JAKARTA, KOMPAS — Renovasi jembatan rusak karena bencana banjir bandang pada 2016 menjadi sasaran korupsi Bupati Solok Selatan, Sumatera Barat, Muzni Zakaria. Akibat perbuatannya, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Muzni sebagai tersangka dugaan suap dari proyek perbaikan jembatan dan pembangunan rumah ibadah.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan saat jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Selasa (7/5/2019), menuturkan, Muzni menerima uang Rp 460 juta dari Muhammad Yamin Kahar yang merupakan pemilik Grup Dempo.
”KPK menetapkan dua tersangka. MZ yang merupakan Bupati Solok Selatan sebagai penerima dan MYK sebagai pemberi,” ujar Basaria.
Muzni dijerat dengan Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Adapun Yamin disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Berdasarkan temuan KPK, Muzni diduga menerima uang dari Yamin secara bertahap dalam rentang waktu April-Juni 2019 terkait dengan proyek pembangunan Jembatan Ambayan yang bernilai Rp 14,8 miliar pada APBD 2018. Uang itu sebagai imbalan karena telah mengatur agar perusahaan Yamin memenangi proyek tersebut.
Adapun terkait dengan proyek pembangunan Masjid Agung Solok Selatan bernilai Rp 55 miliar, Yamin juga memberikan uang kepada sejumlah bawahan Muzni sebesar Rp 315 juta. Dalam proses penyelidikan, Muzni telah menyerahkan kepada KPK sebagian uang yang diterimanya, yakni Rp 440 juta.
Pada akhir 2018, kasus serupa, yaitu melakukan korupsi terhadap proyek bantuan di kawasan yang terdampak bencana, juga terjadi. KPK menangkap sejumlah pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, di antaranya Kepala Satuan Kerja Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Strategis/PPK SPAM Lampung Anggiat Partunggul Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin yang menerima suap dari pihak swasta untuk proyek pembangunan SPAM di daerah bencana.
Suap yang diterima bervariasi. Untuk proyek SPAM di Lampung suap sebesar Rp 350 juta dan 5.000 dollar AS. Proyek SPAM di Umbulan 3 Pasuruan sebesar Rp 500 juta, pembangunan SPAM Katulampa Rp 1,42 miliar dan 22.100 dollar AS, dan proyek SPAM di Toba 1 Rp 170 juta. Lalu, pengadaan pipa HDPE di Donggala, Palu, dan Bekasi sebesar Rp 2,9 miliar. Selain uang, satu mobil CRV juga disita karena diduga merupakan bagian dari suap.
Dalam perjalanan kasusnya, 75 orang di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengembalikan uang yang diterimanya hingga total mencapai Rp 45,7 miliar dalam berbagai jenis mata uang.
Dosen hukum pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, mengemukakan, perlunya dijatuhkan pidana sosial terhadap para pelaku korupsi karena perbuatan yang dilakukan merugikan masyarakat dan dapat menimbulkan bencana baru.