Mereka Ada Juga yang Jadi Korban
Di antara para korban kerusuhan 21-22 Mei yang dirawat di rumah sakit, juga ada personel Polri. Mereka terluka ketika mengamankan wilayahnya saat kerusuhan terjadi.
Bagi Kepala Subdatasemen Kimia, Biologi, dan Radio Aktif (KBR) Brigade Mobil Polri Ajun Komisaris Polisi (AKP) Ibrahim Sadjab, Rabu (22/5/2019) dini hari, menjadi momen yang tidak akan hilang dari ingatannya. Ia bersama 50 rekannya bertugas menjaga asrama Brimob di wilayah Petamburan, Jakarta, ketika sejumlah personel Brimob Polri ditugaskan mengamankan aksi massa di kantor Bawaslu.
Seiring telah usainya demonstrasi terkait hasil Pemilu 2019, sekitar pukul 22.00, Ibrahim bersama rekan-rekannya tidak pernah membayangkan ada ratusan massa yang akan menyerang asrama Brimob itu. Ibrahim menuturkan, sekitar pukul 02.00 serangan mulai terjadi di depan asarama Brimob yang mengakibatkan sejumlah kios rusak dan beberapa kendaraan yang terparkir tepat di depan Jalan KS Tubun terbakar.
Batu berukuran besar, bom molotov, hingga kaca dilemparkan ke arah Ibrahim dan rekan-rekannya, sehingga mereka harus berlindung dibalik mobil-mobil yang terbakar. Hanya beberapa di antara mereka yang dibekali gas air mata untuk meredam serangan dari para perusuh itu. Bahkan, mereka juga telah mengimbau perusuh untuk tidak melakukan tindakan anarkistis, tetapi hal itu diabaikan.
“Kita diperintahkan agar mereka tidak sampai masuk (asrama). Tidak ada ceritanya markas Brimob dimasuki,” ujar Ibrahim yang ditemui, Rabu (29/5/2019), di salah satu ruang rawat inap di Rumah Sakit Polri R Said Sukanto, Jakarta. Ibrahim merupakan tiga anggota Polri tersisa yang masih menjalani perawatan setelah satu pekan aksi kerusuhan itu.
Dengan menggunakan pakaian perawatan berwarna merah muda, tangan kanan Ibrahim masih harus dipasangi penyangga. Hal itu disebabkan ia mengalami dislokasi bahu.
Ia menceritakan, dirinya dan 50 anggota Brimob yang berjaga harus bertahan sekitar dua jam hingga satuan pengurai kerusuhan dari Kepolisian Daerah Metro Jaya memukul mundur para perusuh itu. Sekitar pukul 04.00, pasukan dari Polda Metro Jaya itu tiba dan dalam waktu satu jam mampu membuat massa terurai dan menjauhi asrama Brimob.
Namun, sekitar pukul 05.30, situasi mencekam kembali terjadi. Penyebabnya, massa perusuh kembali berada di depan asrama itu, mereka hadir dari arah Petamburan dan Slipi. Melihat kondisi itu, Ibrahim bersama rekan-rekannya berupaya mundur, tetapi nahas karena ketika berlari untuk menyelamatkan diri, handy-talky (HT) miliknya terjatuh dan tali HT itu melilit kakinya sehingga Ibrahim terjatuh yang didahului oleh bahu kanannya. Tak hanya itu, ia merasakan ada batu ukuran besar yang menerjang bahunya. Ia bersyukur ada salah satu anggota Polri yang membawanya ke tempat aman sebelum massa mendekati dirinya.
Di waktu yang nyaris bersamaan di kawasan Jalan Otto Iskandardinata Raya, Jatinegara, Jakarta Timur, Wakil Kepala Kepolisian Sektor Jatinegara AKP Agus Sumarno juga mengalami pengalaman buruk dengan para perusuh. Sejumlah perusuh yang diduga menuju ke Bawaslu, 22 Mei dini hari, melakukan aksi anarkistis dengan membakar ban yang mengakibatkan ruas jalan itu harus ditutup.
Ketika dalam perjalanan untuk membantu sejumlah personel kepolisian yang tengah mengamankan aksi perusuh itu, Agus diserang oleh sejumlah perusuh. Ia dipukuli oleh sejumlah orang yang mengakibatkan luka di bagian kepala serta sejumlah gigi tanggal dan rahangnnya terluka.
“Kita datang dari arah berlawanan dari arah massa. Ketika mereka melihat saya menggunakan seragam, beberapa di antara mereka akan yang berteriak ‘itu polisi, serang’, mereka sekitar 10-15 orang menyerang dengan batu dan tangan kosong,” kata Agus yang mulai berbicara pelan. Masih terlihat bekas luka di bibir bagian atasnya.
Agus mengisahkan, sejumlah anggota Polri juga harus menghadang para perusuh itu agar tidak melakukan aksi anarkistis yang semakin parah. Para perusuh membawa batu, kayu, hingga bom molotov, sedangkan aparat keamanan hanya dibekali gas air mata.
Kepala RS Polri R Said Sukanto Brigadir Jenderal (Pol) Musyafak menuturkan, pihaknya menangani 60 orang korban kerusuhan 21-22 Mei. Sebanyak 29 pasien di antaranya adalah anggota Polri. Dari jumlah itu, 10 anggota Polri menjalani rawat jalan, sedangkan 19 lainnya harus menjalani perawatan intensif.
“Tiga anggota (termasuk Ibrahim dan Agus) mengalami luka agak serius sehingga perlu operasi. Mayoritas anggota luka karena jatuh dan terkena lemparan batu,” kata Musyafak.
Seluruh anggota Polri telah diperbolehkan pulang dari RS Polri R Said Sukanto. Ibrahim dan Agus selanjutnya akan menjalani rawat jalan.
Adapun 31 orang yang dirawat di RS Polri, kata Musyafak, adalah masyarakat peserta unjuk rasa yang menjadi korban dari serangan perusuh kepada aparat kepolisian. Mereka juga telah meninggalkan RS Polri.
Melawan toleransi
Menurut Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, pihaknya telah memberikan toleransi kepada para koordinator dan peserta unjuk rasa di Bawaslu, 21-22 Mei. Polri melonggarkan aturan yang mengharuskan unjuk rasa berakhir pada pukul 18.00.
“Kita pikir kegiatan positif karena kegiatan keagamaan untuk buka bersama dan salat berjamaah. Tetapi, ada tindakan perusuh menganggu keamanan dan ketertiban yang menyebabkan 237 anggota Polri terluka, bahkan ada anggota yang giginya rontok dan tangannya lepas,” ujar Tito dalam konfrensi pers di kantor Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Selasa lalu. Tito menggenggam sebuah tasbih berwarna gelap selama menyampaikan keterangan kepada media.
Atas dasar itu, Tito memastikan, tidak akan lagi memberikan izin terhadap berbagai kegiatan massa di fasilitas umum. Ia meminta seluruh pihak menghormati kepentingan umum dan hak asasi orang lain sebelum merencanakan kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menilai aparat keamanan telah bertindak profesional dan sesuai prosedur operasi standar. Langkah-langkah humanis telah dilakukan Polri yang tidak menggunakan senjata api serta bersifat defensif ketika menghadapi serangan perusuh.
“Ada dugaan kuat demonstrasi anarkis sengaja dilakukan untuk memancing aparat bertindak overreacted sehigga menimbulkan korban dari pendemo,” ujarnya.
Kini, Ibrahim dan Agus masih akan berjuang untuk segera pulih dan bertugas kembali mengenakan seragam korps bhayangkara. Ketika disinggung apakah trauma dengan serangan para perusuh itu, Ibrahim dengan yakin menjawab, “Tidak (trauma). Saya tetap semangat”.
Ya, semangat itu yang diharapkan masyarakat agar Polri terus menjamin keamanan dan ketertiban di bumi ibu pertiwi…