Pengembangan Inteligensi SDM Kunci Lepas dari Perangkap Negara Menengah
Pengembangan sumber daya manusia dengan fokus pada peningkatan kualitas inteligensi perlu diterapkan untuk menghadapi sejumlah masalah pembangunan hingga Indonesia berusia 100 tahun pada 2045
Oleh
Ingki Rinaldi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pengembangan sumber daya manusia dengan fokus pada peningkatan kualitas inteligensi perlu diterapkan untuk menghadapi sejumlah masalah pembangunan hingga Indonesia berusia 100 tahun pada 2045. Strategi ini juga bisa menjadi kunci penting dalam upaya membawa Indonesia keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah-bawah.
Indonesia terjebak dalam perangkap negara kategori pendapatan menengah-bawah (lower-middle income) sejak 1985. Negara dalam kategori itu memiliki kisaran pendapatan per kapita antara 2.000 dollar Amerika Serikat hingga 7.250 dollar AS. Adapun, berdasar data Badan Pusat Statistik tahun 2018, pendapatan per kapita Indonesia ialah 3.927 dollar AS.
Untuk keluar dari kondisi itu, menurut Prof (emeritus) Emil Salim, upaya habis-habisan mesti diarahkan untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) di periode "jendela peluang" bonus demografi pada 2020-2035. Upaya itu bisa membawa Indonesia tinggal landas menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045.
“(Kebijakan harus) Habis-habisan pada pembangunan kualitas SDM. Itu didahulukan di atas segala-galanya,” kata Emil dalam pidato ekonomi politik berjudul “Tanggung Jawab Intelektuil Menuju Lepas Landas” yang disampaikan dalam perayaan ulang tahun ke-48 Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) di Jakarta, Senin (19/8/2019).
Selain Emil, hadir pula sejumlah tokoh seperti Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008 Jimly Asshiddiqie; Ketua Perhimpunan Indonesia untuk Pembinaan Pengetahuan Ekonomi dan Sosial (Bineksos) Ismid Hadad; Direktur LP3ES Fajar Nursahid; dan Ketua Dewan Pengurus LP3ES Prof. Didik J. Rachbini.
Kekuatan inteligensi
Emil menekankan, perkembangan geopolitik termutakhir, dengan dominasi Amerika Serikat dan China, juga mesti membuat Indonesia sadar inilah saatnya melawan dengan kekuatan inteligensi alih-alih berfokus pada pembangunan fisik. Akan tetapi Emil juga menyebutkan relatif sulitnya meyakinkan sebagian pihak mengenai hal tersebut.
“Alangkah sulitnya membuktikan bahwa otak adalah key for development (kunci untuk pembangunan),” sebut Emil.
Emil memaparkan, jumlah penduduk di rentang usia 15-64 tahun dan dengan demikian masuk kategori usia produktif, pada 2015 sebanyak 67,73 persen dari populasi. Jumlah itu meningkat jadi 67,7 persen pada 2020. Namun, hal ini berhadapan dengan tantangan kualitas SDM di kelompok usia itu pada saat ini relatif buruk.
Sementara itu, Jimly Asshiddiqie menyampaikan, tetap harus ada sekelompok orang yang berpikir alternatif terhadap realitas yang ada. “Karena kelaziman (berpikir) kadang sama dengan kezaliman,” ujar Jimly dalam ceramahnya.
Direktur LP3ES Fajar Nursahid juga menegaskan bahwa di usia ke-48, LP3ES tetap fokus dengan semangat untuk menjadi think tank pemikiran alternatif dalam pembangunan bangsa.