Perempuan Diajak Tingkatkan Partisipasi dalam Pemilu
Oleh
Nikson Sinaga
·2 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Perempuan diajak untuk memberikan suaranya bagi calon anggota legislatif perempuan yang dapat memperjuangkan kepentingan perempuan pada Pemilihan Umum 2019. Hal ini untuk mendorong peningkatan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif pada periode 2019-2024. Keterwakilan perempuan dinilai penting untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.
Hal itu terungkap dalam diskusi bertajuk “Peran Politik Perempuan dalam Pemberitaan Media” yang diselenggarakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia, di Medan, Sumatera Utara, Rabu (27/3/2019).
“Pada periode 2014-2019, ada beberapa kabupaten yang tidak mempunyai anggota perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah," kata Wakil Ketua DPD Darmayanti Lubis. Hal itu, menurut dia, seharusnya tidak terjadi jika lebih banyak perempuan memilih caleg perempuan yang dapat memperjuangkan kepentingan perempuan.
Kepentingan perempuan tak dapat terwakili sepenuhnya jika keterwakilannya sangat minim.
Darmayanti mengatakan, jumlah perempuan di DPR pascareformasi meningkat. Namun, pada periode terakhir ini menurun. Pada periode 1999–2004, ada 45 perempuan atau sembilan persen dari total 500 anggota DPR. Pada periode 2004–2009, meningkat lagi menjadi 61 perempuan atau 11,09 persen dari total 550 anggota DPR. Pada periode 2009-2014 juga naik menjadi 101 perempuan atau 18,04 persen dari 560 anggota.
“Namun, pada periode 2014–2019, jumlah perempuan justru menurun menjadi 97 orang atau 17,32 persen dari 560 anggota DPR. Ini jangan terulang lagi pada Pemilu 2019,” kata Darmayanti.
Darmayanti mengatakan, kepentingan perempuan tak dapat terwakili sepenuhnya jika keterwakilannya sangat minim. Hal itu karena hanya perempuan yang intensif memperjuangkan haknya sendiri.
Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Nurbani mengatakan, sejumlah regulasi memberi kesempatan kepada perempuan untuk meningkatkan keterwakilan. Namun, hal itu belum diikuti peran aktif perempuan untuk lebih berpartisipasi dalam pemilu.
Partai politik, misalnya, diwajibkan mempunyai pengurus perempuan minimal 30 persen. Partai juga harus mencalonkan perempuan sebagai anggota legislatif minimal sebanyak 30 persen di setiap daerah pemilihan.
“Namun, hal itu sering dianggap sebagai syarat normatif saja, sehingga perempuan yang terpilih pun menjadi sedikit,” kata Nurbani.
Anggota legislatif perempuan sebagian masih enggan tampil di media massa karena budaya patriarki.
Penulis dan analis media, J Anto, mengatakan, peran media dalam memberitakan isu-isu perempuan turut mempengaruhi posisi perempuan dalam politik. “Selama ini, isu-isu perempuan belum menjadi isu menarik bagi media massa,” kata Anto.
Rubrik-rubrik perempuan di media massa, kata Anto, juga masih minim. Beberapa media yang menyediakan rubrik berkaitan isu perempuan sebagian besar masih menempatkan isu perempuan di edisi hari Minggu.
Anggota legislatif perempuan, baik di DPR maupun DPRD, kata Anto, juga sangat minim yang tampil di media massa. Anggota legislatif perempuan sebagian masih enggan tampil di media massa karena budaya patriarki.