DKPP Usulkan Penyelenggara Pemilu Tak Boleh Terima Pemberian dari Peserta Pemilu
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam draf peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu tentang kode etik penyelenggara pemilu, salah satu poin yang ditambahkan ialah dilarangnya penyelenggara pemilu menerima pemberian uang atau barang dari peserta pemilu. Hal itu guna menjamin integritas penyelenggara pemilu.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Harjono mengatakan, tidak ada perubahan substantif dalam peraturan kode etik yang telah diajukan. ”Ke depan, tidak ada lagi penyelenggara pemilu (Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu) yang boleh menerima janji, uang, atau barang, baik secara langsung maupun tidak langsung, dari peserta pemilu. Peserta itu bisa partai politik, calon anggota legislatif, calon kepala daerah, dan tim kampanyenya. Apa pun bentuknya, termasuk honor saat mengisi acara sosialisasi,” tutur Harjono saat konferensi pers di Kantor DKPP di Jakarta, Kamis, (14/9).
Harjono menyebutkan, jika penyelenggara pemilu menjadi narasumber dalam acara sosialisasi yang diselenggarakan oleh pihak yang bukan peserta pemilu, ia boleh menerima honor yang jumlahnya disesuaikan dengan peraturan menteri keuangan. Ia mengatakan, jumlahnya tidak lebih dari Rp 4 juta.
Meski demikian, tambahan aturan etik tersebut masih menjadi usulan karena belum dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Aturan tersebut bisa dihilangkan atau ditambahkan, tergantung hasil konsultasi dengan DPR. Pasal 161 Ayat (2) UU No 7/2017 tentang Pemilu mewajibkan DKPP dalam membuat peraturan DKPP berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah melalui rapat dengar pendapat.
Belum diundangkan
Seperti diberitakan sebelumnya, hingga saat ini peraturan DKPP tentang kode etik penyelenggara pemilu belum diundangkan karena masih menunggu konsultasi dengan DPR dan pemerintah. Padahal, jika merujuk pada UU No 7/2017 tentang Pemilu, penetapan peraturan DKPP tentang kode etik penyelenggara pemilu oleh DKPP dilakukan paling lambat tiga bulan terhitung sejak anggota DKPP mengucapkan sumpah. Tenggat itu jatuh pada Selasa (12/9) karena anggota DKPP dilantik 12 Juni 2017.
Harjono mengatakan, pihaknya telah mengirimkan draf peraturan tersebut ke DPR sejak 6 September 2017. Namun, DPR, dalam hal ini Komisi II, baru dapat melakukan rapat dengar pendapat dengan DKPP pada 18 September 2017.
Ia melanjutkan, hingga saat ini DKPP masih terus menyelenggarakan tugasnya. ”Karena produk yang dikehendaki belum dapat kami hasilkan sesuai dengan prosedur, ketentuan yang dipakai masih ketentuan yang lama. Kalau tentang etik, ada SK (surat keputusan) bersama (KPU, Bawaslu, dan DKPP) nomor 13/2012, nomor 11/2012, dan nomor 1/2012 tentang kode etik penyelenggaraan pemilihan umum. Jadi, saat ini tidak ada kekosongan hukum,” tutur Harjono. (DD14)