JAKARTA, KOMPAS — Profesionalisme petugas lembaga pemasyarakatan menjadi kunci optimalisasi pengamanan di lapas dengan pengamanan supermaksimum. Tanpa pelatihan memadai, petugas tidak akan mampu melakukan intervensi jika terjadi kejadian luar biasa, terutama karena lapas khusus itu menampung pelaku kejahatan luar biasa.
Pada Kamis (22/8/2019), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly meresmikan Lapas Khusus Kelas II A Karanganyar yang terletak di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah. Lapas yang terletak sekitar 25 kilometer dari Dermaga Sodong, Nusakambangan, itu difungsikan untuk menampung pelaku kejahatan luar biasa yang berbahaya.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Sri Puguh Budi Utami mengatakan, napi berisiko tinggi yang ditempatkan dalam lapas dengan pengamanan supermaksimum itu ialah napi yang berpotensi membahayakan diri dan lingkungannya. Penilaian khusus dilakukan untuk mengelompokkan napi mana saja yang berisiko tinggi untuk membahayakan diri dan lingkungannya. Di dalam lapas itu, setiap napi ditempatkan di dalam satu sel khusus. Satu sel hanya disi oleh satu napi.
Napi berisiko tinggi yang ditempatkan dalam lapas dengan pengamanan supermaksimum itu ialah napi yang berpotensi membahayakan diri dan lingkungannya
Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Ade Kusmanto, Jumat (23/8/2019), di Jakarta, mengatakan, lapas yang baru diresmikan itu merupakan salah satu lapas dengan fasilitas paling canggih di Indonesia. Lapas Karanganyar menerapkan sejumlah teknologi canggih, antara lain, penggunaan kamera pengenal wajah, pintu otomatis, ruang pengawasan sepanjang 24 jam, alat pengacak sinyal, pagar kejut atau elektrik, dan alat perekam di setiap kamar.
Lapas Karanganyar terdiri atas 3 bagian kelompok bangunan, yakni zona gedung perkantoran, zona bangunan teknis, dan zona utama hunian napi. Lapas itu dibangun di areal 30 hektar dengan luas bangunan 25 hektar dan memiliki 7 blok hunian dengan kapasitas 712 napi risiko tinggi.
”Tidak hanya fokus pada pemanfaatan teknologi saja, petugas pemasyarakatan yang ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Karanganyar Nusakambangan juga merupakan para petugas pemasyarakatan khusus yang terlatih. Mereka memiliki kompetensi serta kemampuan sesuai standar yang telah ditetapkan melalui tahapan seleksi dan penilaian oleh Ditjen Pemasyarakatan,” kata Utami.
Perilaku petugas
Direktur Program Center for Detention Studies (CDS) Gatot Goei mengatakan, pembangunan lapas supermaximum security di satu sisi bisa menjawab kebutuhan akan lapas dengan pengamanan superketat untuk pelaku kejahatan berat. Namun, di samping segala fasilitas canggih yang melengkapi lapas, profesionalisme petugas tetap menjadi kunci. Sebab, tidak jarang pengamanan lapas justru menjadi tidak optimal karena ulah oknum petugas nakal dan tidak berintegritas.
”Kuncinya sekarang ada pada kualitas petugas. Petugas sebaiknya dilatih standar pengamanan dan harus pula memiliki kemampuan untuk melakukan intervensi. Petugas yang berlatar belakang psikolog bisa bekerja sama dengan tenaga psikolog atau psikiater untuk mendorong intervensi terhadap napi berisiko tinggi,” katanya.
Dalam pelaksanaan tugasnya, petugas juga harus diawasi secara khusus untuk menjamin prosedur keamanan diawasi sebagaimana mestinya. Petugas juga dinilai perlu memperoleh konseling secara berkala untuk menghindari dampak paparan paham-paham yang ekstrem dan pengaruh lain dari napi.
Gatot berpendapat, lapas dengan pengamanan supermaksimum untuk sementara bisa menjadi solusi mencegah napi berisiko tinggi bercampur dengan napi lainnya. Pemisahan ini diharapkan bisa mencegah terjadinya pengulangan kejahatan dan pemberontakan dari dalam lapas.
”Tipikal narapidana berbahaya adalah mengulangi perbuatannya dan bisa juga menyerang petugas atau mengendalikan (penjara) dari dalam. Oleh karena itu, perlu ada pemisahan dan pembatasan komunikasi,” kata Gatot.
Petugas bisa menjadi salah satu jembatan bagi napi untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia luar. Oleh karena itu, profesionalisme petugas menjadi kunci.
”Petugas memainkan kunci penting untuk melakukan intervensi jika terjadi kendala teknologi. Petugas juga berperan meredam potensi risiko tinggi napi, dan sekaligus membantu napi untuk menyadari perbuatannya,” katanya.
Yasonna dalam keterangan resminya menyebutkan, pembangunan lapas khusus Karanganyar adalah sebuah pembaharuan dalam upaya penanganan napi risiko tinggi di Indonesia. Hal ini sejalan dengan konsep revitalisasi penyelenggaraan pemasyarakatan di mana napi ditempatkan berdasarkan jenis dan tingkat risikonya.
Ia berharap, pembangunan Lapas Khusus Karanganyar dapat menjadi jawaban dari berbagai polemik yang akhir-akhir ini membuat publik skeptis terhadap praktik penyelenggaraan pemasyarakatan.