Kemendagri Wacanakan ASN Maju Pilkada Tak Harus Mundur
Kementerian Dalam Negeri mewacanakan aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan anggota DPR/DPRD/DPD untuk tidak lagi harus mengundurkan diri ketika mencalonkan diri dan selama menjabat sebagai kepala daerah
Oleh
Ingki Rinaldi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Dalam Negeri membuka kemungkinan bagi aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan anggota DPR/DPRD/DPD untuk tidak lagi harus mengundurkan diri ketika mencalonkan diri dan selama menjabat sebagai kepala daerah. Rencana ini dinilai sebagian kalangan menjauhi semangat untuk menghindari konflik kepentingan dalam menjalankan jabatan publik.
Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD Kementerian Dalam Negeri Budi Santosa, Jumat (1/11/2019) di Jakarta, mengatakan bahwa calon kepala daerah dari unsur TNI/Polri dan ASN diwacanakan untuk hanya mengambil cuti di luar tanggungan negara. Bahkan jika kemudian terpilih, individu bersangkutan juga diusulkan untuk tidak perlu berhenti.
“Lima tahun jadi kepala daerah, kalau sudah habis (masa jabatan namun) belum usia pensiun, balik lagi (sebagai ASN dan TNI/Polri),” ujar Budi.
Sedangkan bagi anggota DPR/DPD/DPRD diusulkan baru mengundurkan diri setelah terpilih dan diambil sumpahnya. Selanjutnya, anggota parlemen bersangkutan akan digantikan oleh anggota lain dalam partainya lewat mekanisme pergantian antar waktu.
“ASN, TNI/POlri kita desain untuk cuti di luar tanggungan negara. Mimpi kita seperti itu, setelah masa jabatan, balik lagi,” sebut Budi.
Wacana ini akan digulirkan dalam pembahasan revisi UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada. Hal ini akan disertakan berikut sejumlah hal lain terkait pencalonan, masa kampanye, nomenklatur Badan Pengawas Pemilu, masa aktif cuti bagi calon petahana, pengelompokan dan keserentakan pilkada, serta anggaran penyelenggaraan pilkada.
Saat ini, calon kepala daerah dengan latar belakang ASN, TNI/Polri, dan DPR/DPD/DPRD diharuskan mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan kepala daerah. Aturan ini tercantum dalam Pasal 7 Ayat 2 Huruf S dan T Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada. Selain itu, hal itu merujuk pula pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XII/2015.
Budi menambahkan, salah satu alasan mengapa usulan tersebut akan didorong untuk dibahas adalah relatif rendahnya kualitas calon kepala daerah yang turut berkontestasi selama beberapa tahun terakhir. Bahkan ada kecenderungan lestarinya praktik dinasti politik di sejumlah daerah.
Pada sisi lain, sejumlah ASN maupun anggota TNI/Polri hingga anggota parlemen yang dinilai memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam pemerintahan cenderung tidak mau mengikuti kontestasi tersebut. Syarat untuk mengundurkan diri menjadi penyebab terbesar karena memang tidak ada jaminan pasti menang dalam pertarungan politik memerebutkan kursi kepala daerah.
Langkah Mundur
Peneliti Kode Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana mengatakan niatan itu tidak sesuai dengan semangat yang diusung Putusan MK Nomor 33/PUU-XII/2015. Terkait kemungkinan bagi calon kepala daerah yang terpilih untuk tetap memertahankan status sebagai ASN atau anggota TNI/Polri selama menjabat, bahkan dinilai Ihsan sebagai hal yang lebih tidak masuk akal.
“Tujuan utama dari (aturan) pengunduran diri itu kan supaya konflik kepentingan tidak terjadi ketika ASN (dan anggota) TNI/Polri sebagai kepala daerah,” sebut Ihsan.
Menurut Ihsan, sekalipun cuti di luar tanggungan negara, dikhawatirkan fokus untuk memimpin daerah tidak akan maksimal. Ia menegaskan, Kemendagri mestinya patuh pada putusan MK terkait hal itu.
Jika memang usulan tersebut diakomodir dalam revisi UU Pilkada, Ihsan menilai hal itu akan jadi preseden buruk terhadap kepatuhan putusan lembaga kehakiman, dalam hal ini MK. Selain itu, bertentangan dengan semangat untuk mememastikan agar kepala daerah fokus pada tugas-tugasnya.