Terus Bertambah, Penyelenggara Pemilu Dilaporkan ke DKPP
Pasca-pemungutan suara Pemilu 2019, 17 April 2019, DKPP telah menerima 19 laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·2 menit baca
DOKUMENTASI DKPP
Ilustrasi: Sidang kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta, Rabu (10/4/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Selain Mahkamah Konstitusi dan Badan Pengawas Pemilu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP menjadi rujukan peserta Pemilu 2019 untuk melaporkan pelanggaran pemilu. Pasca-pemungutan suara Pemilu 2019, 17 April 2019, DKPP telah menerima 19 laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu.
Berdasarkan penelusuran di situs resmi DKPP, dkpp.go.id, Senin (27/5/2019), pasca-17 April, ada 19 laporan yang masuk ke DKPP. Laporan masuk dari beberapa daerah, dan di antaranya dilaporkan oleh partai politik peserta pemilu. Sementara yang dilaporkan adalah penyelenggara pemilu di pusat dan daerah, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu.
Ketua KPU Arief Budiman dan tiga komisioner KPU, Hasyim Asy’ari, Wahyu Setiawan, dan Ilham Saputra, misalnya, dilaporkan oleh seseorang bernama Yosep Kossay. Selain itu, Ilham juga diadukan oleh Tuan Naik Stepen Lukas Saragih. Namun, detail dari aduan tidak dijelaskan dalam situs DKPP tersebut.
Anggota DKPP, Ida Budhiati, saat dihubungi Senin, mengatakan, 19 laporan yang masuk pasca-17 April merupakan bagian dari 192 laporan terkait Pemilu 2019 yang masuk ke DKPP dari Januari 2019 hingga Mei 2019. Aduan berkaitan dengan profesionalisme penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu.
”Berkaitan dengan tata kelola pemilu,” katanya.
Kompas
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Ida Budhiati, mengangkat lengannya saat menjadi narasumber pada salah satu diskusi, tahun 2016.
Ada kemungkinan jumlah laporan pun tak akan berhenti di angka 192 laporan. ”Besar kemungkinan jumlah aduan akan bertambah. Sebab, aduan ini berlaku sepanjang penyelenggara pemilu masih menjabat,” ujar Ida.
Kepala Bagian Humas DKPP Yusuf menambahkan, tidak semua laporan akan ditindaklanjuti. Untuk ditindaklanjuti, syarat administratif harus lengkap. Selain itu, aduan harus termasuk delik pelanggaran kode etik.
Disparitas putusan
Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan, masih sering terdengar, peserta pemilu mengeluhkan kinerja dan profesionalisme penyelenggara pemilu. Berkaca pada hal itu, tak tertutup kemungkinan akan banyak peserta pemilu yang mengadu ke DKPP.
Terhadap setiap pengaduan yang masuk, dia berharap DKPP bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Hal itu penting agar penyelenggara pemilu ke depan bisa lebih baik dari yang ada sekarang.
Selain itu, Erwin mengimbau agar DKPP bisa mencegah terjadinya disparitas putusan dalam putusan-putusan DKPP. Disparitas putusan adalah teradu memperoleh putusan yang berbeda dengan kasus lain yang serupa. ”Perbuatannya sama, tetapi sanksi yang diberikan berbeda-beda,” katanya.
Hasil kajian ILR atas putusan DKPP pada pemilu sebelumnya, disparitas itu terlihat terjadi. Disparitas tersebut penting untuk dicegah karena dapat menimbulkan rasa ketidakadilan.