Partai Asal Capres Masih Berburu Efek Ekor Jas
PDI-P berupaya meraup efek ekor jas pencalonan Jokowi dengan mendekati para pemilih gamang. Sementara kubu Prabowo mulai membagi jadwal kampanye bersama capres-cawapres untuk meraih hal yang sama.
JAKARTA, KOMPAS – Meskipun diprediksi menjadi partai politik yang paling diuntungkan dengan pencalonan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, efek ekor jas yang dirasakan PDI-Perjuangan ternyata belum maksimal. Partai asal Jokowi itu masih berupaya agar tingkat popularitas Jokowi dapat lebih berdampak pada elektabilitas PDI-P di sejumlah daerah.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Selasa (27/11/2018), mengatakan, dari hasil survei internal yang diadakan PDI-P, tidak semua pendukung Joko Widodo mendukung PDI-P. Dalam berbagai survei eksternal, PDI-P memang memiliki elektabilitas tertinggi. Namun, popularitas Jokowi ternyata belum banyak berpengaruh untuk elektabilitas partai asalnya di sejumlah daerah lumbung suara.
Dalam kunjungan Safari Kebangsaan II PDI-P ke Jawa Barat dan Jawa Tengah pada 24-26 November 2018 lalu, Hasto dan Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI-P Djarot Saiful Hidayat berulang kali menyampaikan dalam pengarahannya ke kader dan pengurus di berbagai daerah untuk fokus merangkul para pendukung Jokowi yang belum pasti memilih PDI-P di pemilihan legislatif.
Sebagai contoh, perolehan suara Jokowi pada Pilpres 2014 di daerah pemilihan II Jawa Tengah adalah 64 persen, sementara suara PDI-P hanya 11,1 persen dengan satu kursi DPR RI. “Coba dibandingkan. Artinya, ada yang mendukung Pak Jokowi, tetapi belum mendukung PDI-P. Tantangan ke depan adalah memastikan dan meyakinkan mereka untuk berpindah ikut mendukung PDI-P,” ujarnya.
Selama ini, hasil survei menunjukkan, PDI-P dan Gerindra menjadi partai yang paling diuntungkan dengan kembali majunya Jokowi dan Prabowo di Pemilu 2019.
Merujuk survei Kompas, elektabilitas PDI-P mencapai 29,9 persen, sedangkan Gerindra 16 persen (Kompas, 23/10/2018). Partai lain yang memperoleh efek ekor jas adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan elektabilitasnya 6,3 persen. Sementara, partai lain selama ini dianggap tidak mendapat keuntungan elektoral signifikan dari Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandiaga.
Djarot mengatakan, untuk mendekati para pemilih gamang itu, perlu ada pendidikan politik mengenai cara kerja sistem presidensial yang efektif. Yakni, pemerintahan yang efektif bisa terwujud dengan dukungan parlemen yang kuat dan solid, agar kebijakan pemerintah dapat dijalankan.
Sehingga, jika ingin Jokowi bisa memerintah dengan efektif, caranya adalah ikut memilih partai pendukungnya. “Pelan-pelan mereka harus diberi penjelasan, jika ingin Jokowi menjadi presiden nantinya, ia harus didukung oleh parlemen yang kuat. Maka, jangan hanya memilih Jokowi saja, tetapi pilih juga partai yang ada di belakangnya, yaitu PDI-P,” kata Djarot.
Target
PDI-P memasang target yang cukup ambisius dalam Pileg 2019. Partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri itu mematok perolehan suara partai secara nasional sebesar 24 persen dengan target minimal 150 kursi DPR RI. Itu meningkat cukup jauh dari perolehan PDI-P saat Pemilu 2014 yaitu 18,95 persen suara dan 109 kursi DPR RI. Setiap dapil ditargetkan harus mendapat kursi, termasuk daerah yang selama ini bukan merupakan basis PDI-P.
PDI-P telah memetakan sejumlah daerah yang merupakan basis pemilih Jokowi saat Pemilu 2014, tetapi perolehan suara PDI-P di sana relatif kecil, termasuk sejumlah daerah di lumbung suara seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
PDI-P telah memetakan sejumlah daerah yang merupakan basis pemilih Jokowi saat Pemilu 2014, tetapi perolehan suara PDI-P di sana relatif kecil, termasuk sejumlah daerah di lumbung suara seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Perolehan suara yang lebih drastis selisihnya adalah di Sulawesi Tenggara. Pada Pileg 2014, perolehan suara PDI-P hanya 8,2 persen dan tidak mendapat satu kursi pun di DPR RI. Padahal, di sana, Jokowi unggul dengan perolehan suara 54,9 persen. Untuk Pileg 2019, PDI-P pun menargetkan peningkatan perolehan suara sampai 21 persen.
Hasto meyakini, partai-partai koalisi Jokowi-Ma’ruf dapat berbagi keuntungan elektoral secara merata. Hal itu karena PDI-P memiliki ceruk pemilih yang berbeda dengan mayoritas rekan koalisinya. Ceruk suara Nasdem dan Golkar, sebagai partai non-Islam, ujar Hasto, lebih banyak beririsan dengan Partai Gerindra dan Demokrat, bukan PDI-P.
Sehingga, suara Golkar dan Nasdem akan naik ketika suara Gerindra sebagai lawan politik, turun. “Jadi, bisa dikatakan, kami (partai koalisi Jokowi-Ma’ruf) saling melengkapi satu sama lain,” kata Hasto.
Koalisi Prabowo-Sandiaga
Sementara itu, terkait efek ekor jas, dari kubu pendukung Prabowo-Sandiaga, jadwal kampanye ketua umum setiap partai dengan Prabowo atau Sandiaga telah disusun. Kampanye bersama Prabowo atau Sandi dengan masing-masing ketua umum partai politik bisa menjadi solusi saat efek ekor jas diprediksi hanya akan mengalir ke Partai Gerindra.
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengatakan rencana kampanye bersama itu telah disusun saat pertemuan para sekjen partai pengusung Prabowo-Sandi, pekan lalu. “Ritmenya seperti apa, sudah kita atur,” katanya.
PAN yang telah kampanye bersama dengan Sandiaga di lebih dari 70 kabupaten/kota, merasakan dampak positif dari strategi kampanye bersama tersebut. Basis elektoral seperti kalangan pemilih perempuan, milenial atau wirausaha muda, yang selama ini sulit ditembus oleh PAN misalnya, menjadi terbuka.
Selain itu, kampanye bersama dinilainya mampu memompa semangat dari kader, jajaran pengurus partai, dan calon anggota legislatif dari PAN di daerah-daerah yang dikunjungi.
“Mereka jadi lebih semangat untuk kampanye di bawah,” tambahnya.
Ujung dari semua ini diyakininya mampu meningkatkan elektabilitas PAN di 2019. Kuncinya tinggal kerja keras dari kader, jajaran pengurus, dan caleg dari PAN. “Jadi, sekalipun PAN tidak langsung memperoleh efek elektoral dari Prabowo dan Sandi, tetapi PAN bisa merasakan dampak positif dari kampanye bersama tersebut, untuk elektabilitas PAN,” ujarnya.
Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan kampanye bersama Prabowo atau Sandi dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono rencananya akan dimulai tiga bulan menjelang hari pemungutan suara Pemilu 2019. Jika pemungutan suara pada pertengahan April 2019, berarti kampanye bersama itu akan dimulai sekitar Januari 2019.
Kampanye bersama bagian dari komitmen Demokrat yang telah mengusung Prabowo-Sandi selain juga untuk turut mengejar efek ekor jas dari Prabowo dan Sandi. Namun kalaupun efek ekor jas itu kelak masih sulit mengalir ke Demokrat, Jansen mengatakan Demokrat telah siap memenangkan pemilu tanpa efek itu.
Oleh karena itu, sejak masa kampanye dimulai sekitar dua bulan lalu, elit Partai Demokrat intens berkampanye di daerah-daerah. Demokrat mengandalkan figur Ketua Umum Demokrat yang pernah dua periode menjabat Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono, dan puteranya, Agus Harimurti Yudhoyono, yang selama ini sudah intens dipromosikan oleh Demokrat sebagai pemimpin masa depan.