Peta Koalisi Berubah jika MK Hapus ”Presidential Threshold”
Oleh
Susana Rita
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seminggu jelang pembukaan pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden, koalisi antarpartai masih cair. Peta koalisi partai politik berpotensi berubah jika Mahkamah Konstitusi menghapus ketentuan syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold seperti diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu. Ada kemungkinan Partai Keadilan Sejahtera membentuk poros ketiga.
Direktur Pencapresan Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Suhud Aliyudin mengatakan akan mensyaratkan kader sebagai calon presiden atau calon wakil presiden, dengan siapa pun nanti mereka berkoalisi.
”Komunikasi dengan Gerindra sudah intens, tapi belum ada pertemuan empat partai. Jadi, belum ada kesepakatan terkait calon yang diusung,” ujar Suhud setelah mengikuti sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (28/7/2018).
Empat partai yang dimaksud adalah PKS, Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Demokrat. Suhud menambahkan bahwa sudah ada kesepakatan antara PKS dan Gerindra untuk mengusung Prabowo dengan kader PKS. Meskipun begitu, menurut Suhud, koalisi PKS dan Gerindra ini bukan harga mati.
Kemungkinan lain bisa saja terjadi setelah komunikasi empat partai. Hal ini merujuk pada pernyataan Suhud bahwa PKS harus capres atau cawapres adalah harga mati.
Tak hanya itu, Suhud menambahkan jika permohonan uji materi terkait presidential threshold dan pembatasan periode kekuasaan dikabulkan, ada kemungkinan PKS membentuk poros ketiga.
”PKS akan berkoalisi dengan kubu mana pun asal bukan dengan kubu Jokowi. Kalau tidak dengan Prabowo, ya, bentuk koalisi baru,” kata Suhud.
Hingga kini memang belum ada kepastian terkait calon presiden dan calon wakil presiden dari kubu mana pun. Hal ini menurut pengamat politik UIN Jakarta Gun Gun Heryanto dipengaruhi oleh beberapa faktor.
”Ada faktor figur, titik temu politik akomodasi, dan politik kontekstual yang membuat koalisi masih sangat dinamis,” ucap Gun Gun.
Dipandang dari segi figur, tidak semua nama yang menjadi bahan perbincangan bisa diterima oleh masing-masing internal partai. Karakter dan jangkar kekuatan figur tersebut menjadi faktor yang menentukan dirinya bisa diterima oleh setiap internal partai.
Selanjutnya ada faktor titik temu politik akomodasi. Setiap partai tentu memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Untuk itu, perlu ada upaya membangun kesadaran kelompok untuk melahirkan agenda bersama.
Adanya politik kontekstual juga berpengaruh terhadap keputusan partai. Jika upaya uji materi terkait ketentuan ambang batas pencalonan presidensial dan pembatasan periode kekuasaan dikabulkan, perubahan besar terkait peta koalisi akan terjadi. Pasalnya, semua partai memiliki keinginan untuk mengajukan kader pada kontestasi.
Keinginan beberapa partai agar kader tampil pada pemilu presiden menurut Gun Gun tak lain adalah karena mereka ingin melakukan pemanasan mesin partai.
Pertimbangkan AHY
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Didi Irawadi mengatakan, hingga kini Demokrat belum menentukan siapa yang akan diusung dalam Pilpres 2019.
Menanggapi kabar akan diajukannya Agus Harimurti Yudhoyono, Didi mengatakan, hingga saat ini Demokrat tidak pernah menawarkan AHY sebagai capres kepada siapa pun. Meski begitu, potensi AHY untuk mendulang banyak suara diakui Didi juga bisa menjadi bahan pertimbangan.
”Politik adalah kompromi suatu kesepakatan. Kita tunggu saja,” kata Didi.
Menurut Didi, pertemuan yang belakangan ini terjadi antara Gerindra dan Demokrat merupakan salah satu cara untuk menjajaki kesamaan visi. Pihaknya mengatakan saat ini sedang fokus untuk membangun komunikasi untuk mencari solusi atas permasalahan bangsa, bukan sekadar membicarakan masalah kursi.