Apa Kabar Indonesia, Saya Rindu
Berbincang dengan bahasa Indonesia di negara yang berjarak 8.000 kilometer dari Indonesia sungguh menyenangkan.
”Anda dari mana? Indonesia?” tanya Ahmad di sebuah toko di Jordania, Jumat (8/3/2024). Saat saya mengangguk, ia bertanya lagi, ”Indonesia, di mana? Yogya?”
Wajah Ahmad berseri-seri saat saya jawab tinggal di Jakarta, tetapi orangtua saya tinggal di Yogyakarta.
Ia lantas menuangkan teh tawar hangat ke cangkir dan mengangsurkannya ke saya. ”Apa kabar Yogya? Apa kabar Indonesia? Saya rindu Yogya, saya rindu Indonesia,” katanya, dengan senyum terkembang.
Sambil menghabiskan teh hangat, saya mendengarkan cerita Ahmad yang jatuh cinta pada Yogyakarta. Kisah berawal pada 2021, saat Ahmad bertolak dari Amman, ibu kota Jordania, ke Jakarta, Indonesia. Ia menempuh perjalanan sekitar 15 jam menggunakan pesawat, termasuk transit di Doha, Qatar. Kemudian, dilanjutkan naik pesawat ke Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Saya bicara bahasa Indonesia agar tidak lupa dengan bahasa Indonesia. Selain itu, sambil mengingat-ingat Yogyakarta dan Indonesia saat ngobrol.
Di Yogyakarta, ia belajar bahasa Indonesia di lembaga kursus. Kursusnya tuntas dalam tiga pekan. Namun, Ahmad tinggal di Indonesia hingga tiga bulan. Ia sempat melancong ke Bali, Sumatera, Kalimantan, dan kota-kota lain di Jawa.
”Di Indonesia segalanya murah dan makanannya enak-enak,” ujar Ahmad. Makanan favoritnya nasi goreng dan sate. Murah, bisa jadi diukur dari nilai tukar mata uang. Pada Maret lalu, 1 dinar Jordania setara dengan sekitar Rp 22.000.
Ahmad adalah anak muda yang keluarganya tinggal di Amman. Namun, sehari-hari ia tinggal di rumah dan bekerja di toko milik pamannya. Toko yang menjual oleh-oleh dari Jordania, camilan, minuman ringan, kopi, dan teh serta menyediakan fasilitas mushala dan toilet itu ada di tepi jalan raya yang menghubungkan dua lokasi wisata populer di Jordania, yakni Petra dan Wadi Rum. Di Jordania, tempat semacam ini disebut resthouse.
Baca juga: Berburu Takjil (Tanpa ”War”) di Dubai
Ahmad belajar bahasa Indonesia karena ingin terjun ke sektor pariwisata. Turis Indonesia yang ramah, gemar berbelanja, dan semakin banyak berkunjung ke Jordania membuat Ahmad meyakini bahasa Indonesia perlu dipelajari. Kini, setiap kali ada wisatawan dari Indonesia, Ahmad akan menyapa dan mengajak berbincang dengan bahasa Indonesia.
”Saya bicara bahasa Indonesia agar tidak lupa dengan bahasa Indonesia. Selain itu, sambil mengingat-ingat Yogyakarta dan Indonesia saat ngobrol,” tambahnya.
Ia pun menyapa kami, rombongan agen perjalanan dan wartawan, yang diundang Dewan Pariwisata Jordania untuk berkunjung ke negara itu. Dewan Pariwisata Jordania ingin menjadikan Jordania sebagai salah satu tujuan wisata pilihan bagi turis Indonesia sekaligus menepis kesan negara itu tidak aman di tengah perang di Gaza.
Pertengahan tahun ini Ahmad dan tiga rekannya akan berlibur ke Yogyakarta. Mereka sudah berencana melancong ke kaki Gunung Merapi, Pantai Parangtritis, dan berburu kuliner. Ia lantas menunjukkan foto-foto tatkala di Yogyakarta di ponselnya. Foto di daerah wisata, di tempat makan, dan di antara teman-temannya. Salah satunya, foto tengah makan nasi gudeg di sekitar Malioboro, tengah malam.
Rakan Alhiassat, General Manager Jordan Address, perusahaan perjalanan dan wisata, juga belajar bahasa Indonesia di Yogyakarta. Saat belajar di Yogyakarta pada 2013, ia adalah pemandu wisata.
Saat itu, Rakan berpikir akan banyak turis dari Indonesia berkunjung ke Jordania. Sebab, ada kesamaan antara Indonesia dan Jordania, yakni mayoritas penduduknya beragama Islam. Selain itu, turis yang berwisata rohani ke Jerusalem ataupun beribadah umrah ke Arab Saudi bisa singgah di Jordania. Oleh karena itu, ia bertekad belajar bahasa Indonesia hingga mahir.
Saat berbincang dengan kami pun Rakan berbahasa Indonesia. ”Saya perkirakan ada sekitar 50 orang pemandu wisata di Jordania yang bisa berbahasa Indonesia,” ujarnya.
Dalam data Statistik Wisatawan Nasional Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah wisatawan Indonesia ke Jordania tidak tercatat spesifik. Sebab, jumlahnya masih sedikit.
Suhaib Albakheet, Marketing Specialist Jordan Tourism Board, mengakui, pihaknya membidik wisatawan Indonesia. ”Saat ini sudah ada wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Jordania, tetapi tidak banyak. Kami ingin membidik lebih banyak lagi,” katanya di Amman di sela-sela pertemuan bisnis agen perjalanan dan wisata Indonesia dengan Jordania.
Tamu Indonesia
Di kawasan wisata Laut Mati, Sabtu (9/3/2024), kami bertemu perempuan-perempuan muda dari Indonesia. Ada sekitar 20 orang yang menjadi karyawan kontrak di hotel tempat kami menginap, yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Amman. Hanya satu orang yang berasal dari Bandung, Jawa Barat, sedangkan lainnya dari Bali.
Desak Mita, salah seorang karyawan kontrak asal Bali, bercerita, pada bulan Mei mendatang genap dua tahun ia bekerja di Jordania. Kontraknya habis pada bulan itu. Ia akan pulang ke Bali, kemudian mencari pengalaman lagi, entah di negara mana nanti.
”Mungkin tetap di bidang pariwisata, sesuai pendidikan saya, yaitu di bidang pariwisata,” katanya.
Di restoran hotel yang sama, kami disambut hangat Wina, perempuan muda dari Bali, yang juga genap dua tahun bekerja di Jordania pada Mei mendatang. Ia mendapat kontrak bekerja melalui agen, yang mengenakan biaya Rp 17 juta per orang. Gaji yang ia peroleh sudah menutup biaya membayar agen tersebut. Di Jordania, ia tinggal di mes yang disediakan hotel bagi karyawan kontrak seperti dirinya.
”Kalau ditanya kangen atau tidak dengan Indonesia, ya jelas kangen. Tetapi ditahan saja. Namanya juga cari pengalaman bekerja di luar negeri. Makanya kalau ada tamu dari Indonesia, senang sekali karena bisa ngobrol dalam bahasa Indonesia,” jelas Wina.
Baca juga: Pernikahan Politik Putra Mahkota Jordania Pangeran Hussein-Rajwa al-Saif
Berdasarkan data Bank Indonesia, pada 2023 ada 43.000 orang Indonesia bekerja di Jordania. Secara keseluruhan di Timur Tengah, ada 942.000 pekerja migran Indonesia, yang sebagian besar di antaranya, yakni 842.000 orang, bekerja di Arab Saudi.
Kalau ditanya kangen atau tidak dengan Indonesia, ya jelas kangen. Tetapi ditahan saja.
Eka dan Juli, yang kebagian bertugas di restoran hotel saat sarapan atau makan malam, juga sangat girang bertemu dengan tamu-tamu hotel dari Indonesia. Sapaan berbahasa Inggris seketika berubah menjadi bahasa Indonesia saat menyadari bahwa orang yang mereka hadapi berasal dari Indonesia.
”Umumnya, orang Indonesia yang kami temui di sini ramah-ramah. Kami jadi senang, seperti mengobati rindu pada keluarga di Bali,” jelas Eka.
Perang di Gaza membuat sebagian orang menahan diri untuk bepergian ke Jordania yang berbatasan dengan Israel. Namun, hal itu tak membuat para perempuan muda ini khawatir karena sejauh ini Jordania terbukti aman. Keinginan untuk mendapat pengalaman bekerja di luar negeri, terutama di hotel bintang lima, membuat mereka tetap bersemangat.
Jika rindu kampung halaman, mereka akan berkumpul sambil masak dan makan bareng di mes. Lalu bercerita tentang kampung halaman sepuasnya.