Niat Tsamara Amany dan Faldo Maldini Maju di Pilkada Kandas
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menolak menurunkan batas usia minimal bagi calon kepala/wakil kepala daerah di pemilihan kepala daerah. Keberadaan syarat usia dinilai kewenangan dari pembentuk undang-undang.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Niat politisi muda Partai Solidaritas Indonesia, Tsamara Amany dan Faldo Maldini, untuk maju di Pemilihan Gubernur Sumatera Barat dan DKI Jakarta, kandas setelah Mahkamah Konstitusi menolak mengubah batas usia minimal bagi calon kepala/wakil kepala daerah. Mahkamah menilai, tak ada persoalan konstitusional dalam batas usia tersebut.
”Perihal batas usia tidak terdapat persoalan konstitusional. Sebab, menurut Mahkamah, hal itu sepenuhnya merupakan kewenangan pembentuk undang-undang,” kata Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Gede Palguna saat membacakan pertimbangan hakim dalam sidang putusan nomor 58/PUU-XVII/2019, di Gedung MK, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Putusan merupakan jawaban atas permohonan uji materi terhadap Pasal 7 Ayat 2 Huruf e dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Pasal itu mengatur syarat untuk menjadi calon gubernur/wakil gubernur harus berusia minimal 30 tahun dan harus minimal 25 tahun untuk calon bupati/wakil bupati ataupun calon wali kota/wakil wali kota.
Uji materi diajukan oleh empat politisi dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang ingin maju dalam pilkada, tetapi terkendala syarat batas usia. Mereka memohon agar batas usia diubah dan diturunkan menjadi minimal 21 tahun dan berlaku untuk semua calon kepala/wakil kepala daerah.
Keempat pemohon itu ialah Faldo Maldini, Tsamara Amany, dan Dara Adinda Kesuma Nasution dari PSI serta Cakra Yudi Putra dari PKPI.
Faldo tak mungkin bisa memenuhi syarat batas usia untuk maju di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Barat 2020 karena saat tanggal penetapan calon pilgub, dia masih berusia 29 tahun. Begitu pula Tsamara dan Yudi yang berkeinginan maju di Pilgub DKI Jakarta 2024. Pada tahun 2024, usia keduanya baru 28 tahun.
Adapun Dara tak mungkin lolos syarat batas usia untuk bisa maju di Pemilihan Wali Kota/Wakil Wali Kota Pematang Siantar 2020 karena saat tanggal penetapan calon, usianya masih 24 tahun.
Selain syarat usia merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, Mahkamah juga berpendapat, tidak ada alasan fundamental dalam perkembangan ketatanegaraan yang membuat syarat usia harus diubah.
Mahkamah juga berpendapat, dalil pemohon yang membandingkan batas usia calon kepala daerah di UU Pilkada dengan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur hal serupa tidak beralasan.
Pemohon mendalilkan batas usia di UU Pilkada tidak sesuai dengan batas usia bakal calon anggota legislatif dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yaitu 21 tahun, dan batas usia seseorang yang dianggap dewasa dalam Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah setelah 21 tahun.
Selain itu, Mahkamah menilai, tidak beralasan menurut hukum dalil para pemohon yang menyatakan Pasal 21 Ayat (1) dan Ayat (2) Universal Declaration of Human Rights serta Pasal 25 dan Pasal 26 UU No 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights memberikan hak konstitusional bagi para pemohon untuk diperlakukan sama dalam pemerintahan negara.
Dengan demikian, batas usia 30 tahun bagi calon kepala daerah dalam UU Pilkada justru merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sipil dan politik rakyatnya.
”Tidak beralasan menurut hukum sebab pemenuhan hak atas persamaan perlakuan di hadapan hukum dan pemerintahan, yang dijamin oleh konstitusi, dalam hubungannya dengan pengisian jabatan tertentu, bukan berarti meniadakan persyaratan atau pembatasan-pembatasan yang secara rasional memang dibutuhkan oleh jabatan itu,” kata I Gede Palguna.
Pembatasan demikian justru dinilai sejalan dengan Pasal 28 UUD 1945.
Sekalipun permohonan ditolak oleh MK, para pemohon tetap menghormatinya. ”Kami hormati keputusan MK, tapi sejujurnya kami sedih dan menganggap bahwa ini merupakan kekalahan bagi anak-anak muda Indonesia,” ucap Tsamara seusai pembacaan putusan MK.
Menurut dia, pembatasan usia untuk maju dalam pilkada sangat tidak rasional. Dia pun membandingkan syarat minimal seseorang untuk bisa menjadi anggota DPR, yakni 21 tahun.
”Tugas menjadi kepala daerah dan tugas untuk menjadi wakil rakyat sama-sama berat. Namun, mengapa ada perbedaan persyaratan batas usia?” tanyanya.
Dengan putusan MK itu, dia kembali menekankan bahwa mimpi anak-anak muda yang ingin membangun daerahnya telah pupus karena tak bisa maju dalam pilkada. Padahal, Indonesia akan menghadapi bonus demografi sehingga pintu bagi pemimpin muda seharusnya dibuka lebar.
Adapun Dara berharap pembentuk undang-undang, yaitu pemerintah dan DPR, mau merevisi UU Pilkada dan mengubah syarat batas usia. Ini karena MK menilai syarat usia itu merupakan kewenangan pembentuk undang-undang. ”Kami hanya bisa berharap kepada anak-anak muda di DPR bisa mendorong para anggota Dewan lainnya untuk merevisi UU Pilkada,” ucapnya.