JAKARTA, KOMPAS — Gubernur Jambi Zumi Zola akhirnya memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi untuk kembali diperiksa sebagai tersangka di KPK, Jakarta, pada Senin (9/4/2018). Keterangan Zumi diperlukan terkait perkara dugaan penerimaan gratifikasi di sejumlah proyek yang ada di Jambi.
Zumi datang sekitar pukul 09.50. Ia pun enggan menanggapi perihal pemeriksaannya kali ini. Akan tetapi, ketika ditanya kemungkinan dirinya ditahan oleh penyidik lembaga antirasuah itu seusai diperiksa nanti, Zumi memilih mengucapkan terima kasih dan masuk ke lobi KPK.
Sebelumnya, Zumi memenuhi panggilan penyidik KPK untuk diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kalinya pada 15 Februari 2018. Penetapan tersangka terhadap Zumi bersama Kepala Dinas Bina Marga Dinas PUPR Provinsi Jambi Arfan dilakukan KPK melalui surat perintah penyidikan yang ditandatangani pada 24 Januari 2018.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah ketika dikonfirmasi mengaku belum mengetahui apakah yang bersangkutan akan ditahan atau tidak. Sebab, kewenangan untuk memutuskan upaya paksa tersebut adalah penyidik dan harus mempertimbangkan syarat formil dan materiil sesuai undang-undang. Hingga saat ini, pemeriksaan terhadap Zumi masih berlangsung.
Pemeriksaan terhadap politisi dari Partai Amanat Nasional ini semestinya dilakukan pada 2 April 2018. Namun, saat itu Zumi mengaku belum mendapatkan surat panggilan dari KPK. Kuasa hukum yang bersangkutan pun datang ke KPK untuk meminta penjelasan. Ternyata, surat tersebut telah sampai di rumah dinas Gubernur, tapi belum ada di tangan yang bersangkutan.
Zumi pun langsung terbang ke Jakarta pada hari tersebut untuk meminta diperiksa keesokan harinya. Akan tetapi, penyidik memintanya untuk datang pada Senin (9/4/2018).
Kasus yang menjerat Zumi berawal dari operasi tangkap tangan pada 29 November 2017 terhadap Asisten Daerah Bidang III Pemprov Jambi Saifuddin, Ketua Fraksi PAN DPRD Provinsi Jambi Supriyono, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi Arfan, dan Plt Sekretaris Daerah Pemprov Jambi Erwan Malik. Dari operasi tangkap tangan tersebut, diketahui terjadi serah terima uang dari Saifuddin kepada Supriyono.
Uang tersebut merupakan imbalan karena sudah bersedia menyetujui rancangan APBD 2018. Sebelumnya, dikabarkan sebagian besar anggota DPRD Provinsi Jambi tidak bersedia menghadiri rapat pengesahan RAPBD tersebut. Dari kasus ini, KPK melakukan pengembangan perkara dan mendapati ada penerimaan gratifikasi hingga Rp 6 miliar terkait dengan proyek Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sejak menjabat sebagai pimpinan di Jambi
Uang yang diduga diterima dari rekanan pihak swasta tersebut diserahkan melalui Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR yang menjadi Plt Kepala Dinas PUPR Arfan. Sebagian uang yang diterima itu diduga ada keterkaitan dengan suap yang diserahkan kepada pimpinan DPRD Provinsi Jambi untuk memuluskan pengesahan rancangan APBD. Arfan sendiri kini sedang menjalani sidang untuk perkara suap terhadap anggota DPRD Jambi.