Kuliner di KBRI Bulgaria Bikin Rindu Indonesia
Warga rela meninggalkan rumahnya untuk mencari pekerjaan dengan penghasilan yang lebih baik.
Begitu memasuki wilayah Bulgaria, Selasa (19/12/2023), saya dan kru langsung menuju ke kota Sofia, ibu kota negara itu. Maklum, malam itu kami mendapat undangan dari Duta Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Bulgaria agar menghadiri perayaan Natal Bersama masyarakat Indonesia. Saya pun langsung menyanggupi hadir.
Kami tiba di kota Sofia sudah melewati pukul 18.30. Waktu ini terlambat lebih kurang tiga jam dari rencana awal yang seharusnya paling lambat pukul 16.00 agar sudah berada di tempat acara sebelum pukul 18.00.
Keterlambatan tersebut akibat terkendala green card untuk mobil di border Bulgaria sehingga kru harus kembali lagi ke wilayah Macedonia Utara untuk membelinya. Kejadian di luar dugaan ini membuat kami tiba di lokasi acara Natal Bersama, yakni Restoran My Choice, kota Sofia, melewati pukul 19.00.
Natal bersama
Sebetulnya seminggu sebelumnya saya sudah mengabarkan Dubes Bulgaria Pak Iwan Bogananta bahwa kami segera memasuki wilayah Bulgaria pada 19 Desember 2023. Pak Iwan memberikan respons yang positif, dan langsung mengundang kami untuk menghadiri Natal bersama. Saya langsung menyanggupi.
Kami pun merancang waktu perjalanan agar tiba di kota Sofia pada 19 Desember 2023 siang atau menjelang sore. Dengan demikian, ada kesempatan untuk istirahat sejenak di penginapan, lalu sekitar 30 menit sebelum pukul 18.00 sudah berada di tempat kegiatan. Jarak dari border ke kota Sofia sejauh 139 kilometer.
Akan tetapi, gara-gara urusan green card di border, waktu kami tiba di kota Sofia menjadi molor. Maka, saya memutuskan kami langsung menuju lokasi acara.
Memasuki kota Sofia, suhu udara terasa sangat dingin. Di semua tempat sudah terselimuti salju. Data yang tercatat pada strava menunjukkan suhu 2 derajat celsius.
Saat tiba di Restoran My Choice, ibadah Natal bersama sudah selesai. Yang tersisa acara pendukung lainnya. Selain Dubes Pak Iwan Bogonanta, Bu Iwan, anak-anak dan staf KBRI, hadir pula warga Indonesia yang menetap di Bulgaria. Jumlahnya lumayan banyak. Mungkin mendekati 100 orang.
Acaranya cukup meriah. Ada kuis, tukar kado dan lainnya. Malah ada acara khusus untuk anak-anak, seperti permainan. Kebetulan anak-anak yang hadir lumayan banyak. Mereka adalah anak-anak dari staf KBRI dan masyarakat Indonesia. Seru banget!
Kami saling berkenalan satu sama lain. Saya merasa sangat bahagia sebab dapat berkumpul dan membaur lagi dengan sesama orang Indonesia dalam sebuah acara seperti ini. Selalu ada rindu untuk ngumpul.
Makanan yang tersajikan melimpah. Semuanya makanan khas Indonesia. Enak dan lezat. Kami menikmati kuliner Indonesia dengan penuh semangat.
Penyambutan khusus
Keesokan harinya, Pak Dubes mengundang khusus saya bersama kru untuk makan siang di Wisma KBRI. Saya bersepeda dari hotel menuju wisma.
Begitu tiba, Pak Dubes, Bu Iwan bersama staf KBRI menyambut kami di depan pintu gerbang wisma. Kami saling bersalaman, kemudian foto bersama dan berlanjut dengan dialog. Mereka cukup penasaran dengan kisah perjalanan bersepeda saya dari Jakarta hingga tiba di Bulgaria dengan segala suka dan dukanya.
Pak Dubes dan para staf KBRI sangat berantusias. Dialognya seru. Mereka penasaran dengan kisah-kisah petualangan ini. Sangat jarang ada warga Indonesia datang ke negara itu menggunakan sepeda dari Jakarta.
Ada rasa bangga, dan syukur tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sebab telah memberikan saya kesempatan dan tetap melindungi perjalanan bersepeda jarak jauh ini sehingga masih sehat dan kuat. Perjuangan yang tidak mudah.
Tidak kalah menarik adalah menu makanan siang itu. Ada sate ayam, soto ayam, bakso, gado-gado, dan masih banyak lagi. Semuanya enak, menarik dan lezat.
Melihat sajian makanan itu, seketika bikin hati saya bergetar, rindu Tanah Air dengan segala suasana alam dan orang-orangnya. Rindu ngumpul. Rindu kongko, bernyanyi, menari dan lainnya.
Dalam kesempatan itu, saya juga menyerahkan sebuah vandel dari Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Polri Bapak Bambang Hendarso Danuri kepada Dubes Pak Iwan Bogananta. Sebaliknya, Pak Dubes menghadiahkan saya sebuah helm sepeda yang bagus.
Sementara Bu Iwan memberikan kami sabun mandi dan sabun wajah. Ibu ini seperti sangat memahami kebutuhan kami selama perjalanan. Sabun ini bagus banget lho. Bukan kaleng-kaleng. Terima kasih Pak Dubes dan Bu Iwan atas penyambutan dan hadiahnya.
Selesai makan, saya menyempatkan diri bersepeda keliling kota Sofia. Kota dengan luas wilayah 1.310 kilometer persegi itu memiliki penduduk sebanyak 1,2 juta jiwa. Sofia berasal dari bahasa Yunani yang berarti kebijaksanaan. Suhu udara siang itu hanya 5 derajat celsius. Lumayan dingin.
Menyusuri kota Sofia, wisatawan disambut dengan bangunan-bangunan tua bergaya arsitektur khas Soviet yang memukau. Kehadiran bangunan-bangunan unik itu melukiskan bahwa kota ini memiliki sejarah yang besar dan panjang di kawasan Eropa timur.
Dulu, Bulgaria menjadi bagian dari Uni Soviet, tetapi sejak pemerintah komunis jatuh di Eropa Timur pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an, Bulgaria pun memisahkan diri dari Soivet dan menjadi negara mandiri.Bahkan, Bulgaria pun sejak tahun 2004 telah bergabung dengan Barat menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan masuk Uni Eropa tahun 2007.
Kamis, 21 Desember 2023, saya melanjutkan perjalanan dengan bersepeda dari Sofia menuju Pirot yang sudah masuk wilayah negara Serbia. Sekitar pukul 08.30, saya memulai gowes. Suhu udara sangat dingin, yakni hanya 2 derajat celsius. Salju tampak di mana-mana.
Menghadapi suasana ini, saya berusaha menggandakan semangat agar perjalanan ini tetap lancar. Saya mengenakkan beberapa lapis pakaian, sarung tangan, penutup leher dan kepala sehingga tubuh pun terasa nyaman saat bersepeda.
Kontur jalan yang ada umumnya landai dan hanya sesekali melewati tanjakan, tapi tidak berat. Di beberapa titik, badan jalan pun tertutup salju sehingga memaksa saya harus lebih ekstra hati-hati.
Masuk Serbia
Jarak dari kota Sofia hingga border Bulgaria-Serbia sejauh 82 kilometer. Kayuhan saya cukup lancar. Di border, petugas imigrasi serta bea dan cukai Bulgaria memeriksa paspor dan visa serta surat kendaraan. Namun, prosesnya sangat singkat.
Selepas itu, kami melakukan ritual perbatasan, yakni mendengarkan lagu kebangsaan Bulgaria sebagai bentuk terima kasih kepada negara Bulgaria yang telah mengizinkan kami melewati wilayahnya. Kemudian kami menyanyikan lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” seraya membentangkan bendera merah putih sebagai bentuk cinta Tanah Air dan bela negara yang tidak terputus.
Setelahnya, kami memasuki border Serbia, melapor diri pada bagian Imigrasi serta Bea dan Cukai. Prosesnya juga singkat. Petugas Bea dan Cukai Serbia hanya menanyakan jenis barang yang terangkut dalam mobil? Setelah kami menyebutkan nama-nama barang, petugasmengizinkan mobil masuk ke wilayah Serbia.
Dari border Serbia, saya melanjutkan bersepeda sejauh 38 kilometer menuju Pirot. Sepanjang perjalanan di Serbia, terutama melewati wilayah perdesaan, ada fakta yang aneh, yakni rumah-rumah penduduk setempat banyak yang kosong atau tidak berpenghuni.
Bahkan, ada rumah yang sudah rusak. Kondisi ini membuat saya penasaran. Saya meyakini pasti ada suatu persoalan serius sehingga banyak warga meninggalkan rumahnya dalam jangka waktu yang lama.
Saya kemudian mengontak Dubes Indonesia untuk Serbia Pak Chandra Widya Yudha. Pak Dubes membenarkan fenomena tersebut. Katanya, masalah ini sudah terjadi cukup lama dan menjadi persoalan serius di Serbia.
Warga rela meninggalkan rumahnya untuk mencari pekerjaan dengan penghasilan yang lebih baik. Mereka umumnya bekerja di luar Serbia, terutama Jerman.
Menjelang sore, saya pun tiba di Pirot. Namun, malam itu saya tidak menginap di kota ini. Saya memilih loading menuju kota Nis dan bermalam di kota tersebut. Jaraknya sekitar 74 kilometer.
Jumat, 22 Desember 2023, saya melanjutkan perjalanan dari kota Nis menuju kota Jagadina. Masih di wilayah Serbia. Saya bersepeda mulai pukul 08.30. Suhu udara pagi itu tetap dingin dan berselimut salju.
Hari itu tidak ada hujan sehingga gowes saya berjalan lancar. Salju pun tak beberapa lama mencair setelah cuaca mulai cerah. Kontur jalan pun cenderung landau dengan sedikit tanjakan halus.
Namun, jalan cukup sepi. Mobil pribadi dan kendaraan besar lebih memilih melewati jalan tol yang waktu perjalanannya lebih pendek.
Memasuki pukul 12.00, kami sudah berada di kota Aleksina. Kota kecil ini tertata rapi sehingga tampak indah bersih dan indah. Jarak dari Sofia lebih kurang 62,25 kilometer. Kami memutuskan makan siang di Aleksina. Total ketinggian hanya 467 meter.
Dari Aleksina menuju Jagadina tersisa sekitar 43 kilometer. Sehabis makan, saya memilih loading menuju kota Jagadina. Siang itu saya ingin menonton debat Calon Wakil Presiden Indonesia melalui Youtube. Maklum, pemilu kali ini merupakan pertama kali saya ikut memilih. Beda waktu Jakarta dan Serbia adalah enam jam.