SUKABUMI, KOMPAS - Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi masih menyisakan persoalan, salah satunya terkait usia pimpinan KPK. Perubahan usia minimal pimpinan KPK di dalam UU No 19/2019 dikhawatirkan menimbulkan persoalan karena tidak ada aturan peralihan yang mengatur dampak perubahan itu terhadap pimpinan KPK periode 2019-2023 yang sudah terpilih.
Oleh karena itu, diperlukan solusi untuk mengatasi persoalan itu guna memberikan kepastian hukum sekaligus mencegah adanya persoalan di kemudian hari.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK masih dinilai menjadi jalan keluar untuk mengubah sejumlah substansi yang bermasalah di UU No 19/2019. Sebab, selain terkait perubahan usia, juga ada pengaturan lain di UU No 19/2019 yang bisa dianggap bermasalah.
Ketua KPK Agus Rahardjo di Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (25/10/2019), menyampaikan harapannya agar Perppu KPK tetap dipertimbangkan sebagai solusi agar kinerja KPK tak terganggu.
”Tentu, undang-undang yang baru ini akan berpengaruh terhadap KPK, tetapi bisa saja kemudian KPK lebih mahir dalam penyelidikannya sehingga yang dibongkar hanya kasus-kasus yang ’besar’,” ujar Agus.
Usia pimpinan
Dalam Pasal 29 Huruf e UU No 19/2019 disebutkan, untuk dapat diangkat sebagai pimpinan KPK, harus memenuhi persyaratan berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan.
Adapun dalam pengaturan Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang masih berlaku saat seleksi pimpinan KPK 2019-2023, syarat usia sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 Huruf e ialah berumur sekurang-kurangnya 40 tahun dan setinggi-tingginya 65 tahun pada proses pemilihan.
Di antara lima unsur pimpinan KPK 2019-2023 yang sudah terpilih, ada seorang yang belum berusia 50 tahun, yakni Nurul Ghufron yang masih berusia 45 tahun. Adapun pelantikan pimpinan KPK yang baru akan berlangsung pada Desember 2019.
Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari menyampaikan, tidak terdapat pasal peralihan dalam UU KPK hasil perubahan yang mengatur bahwa proses seleksi yang sudah dilakukan beberapa waktu lalu tetap sah. Dia khawatir, hal ini bisa berakibat cacat hukum.
Saat dihubungi secara terpisah, Nurul Ghufron tidak mau berkomentar lebih jauh. Menurut dia, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat lebih memahami penyelesaian terbaik dari persoalan ini, yakni tidak merugikan dirinya dan juga tidak menimbulkan persoalan baru.