasi.
”Biasanya undang-undang berlaku proaktif, yaitu berlaku setelah undang-undang itu ditetapkan. Namun, karena pemerintah memiliki tanggung jawab moral, undang-undang ini bisa berlaku reproaktif dan korban terorisme sebelum 2018 bisa mengajukan kompensasi,” tutur Mahfud seusai acara penyerahan kompensasi kepada empat korban terorisme di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Sejak ada UU No 5/2018, korban tindak pidana terorisme berhak mengajukan kompensasi atau ganti rugi kepada negara. Aturan ini berlaku reproaktif sehingga korban terorisme sebelum 2018 bisa juga mendapat kompensasi.
Kemudian, Andras Dwi Anggoro yang mendapat kompensasi atas peristiwa terorisme di Pasar Blimbing, Lamongan, pada 2018. Total kompensasi yang diberikan pemerintah kali ini sekitar Rp 450 juta.
Mahfud mengemukakan, berdasarkan laporan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), masih ada sekitar 800 korban terorisme yang belum mendapat kompensasi dari pemerintah. Total biaya kompensasi yang diperlukan Rp 70 miliar-Rp 75 miliar.
”Kompensasi ini diberikan kepada korban terorisme berdasarkan putusan pengadilan bahwa yang bersangkutan telah menjadi korban pada suatu peristiwa. Nantinya, LPSK menghitung besaran biaya yang akan diterima setiap korban,” katanya.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, saat ini sudah ada 50 korban terorisme yang mendapat kompensasi senilai total sekitar Rp 4 miliar. ”Tak hanya kompensasi, UU No 5/2018 juga mengatur, korban terorisme juga berhak mendapat bantuan medis, rehabilitasi psikologis dan psikososial,” ujarnya.
Hasto menegaskan, perlu ada juga revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban agar proses hukum bagi korban menjadi lebih mudah. Ia berharap, nantinya pemerintah bisa melaksanakan komitmen untuk memenuhi hak korban.
Perlu ada juga revisi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban agar proses hukum bagi korban menjadi lebih mudah.
Sementara itu, Angga yang merupakan anggota Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Barat mengatakan telah mendapat pemulihan fisik dan mental setelah kejadian teror yang dialaminya. Polisi berpangkat brigadir itu berharap pemerintah bisa memperkuat antisipasi terorisme.
”Kami sebagai anggota kepolisian kerap menjadi sasaran teroris. Kami sadar, ini risiko sebagai pengemban tugas. Setelah kejadian, kami harus tetap bersyukur karena pada saat kami menjadi korban, kami telah mendapat banyak perhatian,” tuturnya.