Wadah Pegawai KPK Minta Rotasi dan Mutasi Dibatalkan
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Keputusan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk merotasi dan memutasi sejumlah pejabat di lingkungan lembaga antirasuah itu mendapatkan tentangan keras dari Wadah Pegawai KPK. Rotasi dan mutasi yang dilakukan berdasarkan Keputusan Pimpinan KPK RI Nomor 1426 Tahun 2018 tentang Tata Cara Mutasi di Lingkungan KPK, 20 Agustus 2018, itu antara lain dinilai bertentangan dengan asas pemerintahan yang baik, serta tidak sesuai dengan undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Wadah Pegawai KPK membawa persoalan itu ke jalur hukum dengan menggugat pimpinan KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (7/11/2018). Gugatan dilakukan oleh dua pihak, yakni Wadah Pegawai KPK (WP KPK) selaku organisasi pegawai yang diwakili oleh kuasa hukum dari Tim Advokasi Selamatkan KPK dan tiga pegawai secara individual.
Dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan gugatan yang dipimpin oleh Hakim Umar Dani, dan satu hakim anggota Nelvy Christin, pihak penggugat meminta PTUN agar membatalkan keputusan pimpinan KPK Nomor 1426/2018 tentang Tata-Cara Mutasi di Lingkungan KPK. Selain tidak sesuai sejumlah ketentuan dan UU, utamanya karena tidak mempertimbangkan kompetensi masing-masing pegawai dalam melakukan rotasi dan mutasi, keputusan pimpinan KPK itu dinilai merupakan salah satu upaya pelemahan KPK dari dalam.
Gugatan dibacakan oleh Hakim Umar Dani dan penggugat menyimak pembacaan itu untuk kemudian memberikan perbaikan dalam naskah gugatan yang telah mereka serahkan kepada majelis. Satu anggota majelis hakim berhalangan hadir, tetapi para penggugat dan tergugat tidak keberatan sidang diteruskan dengan hanya dua hakim.
“Majelis Hakim Yang Terhormat, pada dasarnya kasus terbitnya Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 1426 Tahun 2018 tentang Tata Cara Mutasi di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi, tertanggal 20 Agustus 2018 tidak terlepas adanya dugaan kuat proses pelemahan KPK-RI, di mana terbitnya Keputusan ini disinyalir sebagai upaya pelemahan KPK RI dengan cara merombak (mengacak-acak) tatanan pengelolaan sumber daya manusia pegawai KPK RI secara tidak transparan dan bertanggungjawab,” kata penggugat.
Menurut penggugat, pada mulanya, pengelolaan rekruitmen, mutasi, rotasi, maupun promosi di lingkungan KPK dilakukan dengan prinsip profesionalisme, transparan, dan akuntabel. Selama ini, ada mekanisme evaluasi dan penilaian yang ketat berdasarkan kemampuan profesional masing-masing sumber daya pegawai. Namun dengan terbitnya Keputusan Pimpinan KPK Nomor 1426/2018, proses mutasi dapat dilakukan secara serta-merta oleh pimpinan, tanpa proses evaluasi dan penilaian yang transparan dan akuntabel.
Upaya rotasi dan mutasi tanpa melalui prosedur yang sesuai ini disinyalir merupakan salah satu upaya pelemahan KPK. Penggugat merujuk upaya pelemahan ini dari sejumlah sumber, antara lain dari keterangan ahli hukum, dan mantan pimpinan KPK. Kali ini, upaya pelemahan KPK itu dilakukan dengan mengganggu penataan SDM di internal KPK.
Terkait dengan gugatan tersebut, kuasa hukum KPK, Ade Juang, mengatakan belum menyiapkan jawaban. Majelis memutuskan untuk menunda sidang pada pekan depan guna mendengarkan jawaban dari pihak tergugat.
Ketua WP KPK Yudi Purnomo mengatakan, pengajuan gugatan ke PTUN sebagai salah satu upaya melawab pelemahan-pelemahan yang terjadi di KPK, utamanya dari internal lembaga. “Kedua, upaya ini merupakan koreksi terhadap pimpinan KPK agar membuat peraturan sesuai prosedur yang berlaku, serta trasnparan,” katanya.
Yudi menilai, SDM di KPK adalah modal utama lembaga antirasuah tersebut, sehingga berhasil menuntaskan ratusan kasus korupsi. Oleh karenanya, rotasi dan mutasi sebaiknya dilakukan berdasarkan profesionalitas, kompetensi, dan assesment (penilaian). Pimpinan KPK diharapkan membuat satu peraturan rotasi dna mutasi yang baik dengan mengindahkan ketentuan yang mengatur soal profesionalitas dan kompetensi pegawai.
Menanggapi gugatan dari WP KPK, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pada prinsipnya KPK menghargai upaya hukum yang ditempuh, baik oleh WP KPK ataupun pejabat struktural yang terimbas kebijakan tersebut.
“Bagi pimpinan KPK, kebijakan diambil setelah berbagai hal dipertimbangkan. Mamun karena ada keberatan yang diajukan ke proses hukum, tentu nanti KPK melalui Biro Hukum akan memberikan jawaban. Apapun hasilnya nanti, kami berharap putusan pengadilan ini menjadi penguat bagi KPK. Apakah koreksi untuk kebijakan KPK ataupun legitimasi, kita serahkan pada hakim,” ujarnya.