JAKARTA, KOMPAS – Kepala Badan Siber dan Sandi Negara menjamin keamanan siber menjelang pemilu 2019. Namun, untuk memperkuat ketahanan siber nasional, kerja sama antarinstansi dan penguatan aspek regulasi dibutuhkan.
“Kami sudah siap untuk mengamankan (pemilu 2019). Intinya adalah agar pelaksanaan pesta demokrasi berlangsung aman. Kita sudah menyiapkan semuanya,” kata Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi pada acara Cyber Security Indonesia, Rabu (5/12/2018).
Ancaman siber perlu diantisipasi karena ancaman itu menyasar semua lini kehidupan. Djoko mengatakan, sebagai contoh, kejahatan siber pernah terjadi di salah satu negara di Asia pada masa pemilu. Pada kasus tersebut, sebanyak 1,3 juta data pemilih dicuri.
Selain ancaman pencurian data pemilih, manipulasi data juga menjadi ancaman menjelang pemilu. Kasus manipulasi data pernah terjadi di tiga negara sejak 2014. Peristiwa itu adalah peretasan hasil pemilu pada 2014 di Ukraina, upaya penggiringan opini melalui berita bohong dan hoaks pada jajak pendapat keluarnya Inggris dari Uni Eropa pada 2016, serta pemilu presiden Amerika Serikat pada 2016. Peristiwa tersebut dinilai dapat memengaruhi hasil pemilu (Kompas, 18/4/2018).
Djoko mengatakan, sejumlah persiapan telah dilakukan untuk menjamin keamanan siber menjelang pemilu. Namun, ia enggan mengungkap persiapan yang dimaksud. “Pengamanannya sangat confidential. Jadi tidak bisa (diumbar). Tapi yang penting kami sudah siap. Antisipasinya sudah oke,” katanya.
Ada beragam metode yang digunakan dalam penyerangan siber, antara lain adalah sabotase dan spionase siber. Sementara itu, Deputi Komunikasi, Informatika, dan Aparatur Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemko Polhukam) Marsekal Muda Rus Nurhadi Sutedjo mengatakan, hoaks termasuk dalam upaya kejahatan siber menjelang pemilu. Menurutnya, jumlah hoaks dan ujaran kebencian yang terdeteksi di dunia maya dapat mencapai ratusan per hari.
“Cara melawannya adalah dengan kontra narasi. Kita sampaikan berita yang sebenarnya dengan data atau aturan-aturan yang berlaku. Kita lakukan klarifikasi dan kontra narasi,” kata Rus Nurhadi.
Butuh sinergi
Sinergi dengan berbagai instansi pemerintah dibutuhkan untuk mencapai keamanan dan ketahanan siber nasional. Menurut Djoko, kerja sama nasional merupakan upaya awal untuk mendukung sejumlah aspek penunjang ketahanan siber. Aspek-aspek tersebut adalah kebijakan, kelembagaan, sumber daya manusia, teknologi dan infrastruktur, serta kerja sama internasional.
“Selama ini, kami sudah melakukan pertemuan dengan berbagai menteri. Program kegiatan juga sudah dilakukan, seperti kerja sama dengan beragam sektor, baik di dalam, maupun di luar negeri. Ini contoh upaya-upaya yang dilakukan untuk memperkuat keamanan siber di Indonesia,” kata Djoko.
Menurut data Global Cybersecurity Index 2017 yang dirilis oleh International Telecommunication Union (ITU), Indonesia menduduki posisi rendah dalam hal keamanan siber. Indonesia berada di peringkat 70 dari 195 negara dengan skor 0,424. Dengan terbentuknya BSSN, pemerintah menargetkan Indonesia untuk mencapai peringkat ke-69 pada 2018 dan mencapai peringkat ke-64 pada 2019.
Untuk memperkuat keamanan siber, rencana undang-undang (RUU) perlindungan data pribadi dan ketahanan siber sedang dibahas di DPR. RUU tersebut diharapkan dapat disahkan pada 2019. Rus Nurhadi mengatakan, norma-norma, prosedur, dan regulasi untuk manajemen ruang siber dibutuhkan. Hal tersebut perlu diatur baik pada tingkat regional, maupun nasional.
Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Teknologi Herry Abdul Aziz mengatakan, kurangnya ketersediaan sumber daya manusia (SDM) juga menjadi tantangan tersendiri bagi keamanan siber. Ia mengatakan, jumlah peminat yang ingin menekuni bidang keamanan siber hanya satu banding 47. Hal itu ia simpulkan dari jumlah peminat beasiswa yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
“Yang harus dipertanyakan adalah kesiapan bangsa kita memasuki era industri keempat. SDM dikhawatirkan kurang cepat beradaptasi dengan tantangan yang muncul di era ini,” kata Herry. (SEKAR GANDHAWANGI)