JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana selain berpotensi membunuh demokrasi lewat berbagai ancaman dari pasal-pasal penghinaan, ketentuan hukum ini jika disahkan juga berpotensi mengkriminalkan orang yang ingin mengakses atau mendapatkan informasi tentang alat-alat kontrasepsi atau pencegah kehamilan. Akibatnya, program Keluarga Berencana juga terancam dikriminalisasi melalui Rancangan KUHP ini.
Setidaknya terdapat dua pasal dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang berpotensi mengancam program Keluarga Berencana dan mengkrimanalisasi para pesertanya.
Pasal 481 RKUHP berbunyi, ”Setiap orang yang tanpa hak secara terang-terangan mempertunjukkan suatu alat untuk mencegah kehamilan, secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, atau secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan tersebut, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I”.
Pada Pasal 481, terdapat frasa yang menyatakan alat untuk mencegah kehamilan. Alat untuk mencegah kehamilan dikenal dengan alat kontrasepsi.
Meski pun Pasal 483 dalam RKUHP mengecualikan perbuatan pidana terhadap petugas yang berwenang dalam rangka pelaksanaan keluarga berencana dan pencegahan penyakit menular, tetap saja ketentuan pasal tersebut membuka peluang orang di luar petugas resmi untuk dipidana.
Pasal 483 RKUHP berbunyi, ”Tidak dipidana, setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 481 dan Pasal 482 jika perbuatan tersebut dilakukan petugas yang berwenang dalam rangka pelaksanaan keluarga berencana dan pencegahan penyakit menular”.
Pengurus Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Ramona Sari mengatakan, untuk sosialisasi KB dibutuhkan bantuan dari sejumlah pihak. Pasal 483 menyatakan ”hanya boleh dilakukan oleh petugas yang berwenang” akibatnya akan terjadi kriminalisasi pada kader dan tenaga medis, lembaga masyarakat, serta masyarakat umum.
”Pasal tersebut akan mengakibatkan penurunan jumlah pengguna KB sehingga angka kehamilan yang tidak diinginkan akan semakin muncul,” kata Ramona dalam diskusi bertajuk ”Ancaman KUHP untuk Program Keluarga Berencana” di Jakarta, Minggu (4/2).
Ramona menjelaskan, hubungan seksual tidak dapat dihentikan sehingga butuh alat untuk mencegah kehamilan. Pembatasan akses kontrasepsi, lanjut Ramona, akan mengancam keselamatan masyarakat dalam penanggulangan infeksi menular seksual dan program keluarga berencana. Rumusan tersebut bersifat kontraproduktif dengan program KB dan penurunan angka kematian ibu yang diusung pemerintah. (DD08)