Komputer Imigrasi Rusak, Tertahan 26 Jam di Perbatasan Iran
Setelah keluar dari perbatasan, kami meluncur ke kota Mirjaveh mencari makan. Saat itu, tak ada restoran yang buka.
Oleh
ROYKE LUMOWA
·4 menit baca
Perjalanan saya untuk memasuki Iran memang tidak mulus. Setelah melewati border Taftan, Pakistan, ternyata harus tertahan lagi semalam dalam pos perbatasan Iran sebelum resmi memasuki negeri tersebut. Begitu berada di dalamnya harus menghadapi lagi banyak urusan perjalanan yang cukup ribet.
Saya bersama kru sebetulnya sudah berada di perbatasan Taftan, Pakistan, pada 24 Oktober 2023 sekitar pukul 15.30. Waktu tiba ini sebetulnya sudah cukup terlambat, sebab jam operasional di perbatasan selalu berakhir pada pukul 17.00.
Pengalaman kami pada sejumlah perbatasan sebelumnya, urusan pada imigrasi bagi para pelintas batas, serta bea dan cukai untuk kendaraan bermotor menghabiskan waktu lebih dari satu jam. Itu baru pada border dari negara yang menjadi pintu keluar. Belum lagi urusan di border negara tujuan berikutnya yang umumnya sedikit lebih lama.
Keterlambatan tiba di Taftan karena polisi Pakistan yang mengawal kami ternyata melakukan tugas serupa untuk satu grup orang asing lainnya. Warga asing dari Eropa itu menggunakan mobil truk tertutup. Mobil tersebut tidak dapat berjalan kencang. Kecepatan rata-rata 60 kilometer per jam. Laju mobil kami pun terpaksa menyesuaikan.
Tertahan di pos Iran
Begitu tiba di border Taftan, kami langsung melapor diri pada bagian imigrasi serta bea dan cukai. Meski petugas cukup cekatan, tetapi menghabiskan waktu kurang lebih satu jam barulah tuntas.
Saat itu waktu menunjukkan pukul 16.30. Kami pun resmi meninggalkan Pakistan, lalu maju beberapa meter langsung memasuki gerbang utama pos lintas batas Mirjaveh, Iran. Kami langsung menuju ke pos imigrasi untuk melapor diri.
Setelah berada beberapa menit di pos tersebut, para petugas menyampaikan bahwa sistem komputer pada imigrasi setempat mengalami kerusakan. Tim teknis sedang bekerja keras untuk memperbaikinya. Antrean para pelintas beserta kendaraan semakin panjang.
Sementara itu, urusan Carnet de Passages en Douane (CPD) bagi kendaraan pada bagian bea dan cukai setempat menggunakan sistem manual sehingga langsung tuntas sore itu. Dengan demikian, mobil kami dapat bergeser ke dalam kompleks perbatasan Mirjaveh.
Kami tetap menunggu perbaikan sistem komputer imigrasi. Pada titik ini, posisi kami sebetulnya serba salah. Di satu sisi, kami telah resmi keluar dari Pakistan dan sudah berada di gerbang Iran. Tetapi, di sisi lain, kami belum boleh memasuki Iran, sebab masih menunggu urusan pada imigrasi.
Hingga pukul 21.00, masalah komputer belum tertangani. Malah petugas imigrasi menyatakan urusan paspor tak akan tertuntaskan pada malam itu. Sebab, mereka sudah kelelahan dan ingin kembali ke rumah untuk beristirahat.
Akhirnya petugas imigrasi menutup kantor, lalu kembali ke rumah masing-masing. Mereka mengizinkan kami memanfaatkan emperan kantor menjadi tempat menginap pada malam tersebut.
Kami memutuskan membuka tenda di emperan kantor imigrasi border Mirjaveh. Malam itu suhu udara cukup dingin. Belum lagi suara anjing menggongong berkali-kali sehingga tidur pun tidak nyaman. Hampir semua rumah yang berada dalam kawasan itu memelihara anjing.
Lebih dari 26 jam
Esok hari, Rabu, 25 Oktober 2023, sekitar pukul 07.00, para petugas imigrasi mulai berdatangan. Para pelintas batas negara juga kembali memadati perbatasan. Saat yang sama, saya mencoba jalan-jalan di sekitar kompleks untuk mengecek rasa penasaran soal anjing yang menggonggong. Saya agak kurang yakin bahwa masyarakat Iran memelihara anjing.
Ternyata benar, masyarakat setempat gemar memelihara anjing. Hewan ini untuk menjaga rumah dari kemungkinan aksi kriminal dan lain sejenisnya.
Hingga pukul 11.00, penantian kami belum mendapatkan titik terang. Tetapi, saat yang sama sejumlah pelintas batas negara dan kendaraan bermotor mulai bergerak masuk ke wilayah Iran. Rupanya, itu adalah warga Iran. Urusan mereka di imigrasi menggunakan sistem manual.
Sementara warga negara asing tetap menunggu perbaikan sistem komputer. Kami pun gigit jari. Sudah hampir 19 jam kami tertahan di gerbang utama border Mirjaveh.
Baru pukul 18.00, pihak imigrasi memproses paspor kami. Itu pun menggunakan sistem manual, sebab komputer masih bermasalah. Para pelintas kemudian bertanya, kalau menggunakan cara kerja manual, mengapa harus membiarkan kami menunggu lebih dari 26 jam? Tetapi, nasi sudah menjadi bubur sehingga kami pun hanya memasrahkan diri.
Ketika proses di imigrasi itu berjalan, saya sempat membisiki seorang petugas bagian pariwisata di perbatasan Mirjaveh agar mempercepat pengecapan paspor bahwa kami tidak berkeberatan kalau harus mengeluarkan uang. Namun, petugas tersebut langsung menegaskan bahwa mereka tidak menerima uang. Kami dilarang melakukan korupsi.
Sekitar pukul 19.00, urusan kami pada bagian imigrasi pun tuntas. Kami pun resmi memasuki wilayah Iran pukul 19.30. Iran menjadi negara kesepuluh yang saya lewati dalam perjalanan dari Jakarta menuju Paris.
Setelah keluar dari perbatasan, kami meluncur ke kota Mirjaveh untuk mencari makan. Saat itu, di sana tak ada restoran yang buka. Kami memutuskan melanjutkan perjalanan ke kota berikutnya, yakni Zahedan. Tiba pukul 21.00, dan menginap dua malam di kota ini.