JAKARTA, KOMPAS - Hak untuk menyampaikan kesimpulan kepada Badan Pengawas Pemilu oleh pelapor dan terlapor dalam dua kasus dugaan pelanggaran administrasi Pemilu 2019 tingat pemilihan galon anggota legislatif, Jumat (31/5/2019), dipergunakan oleh para pihak. Masing-masing pihak berkukuh dengan keyakinan dan argumen masing-masing yang telah diutarakan dalam sejumlah persidangan sebelumnya.
Dua kasus tersebut masing-masing adalah laporan Nomor 07/LP/PL/ADM/RI/00.00/V/2019 yang diajukan Yomanius Untung kepada Ketua dan atau anggota KPU Kabupaten Subang sebagai terlapor. Selain itu laporan Nomor 09/LP/PL/ADM/RI/00.00/V/2019 dimana Fatahillah Ramli sebagai pelapor, dengan KPU Provinsi Nusa tenggara Barat (NTB) sebagai terlapor.
Kuasa hukum Yomanius Untung dan Fatahillah Ramli, Radian Syam mengatakan, untuk laporan dugaan pelanggaran administrasi di Subang, pihaknya tetap yakin pada dugaan penggelembungan suara. Radian menyebutkan, hal itu menyusul keterangan saksi dari terlapor yang menurut Radian hanya menyatakan bahwa sudah bekerja sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang ditetapkan alih-alih memberikan bantahan.
Komisioner KPU Subang Ratih Yeti Pujiawati pada hari yang sama mengatakan, kesimpulan yang diserahkan pihaknya tetap berisikan argumentasi bahwa apa yang dilaporkan sebagai dugaan pelanggaran administrasi tidak terbukti. Hal ini, imbuh Ratih, menyusul tidak cukupnya bukti-bukti yang diajukan selama persidangan.
Sementara itu, komisioner KPU NTB Yan Marli yang juga menggunakan hak menyampaikan kesimpulan terkait laporan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu 2019 mengatakan bahwa seluruh hal terkait persidangan sebelumnya tercakup dalam materi kesimpulan.
“Secara umum KPU NTB menyatakan, tidak benar semua dalil pelapor, dan memohon kepada majelis Bawaslu RI untuk menolak semua dalil pelapor,” kata Yan.
KPU membantah
Anggota tim hukum KPU NTB, Rangga Sasmita, di hari yang sama, mengatakan bahwa pihaknya tetap menyimpulkan tidak ditemukan adanya pelanggaran administrasi sebagaimana didalilkan pelapor. Ia menyampaikan sejumlah argumentasi terkait kesimpulan tersebut. Di antaranya adalah tidak terdapat keberatan dari saksi pelapor, baik pada tingkat penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS), rekapitulasi di kecamatan, rekapitulasi di kabupaten, dan rekapitulasi di tingkat provinsi.
“Khususnya jenis pemilihan umum anggota DPR RI di daerah pemilihan NTB 1,” ujar Rangga.
Hal lain yang juga dinyatakan dalam kesimpulan tersebut, imbuh Rangga, bahwa tidak benar terdapat perbedaan angka penghitungan antara pelapor dengan terlapor. Hal ini sebagaimana terdapat dalam formulir model C1 DPR, model DAA1 DPR, model DA1 DPR, model DB1 DPR, dan model DC1 DPR.
Terkait dengan hal itu Radian yang juga menjadi kuasa hukum Fatahillah Ramli menyebutkan bahwa kesimpulan yang diajukan pihaknya relatif sama, yakni tetap pada dugaan adanya penggelembungan suara. Ia secara khusus berharap bahwa pada akhirnya Bawaslu bisa memutuskan untuk membuka penyidikan data terkait laporan-laporan tersebut.
“Dibuka (data) C1 dan dibuka kotak (suara) juga,” sebut Radian.
Selanjutnya, persidangan akan memasuki agenda pembacaan putusan. Akan tetapi sejauh ini jadwal terkait belum bisa diketahui secara detail mengingat sejumlah agenda persidangan dari laporan lain yang juga masih menanti.
Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar saat dihubungi mengatakan bahwa sejumlah persidangan lanjutan akan dilakukan mulai Senin (10/6/2019) mendatang. Hal ini, imbuh Fritz, mengingat masa libur Lebaran yang sudah bakal dimulai pada pekan depan.