DPR Ingin Revisi UU ASN, Menteri Tjahjo: UU ASN Sudah Komprehensif
DPR kembali berniat untuk merevisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara. Niat yang sebelumnya telah diupayakan oleh DPR periode 2014-2019. Revisi salah satunya untuk mengangkat tenaga honorer menjadi pegawai negeri sipil.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
PEMERINTAH PROVINSI BANTEN
Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy (kiri) bersalaman dengan aparatur sipil negara di sela upacara Hari Kesadaran Nasional di Serang, Banten, Senin (17/6/2019).
JAKARTA, KOMPAS — DPR kembali berniat merevisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara. Revisi undang-undang itu pun sudah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2020 sehingga terbuka peluang revisi dilakukan tahun depan. Namun, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menilai undang-undang yang ada sudah komprehensif.
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) masuk di antara 50 rancangan undang-undang (RUU) di daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 atas usul Dewan Perwakilan Rakyat. Daftar itu telah disepakati dalam rapat kerja antara Badan Legislasi DPR, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Kamis (5/12/2019).
Dengan masuk dalam Prolegnas 2020, terbuka peluang revisi dilakukan tahun depan. Untuk diketahui, niat merevisi bukan kali ini saja. Pada DPR periode 2014-2019, revisi juga selalu masuk dalam prolegnas tahunan. Namun, saat itu pemerintah tak kunjung menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) terhadap revisi yang diajukan DPR tersebut ke DPR.
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung dihubungi dari Jakarta, Senin (9/12/2019), mengatakan, substansi utama dari revisi UU ASN masih sama, yaitu terkait pengangkatan tenaga honorer menjadi pegawai negeri sipil. Ini menyusul banyaknya honorer yang tak kunjung menjadi pegawai negeri sipil (PNS) meski sudah bekerja dengan pemerintah selama puluhan tahun.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung (tengah).
Di luar itu, revisi UU ASN diarahkan untuk mendorong kerja ASN yang semakin profesional, akuntabel, dan bersih dari praktik korupsi. Revisi juga ditujukan untuk memperkuat program pemangkasan struktur eselon yang dikemukakan Presiden Joko Widodo sejak pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2019.
”Revisi UU itu juga sekaligus merespons gagasan Presiden Joko Widodo tentang perampingan eselon. Kami ingin UU itu nanti bisa menjadi dasar struktur birokrasi yang efektif, efisien, minim struktur tetapi kaya fungsi,” kata Doli.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Arif Wibowo menambahkan, revisi juga dibutuhkan untuk memperkuat sistem merit. Sistem merit yang salah satunya mengandalkan penerapan sistem rekrutmen terbuka dalam pengisian jabatan-jabatan struktural di pemerintahan harus lebih jelas komponen penilainya.
Penyempurnaan KASN
Hal lain yang juga penting, menyempurnakan peran Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Mengacu pada Pasal 31 UU ASN, lembaga itu bertugas menjaga netralitas ASN, mengawasi dan membina profesi ASN, serta melaporkan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan manajemen ASN kepada Presiden.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P Arif Wibowo
Akan tetapi, kerja KASN selama ini masih mengandalkan laporan, terutama dari pejabat pembina kepegawaian (PPK) di setiap instansi pemerintah. Hal itu menjadi salah satu kelemahan KASN. Lembaga ini dinilai tak bertaji untuk melaksanakan tugasnya.
”Penyempurnaan yang dimaksud itu salah satunya membuat KASN lebih aktif karena selama ini, kan, pasif. Selanjutnya, merumuskan mekanisme yang bisa membuat kerja KASN lebih efektif,” kata Arif.
Ide tersebut berubah dari yang tertera di draf awal revisi UU ASN yang dibuat oleh DPR periode 2014-2019. Di draf tersebut, KASN diusulkan untuk dibubarkan. Alasannya, keberadaan KASN tidak efektif karena sudah ada lembaga pemerintah lain yang bertugas mengawasi birokrasi.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo menghormati niat DPR yang masih ingin merevisi UU ASN.
DOKUMENTASI HUMAS KOMISI ASN
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mengadakan kampanye publik untuk mengingatkan ASN agar tetap netral pada Pemilu 2019 dan mendorong partisipasi masyarakat mengawasi netralitas ASN di Jakarta, Minggu (10/3/2019).
Meski demikian, pandangan pemerintah berbeda dengan DPR. ”Dari pandangan Kemenpan dan RB, juga hasil diskusi saya dengan eselon I dan II, UU yang ada sudah komprehensif. (Kami) belum tahu usulan perubahan atau penambahan yang akan diusulkan pihak DPR,” kata Tjahjo.
Dari pandangan Kemenpan dan RB, juga hasil diskusi saya dengan eselon I dan II, UU yang ada sudah komprehensif.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng mempertanyakan niat DPR yang berulang kali ingin merevisi UU ASN untuk mengangkat tenaga honorer. Padahal, semestinya pengangkatan tenaga honorer cukup dengan mekanisme seleksi, seperti halnya masyarakat umum yang ingin menjadi PNS.
Mekanisme seleksi itu penting untuk memastikan siapa pun yang menjadi PNS betul-betul memiliki kapasitas. Kapasitas tersebut harus diutamakan agar birokrasi ke depan berkualitas sehingga mampu lebih optimal melayani publik dan meningkatkan daya saing pemerintah di tengah kontestasi global yang kian ketat.
Meski demikian, ia mengapresiasi wacana DPR untuk menyempurnakan peran KASN. ”Konsep itu perlu diperkuat dengan penguatan struktur kelembagaan dan memastikan daya ikat rekomendasi KASN,” ujar Robert.