BANDAR LAMPUNG, KOMPAS - Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia atau ICMI perlu mendukung para ilmuwan dan wirausahawan untuk berkarya dan mendorong kemakmuran rakyat. Dalam kaitannya dengan hal ini, penguasaan teknologi dan kewirausahaan menjadi sangat penting.
"Tanpa penguasaan teknologi dan kewirausahaan, kita akan ketinggalan terus. Jangan sampai kita hanya menjadi konsumen teknologi dan lebih banyak mengimpor daripada mengekspor," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam penutupan silaturahmi kerja nasional (silaknas) sekaligus peringatan milad ke-28 ICMI, Sabtu (8/12/2018) di Lampung. Hadir pula dalam acara ini Ketua Umum ICMI Prof Jimly Asshidiqie.
Kalla menekankan pentingnya penguasaan teknologi. Ia mencontohkan pentingnya teknologi dalam mewujudkan cita-cita swasembada pangan ataupun rumah murah yang sudah diinginkan Bung Karno sejak 70 tahun lalu. Hingga saat itu, swasembada pangan belum dapat diwujudkan sepenuhnya.
Menurut Kalla, selain menjadi tugas pemerintah, mewujudkan swasembada pangan juga menjadi tugas mereka yang menguasai teknologi. Pasalnya, lahan tak bisa diperluas terus-menerus. Yang menjadi masalah, saat ini terdapat kesenjangan kemajuan di Indonesia. Ada sebagian yang sudah memasuki revolusi industri keempat, tetapi ada pula yang masih berkutat di revolusi industri ketiga, kedua, kesatu, atau bahkan sebelumnya. Kalla pun mencontohkan masih adanya petani yang mencangkul secara manual sebagai penanda Indonesia masih di era sebelum revolusi industri.
Untuk itu, Kalla mendorong agar ICMI tak hanya menggelar berbagai konferensi, tapi juga perlu mendukung para ilmuwan dan wirausahawan berkarya.
“Kalau konferensi bisa memakmurkan rakyat, Indonesia sudah sangat makmur. Sebab, Indonesia negara dengan paling banyak konferensi. Tapi yang bisa memakmurkan rakyat adalah teknologi dan kewirausahaan,” tutur Kalla lagi.
Para anggota ICMI pun diharap menjadi cendekiawan muslim yang menghasilkan kemakmuran bukan menghasilkan jabatan semata. Ke depan, menurut Kalla, peran ICMI dalam memakmurkan rakyat Indonesia perlu menjadi tujuan dari organisasi cendekiawan yang sudah berusia 28 tahun ini.
Ilmu dan keimanan
Selain itu, Kalla yang juga Ketua Dewan Penasihat ICMI mengingatkan tentang sejarah pendirian ICMI oleh BJ Habibie. ICMI dibentuk atas desakan gigih para mahasiswa pada 1990. Saat itu, keberadaan ICMI menepis dugaan Islamisasi dari organisasi Islam dan membuat Presiden Soeharto lebih dekat dengan kelompok Muslim.
Ke depan, menurut Kalla, ICMI yang sudah berusia 28 tahun perlu lebih berperan. Namun, peran ini tak lepas dari cita-cita awal pembentukan ICMI, yakni menjaga keseimbangan antara kecendekiawanan dan keimanan.
Seusai acara penutupan, Wapres Kalla menjawab pertanyaan wartawan terkait peran ICMI dalam mengatasi radikalisme. “ICMI tentu berada dalam posisi bagaimana mengajak masyarakat, khususnya cendekiawan ini untuk berbuat yang lebih baik, tapi meningkatkan mutu pendidikan, kualitas orang. Itu sejak awal cita-citanya,” tutur Kalla kepada wartawan.
Sementara itu, Jimly dalam pidatonya mengatakan, ICMI akan menyebarkan semangat hidup rukun antarumat beragama dan berbangsa bernegara. Semangat ini bahkan disebarluaskan ke negara-negara sahabat.
Jimly juga mengungkapkan, ada antusiasme baru untuk kembali menggerakkan kegiatan ICMI dan mengembalikan basis ICMI ke kampus-kampus dan masjid-masjid. Semangat ICMI saat berdiri 1990 diharapkan terus menyebar dan menyumbang kemajuan bangsa.
Silaknas ICMI berlangsung 6-8 Desember di Universitas Bandar Lampung. Dalam pertemuan yang dihadiri sekitar 800 peserta ini, menurut Jimly, pada 6 Desember lalu, dideklarasikan pula pembentukan Ikatan Cendekiawan Muslim Asia Tenggara (ICMA). Dalam pertemuan ini hadir pula perwakilan cendekiawan muslim dari negara-negara Asia Tenggara dan semua sepakat untuk menunjukkan Islam yang berbeda di Asia Tenggara.