DPR Butuh Sosok Pelawan Arus
DPR membutuhkan sosok yang berani menyuarakan pandangan ideal dan inovatif. Guna mewujudkan hal itu, kejelian pemilih dalam mencari dan memilih caleg dengan rekam jejak baik amat dibutuhkan.
JAKARTA, KOMPAS Dewan Perwakilan Rakyat membutuhkan anggota yang berani melawan arus dominan sehingga bisa menampilkan kinerja yang lebih baik. Kinerja para calon anggota DPR petahana yang kembali berkontestasi dalam Pemilu 2019 umumnya masih jauh dari memuaskan.
Dari 7.968 calon anggota DPR yang berkontestasi dalam Pemilu 2019, berdasarkan data Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), ada 529 anggota DPR periode 2014-2019. Jumlah petahana itu mencapai 94 persen dari total 560 anggota DPR 2014-2019.
Peneliti Formappi, Lucius Karus, dihubungi dari Jakarta, Selasa (2/10/2018), menuturkan, kinerja anggota DPR 2014-2019 relatif buruk. Hal ini terlihat dari rendahnya capaian kinerja di bidang legislasi ataupun pengawasan. Tingkat kehadiran anggota DPR dalam rapat paripurna juga relatif rendah, umumnya di bawah 70 persen. Selain itu, sejumlah anggota DPR ditangkap KPK karena kasus korupsi.
Menurut Lucius, pada masa DPR 2009-2014 masih ada beberapa anggota DPR yang tampak menonjol dan berani melawan arus dominan saat itu.
Namun, pada periode 2014-2019, ia mengatakan tidak melihat ada anggota DPR yang berbeda karena inovatif, punya tingkat kehadiran tinggi dalam rapat DPR, serta berani menyuarakan pandangan ideal.
”Semua ikut arus. Semua seolah digerakkan institusi partai dan fraksi, tidak ada suara sendiri dalam sikap politik terhadap satu kebijakan atau rancangan undang-undang,” katanya.
Kinerja anggota DPR 2014-2019 relatif buruk. Hal ini terlihat dari rendahnya capaian kinerja di bidang legislasi ataupun pengawasan. Tingkat kehadiran anggota DPR dalam rapat paripurna juga relatif rendah, umumnya di bawah 70 persen. Selain itu, sejumlah anggota DPR ditangkap KPK karena kasus korupsi.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana menilai, sulit mengharapkan perubahan dari sebagian besar petahana tersebut. Saat ini perlu didorong kehadiran calon anggota legislatif (caleg) yang bagus untuk melawan petahana. Menjadi tugas pemilih untuk mencari rekam jejak baik para petahana maupun nonpetahana yang bisa dipertimbangkan untuk dipilih.
”Petahana itu punya modal memadai untuk kembali terpilih sepanjang yang bersangkutan mencalonkan diri lagi di daerah pemilihan (dapil) yang sama dengan pemilu terdahulu,” ucap Aditya.
Tidak semua
Anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Diah Pitaloka, mengakui, tidak semua anggota DPR berkinerja baik. Tingkat kehadiran dalam rapat, apalagi menjelang pemilu, semakin rendah. Rapat Komisi VIII yang ia hadiri di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin lalu, tentang Rancangan Undang-Undang Surat Berharga Syariah Nasional, misalnya, hanya dihadiri oleh tujuh dari 50 anggota Komisi VIII.
Namun, lanjutnya, bukan berarti semua anggota DPR seperti itu, termasuk anggota DPR yang kembali mencalonkan diri dalam Pemilu 2019. Oleh karena itu, masyarakat perlu teliti melihat rekam jejak anggota sebelum menjatuhkan pilihan.
Menurut Diah, asumsi kinerja DPR rendah muncul karena ruang politik dan kerja kedewanan yang luas. Anggota DPR yang tidak muncul di ruang rapat di Kompleks Parlemen bisa saja sedang bekerja dari tempat lain.
Selain itu, kinerja anggota DPR juga dapat dilihat dari kunjungan ke dapil untuk menyerap dan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Itu juga yang membuat caleg petahana lebih diuntungkan dibandingkan caleg nonpetahana karena selama menjabat telah membangun jaringan dan kedekatan emosional dengan masyarakat pemilih.
Sebagai caleg petahana, lanjutnya, ada banyak bantuan dan kontribusi yang ia berikan untuk masyarakat di dapil selama menjabat. Hal itu antara lain dengan mengegolkan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat di dapil serta menyumbang fasilitas atau barang yang dibutuhkan sejumlah pondok pesantren dan komunitas.
Diah menyatakan tetap berusaha untuk menghadiri rapat-rapat di Gedung DPR meski saat ini sudah memasuki tahun politik ketika banyak anggota DPR lebih memilih menghabiskan waktu di dapil untuk persiapan kontestasi pileg.
”Masalah tetap ada walaupun kita lagi pemilu. Pekerjaan legislasi masih banyak yang menunggu,” ujar Diah.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Taufiqulhadi, mengatakan, kedekatan dengan masyarakat konstituen di dapil memang menjadi nilai lebih caleg petahana. Sebab, selama menjabat, anggota DPR sudah membangun hubungan baik dengan masyarakat.
Oleh karena itu, caleg menghadapi tantangan tersendiri jika dapilnya dipindah saat pileg, sebagaimana yang dirasakan Taufiqulhadi. Ia dipindah dari dapil Jawa Timur IV ke Jawa Barat V. Di dapil baru, caleg pun harus mencari strategi untuk dapat membina jaringan dengan calon pemilih pada waktu yang sempit.
”Itu sudah risiko. Kalau pindah dapil, kami memang mulai dari awal, kerja keras lagi. Kalau kami maju dari dapil yang sama, mungkin kami hanya perlu menekan gas sedikit saja,” katanya.