Dua Kali Kehilangan Barang di Iran
Inilah cobaan. Saya sempat terpukul sebab sudah ketiga kalinya mengalami pencurian. Pertama kali kejadian di Pakistan.
Berada di Teheran, ibu kota negara Iran, memang sungguh menarik. Kota ini memiliki transportasi publik yang bagus. Perjalanan ke segala penjuru selalu terhubung dengan kereta bawah tanah. Waktu tunggu pun tidak terlalu lama. Tidak lebih dari 2 menit hadir kereta api berikutnya. Namun, kriminalitas pun lumayan tinggi. Saya kehilangan sejumlah barang akibat pencurian.
Saya dan kru tiba di Teheran pada 2 November 2023 sekitar pukul 20.30. Malam itu, kami menginap di Hotel Iriano. Tempat parkir kendaraan berada di lantai dasar. Namun, pintu masuk ke tempat parkir cukup sempit dan pendek sehingga menyulitkan mobil kami, yakni Toyota Hilux double cabin, untuk masuk.
Kami memarkir mobil di depan hotel. Kebetulan ada sedikit area yang cukup ideal. Pada malam itu keadaan mobil di tempat itu aman. Maka, kami memutuskan tetap melanjutkan parkir mobil di lokasi yang sama untuk 3 November 2023 malam.
Kaca mobil pecah
Esok pagi, yakni 4 November 2023, saat hendak membersihkan mobil, kami melihat kaca jendela mobil sebelah kanan pecah. Kejadian ini sungguh mengagetkan kami. Sejumlah barang berserakan di atas kursi mobil. Ada pula beberapa barang hilang diambil pencuri.
Barang yang hilang adalah sebuah drone. Namun, drone ini dalam kondisi rusak karena salah satu baling-balingnya kurang sempurna. Selain itu, charger kamera, baterai (kamera) cadangan, dan charger besar: ecoflow.
Kami melaporkan kejadian ini kepada petugas hotel. Kami meminta akses untuk melihat kamera pemantau (CCTV). Namun, petugas Hotel Iriano mengabarkan bahwa pihaknya tidak memasang CCTV di depan karena lokasi parkir mobil kami bukan bagian dari wilayah hotel. Padahal, area tersebut berada persis di depan hotel.
Mereka berjanji akan melaporkan kasus tersebut kepada polisi setempat. Setelah menunggu cukup lama, polisi tak datang. Akhirnya, kami memutuskan mencari bengkel resmi Toyota dan mendapatkannya.
Hari itu juga kami melakukan pergantian kaca mobil. Harganya tidak jauh berbeda dengan di Jakarta dan sekitarnya.
Kejadian tersebut membuat kami meningkatkan kewaspadaan. Setelah selesai urusan di bengkel, kami memutuskan pindah tempat menginap. Malam itu kami menginap di sebuah hotel kelas melati yang khusus melayani wisatawan backpacker, namanya Heritage Hostel.
Tempat ini cukup menarik dan strategis. Berada di tengah kota Teheran, dekat dengan stasiun kereta bawah tanah (MRT) dan pertokoan. Laris manis. Tingkat keterisian setiap hari mencapai 84 persen. Heritage Hostel sangat populer di kalangan backpacker dari banyak negara. Di situ, kami bertemu dengan para pelancong dari China, Malaysia, Swiss, Rusia, Jerman, dan masih banyak negara lainnya.
Harga kamar pun bersahabat, berkisar Rp 300.000-Rp 500.000 per malam. Menariknya, ada kamar dengan satu tempat tidur, ada pula yang berisi tiga hingga lima tempat tidur bertingkat sehingga mampu menampung 10 orang.
Untuk kamar yang berisi lebih dari dua orang, hitungan harga per tamu. Harganya pun masih terjangkau. Para pelayan hostel pun sangat ramah, komunikatif, dan cekatan.
Laut Kaspia
Di Iran, hari libur adalah Jumat dan Sabtu. Selama tiga hari, kami terlarut dalam kesibukan mengurus visa masuk Eropa di Kedutaan Besar Perancis di Teheran dan VFS Global setempat. VFS Global adalah pihak ketiga yang mendapat tugas dari Uni Eropa untuk menangani visa.
Hari-hari berikutnya kami berkelana ke kawasan Pantai Laut Kaspia, persisnya di kota Chalus. Jarak Chalus dari Teheran sekitar 150 kilometer. Akan tetapi, perjalanan ke sana harus terlebih dahulu melewati pergunungan setinggi lebih kurang 3.200 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Awalnya, pada Rabu, 8 November 2023, saya mengayuh sepeda melewati jalan tol. Sampai di Kilometer 40, jalan itu ditutup karena sedang dalam perbaikan. Kami pun kembali lagi ke Teheran.
Keesokan paginya, saya bersepeda kembali melewati lagi jalan tol yang sama. Saat masuk di pintu tol pun aman-aman saja. Namun, begitu berada di Kilometer 50, seorang petugas tiba-tiba mencegah dan melarang saya melanjutkan bersepeda. Jalan tol hanya untuk kendaraan bermotor, bukan sepeda.
Larangan tersebut agak mengherankan karena sewaktu memasuki pintu tol, petugas membiarkan saya bersepeda. Daripada berdebat panjang, saya pun memutuskan menaikkan sepeda ke dalam mobil pengiring guna melanjutkan perjalanan ke Chalus.
Malam itu, kami menginap di sebuah homestay. Penginapan ini murah, tetapi kurang terurus sehingga membuat tidak nyaman. Hari berikutnya, kami berpindah penginapan. Kali ini menginap di Hotel Fander, tidak terlalu besar sebab kelas melati.
Letak hotel ini tidak jauh dari pantai Laut Kaspia. Pantainya tidak begitu indah karena menjadi muara sebuah sungai. Sungai ini pun kurang bersih karena membawa cukup banyak sampah, antara lain kayu bekas. Kayu-kayu tersebut dikumpulkan warga setempat untuk berbagai keperluan.
Laut Kaspia sesungguhnya merupakan danau karena sekelilingnya adalah daratan berpasir seperti pantai. Danau ini terletak di antara Eropa dan Asia, sebelah barat daya Pegunungan Urai. Luasnya lebih kurang 390.000 kilometer persegi. Perairan ini membentang sepanjang 1.030 kilometer dari utara ke selatan dan 200-400 kilometer dari barat ke timur.
Sebanyak 130 sungai mengalir menuju Laut Kaspia. Pasokan air utama berasal dari sungai terpanjang di Eropa, yakni Sungai Volga, yang bermuara di ujung utara. Di bagian utara airnya lebih tawar, sedangkan semakin ke selatan menjadi semakin payau. Bagian paling asin berada di wilayah Iran. Menyusul Sungai Ural yang mengalir dari utara dan Sungai Kura dari barat.
Masalah paspor
Pada 11 November 2023 pagi, saya sempat mengayuh sepeda di kota Chalus. Baru gowes sekitar 10 kilometer, tiba-tiba ada polisi mencegat. Dia mengingatkan saya agar tidak melakukan pengambilan gambar situasi kota.
Tak lama kemudian, polisi itu meminta paspor. Saya mengabarkan bahwa paspor tersimpan di Hotel Fander. Saya kemudian memperlihatkan foto paspor. Namun, polisi itu menolak. Dia meminta saya memperlihatkan fisik paspor. Polisi tersebut kemudian meminta saya menuju kantor imigrasi setempat yang tidak jauh dari lokasi kami berdiri. Saya mengontak Om Yayak, mengabarkan bahwa saya sedang bersama polisi Iran menuju imigrasi karena tidak mengantongi paspor asli. Saya juga meminta Om Yayak mendatangi hotel untuk mengambil paspor dan mengantarkan ke kantor imigrasi.
Di kantor imigrasi, petugas masih menanyakan paspor. Saya menunjukkan foto paspor, tetapi mereka keberatan. Mereka hanya menginginkan fisik paspor. Tidak lama kemudian Om Yayak tiba di kantor imigrasi.
Yang membuat klarifikasi itu menjadi lama adalah paspor dan visa saya tidak terdata dalam imigrasi Iran. Saya kemudian menjelaskan kronologi memasuki wilayah Iran melalui border Mirjaveh, di mana kami sempat tertahan selama lebih kurang 27 jam karena sistem komputer pada imigrasi rusak.
Setelah itu, kami bisa memasuki Iran menggunakan sistem manual. Mungkin setelah komputer normal, petugas imigrasi tidak memasukkan data kami dalam sistem itu. Selama dua jam saya berada di kantor imigrasi untuk klarifikasi.
Uang tunai hilang
Malam itu, kami masih menginap di Hotel Fander Chalus dan baru kembali lagi ke Teheran pada Minggu, 12 November 2023; bermalam di Hotel Ideal. Esok hari pada 13 November 2023 sekitar pukul 11.00, saat saya hendak keluar dari hotel, terlihat tas koper (kecil) saya warna putih terbuka.
Padahal, sudah beberapa hari saya tidak pernah membukanya. Koper itu juga selalu terkunci dengan sejumlah kode khusus. Koper ini berisi sejumlah uang tunai untuk bekal perjalanan, seperti membayar hotel, makan, dan membeli bahan bakar minyak.
Saya kemudian mengecek detail koper itu. Ternyata ada orang sengaja membuka dan mengambil sejumlah uang tunai. Saya mencoba mengingat kembali selama beberapa hari terakhir, di kota mana saja saya meninggalkan barang di dalam hotel. Hanya dua lokasi, yakni Hotel Fander di Chalus dan Hotel Ideal di Teheran.
Untuk Hotel Ideal, saya langsung meminta manajemen membuka CCTV, yakni pada pukul 07.00-10.00 hari itu karena saat tersebut kami berada di luar hotel. Mereka langsung merespons dan melakukan pengecekan. Saya juga diminta ikut menyaksikan. Tidak ada yang masuk ke kamar saya pada jam itu. Besar kemungkinan di Hotel Fander.
Siang itu, kami menuju ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Teheran untuk memenuhi undangan makan siang dari Dubes Iran Ronny Prasetyo Yuliantoro. Saat bertemu beliau, saya tidak menceritakan soal kehilangan uang tunai dalam tas koper. Saya tidak mau menambah urusan beliau.
Setelah selesai makan siang di KBRI Teheran, kami menuju Hotel Fander di Chalus. Tiba pukul 19.00 dan langsung bertemu dengan resepsionis untuk melaporkan kejadian.
Kami memohon manajemen hotel untuk membuka rekaman CCTV. Akan tetapi, petugas hotel itu keberatan. Alasannya, tidak ada orang yang masuk ke kamar tamu untuk mencuri barang.
Saya kemudian menimpali bahwa kami tidak menuduh petugas hotel mencuri barang. Kami hanya ingin melihat rekaman CCTV, terutama pada 11 November 2023 mulai pukul 07.00 sampai pukul 20.00.
Akan tetapi, petugas hotel lagi-lagi menolak. Kali ini mereka balik menggertak kami dengan mengatakan bahwa tamu dilarang meninggalkan barang berharga di dalam kamar. Hal itu melanggar UU di negara tersebut.
Saya kemudian membalasnya dengan mengatakan bahwa seharusnya manajemen hotel menyiapkan kotak deposit. Nyatanya, tidak ada.
Saya kembali mengatakan bahwa kami sama sekali tidak menuduh petugas hotel mencuri. Kami hanya memohon dibukakan CCTV karena kami ingin melihatnya pada 11 November selama pukul 07.00 sampai 20.00.
Kali ini, mereka beralasan bahwa CCTV di hotel tersebut sedang rusak. Nah, kalau sudah bilang rusak, maka selesailah. Kami tidak memiliki kesempatan untuk melihatnya. Peluang sudah tertutup.
Malam itu kami memilih menginap di hotel tersebut sekaligus ingin memastikan CCTV rusak. Kami ingin melihat kembali TKP. Saya mengamati dengan saksama, ternyata di kamar dan lorong hotel terpasang kamera CCTV dengan kondisi menyala.
Kantor pelayanan
Hotel ini tidak menyediakan sarapan pagi. Maka, 14 November 2023 pagi, saya keluar sarapan di salah satu restoran yang tidak jauh dari hotel. Kami berjalan kaki. Di restoran itu, kami benar-benar menjadi yang terasing. Mungkin warna kulit dan bentuk wajah yang jauh berbeda dengan warga setempat sehingga kami menjadi pusat perhatian.
Tamu-tamu restoran mencoba menyapa dan bersalaman dengan kami. Dari sekian banyak yang bersalaman, satu di antaranya ternyata masih keluarga dari pemilik Hotel Fander.
Dalam hati, saya merasa menemukan kesempatan untuk menceritakan pengalaman tidak menyenangkan di Hotel Fander. Setelah saya menceritakan duduk masalah dan sikap manajemen hotel saat kami memohon untuk melihat rekaman CCTV, yang bersangkutan bilang bahwa di Iran, pemilik perusahaan biasanya cenderung tidak terlibat lagi. Semua urusan dipercayakan sepenuhnya kepada manajemen.
Dia kemudian menyarankan saya melaporkan kepada kantor pelayanan pariwisata. Lokasinya tidak jauh dari restoran. Bahkan, lembaga itu yang akan memerintahkan untuk membuka rekaman CCTV. Mereka bisa menjadi mediator.
Habis makan pagi kami langsung ke kantor tersebut, bertemu dengan pegawainya. Mereka sangat responsif, sigap, dan langsung mengontak pemilik hotel. Tak lama kemudian pemiliknya pun datang. Dia bernama Fander. Dia dosen dan profesor. Dia ahli matematika.
Akhirnya kami pun akrab bercerita. Kami bersama-sama ke hotel untuk melihat rekaman CCTV. Sebelumnya, kantor pelayanan sudah mengontak teknisi yang paham CCTV.
Teknisi yang membuka. Ditemukan ada kabel yang sengaja dilepas dari dekoder sehingga kamera hidup, tetapi tidak berfungsi. Tidak puas dengan kondisi itu, petugas pelayanan pariwisata mengambil dekoder dan mengantarkan ke teknisi yang lebih jago lagi. Namanya Pak Ali yang khusus menangani CCTV. Hasilnya nihil juga.
Kepala kantor pelayanan pariwisata kemudian menanyakan kepada saya, dengan hasil seperti ini, apa keinginan saya selanjutnya? Saya bilang kami sama sekali tidak menuduh siapa pun. Kami juga tidak menuduh pihak hotel. Saya hanya ingin melihat rekaman CCTV. Itu saja sudah cukup. Kalau ada, dan saya bisa melihatnya, maka selesai.
Bagian pelayanan masih mencoba bertanya lagi, apakah saya ingin melaporkan kasus ini kepada polisi? Saya hanya mengatakan, sudahlah. Saya tak berniat meneruskan masalah ini kepada polisi. Kalau tidak dapat melihat CCTV, kemudian mau melakukan apa? Kami pun beranggapan masalahnya sudah selesai.
Ketika kami pamit untuk kembali, Pak Fander mengajak makan siang. Begitu juga petugas dari pariwisata. Kami pun makan siang bersama dijamu Pak Fander. Selesai makan, kami kembali ke Teheran. Menginap di Heritage Hostel Teheran.
Inilah cobaan. Saya sempat terpukul juga sebab sudah ketiga kalinya. Pertama kali kejadian di Pakistan.