Menyaksikan Unta Balap Berlatih
Tradisi pacuan unta menjadi salah satu budaya khas masyarakat Timur Tengah, termasuk Qatar. Unta dilatih secara berkala demi mengikuti perlombaan.
Tradisi pacuan unta menjadi salah satu budaya khas masyarakat Timur Tengah, termasuk Qatar. Unta dilatih secara berkala demi mengikuti perlombaan.
Matahari mulai menuju ke tempat peraduannya di sisi barat ketika Bakhit (25) mengendarai mobil SUV (sport utility vehicle) miliknya untuk mengamati 16 unta yang tengah berjalan di Trek Balap Unta Al Shahaniya, yang berjarak sekitar 40 kilometer (km) dari pusat kota Doha, Qatar, Rabu (21/12/2022). Bakhit sudah 1 jam di kawasan tersebut untuk menyaksikan unta-unta berlatih.

Sejumlah lelaki menunggang unta yang sedah dilatih untuk pacuan di kawasan Al Shahaniya, Qatar, Rabu (21/12/2022_

Unta berjalan di lintasan pacuan.

Mengitari lintasan

Pemilik unta memantau dengan mobil
Setiap pagi dan sore, Bakhit mengawal unta-unta miliknya berlatih hampir 1 jam. Ia mempekerjakan empat pelatih untuk membantu unta berjalan hingga perlahan berlari di trek yang merupakan kawasan gurun pasir.
Seorang pelatih ditugasi melatih maksimal empat unta yang terdiri dari dua unta dewasa dan dua unta anak- anak dengan rentang usia 1,5 tahun hingga 2 tahun. Ia menunggangi satu unta dewasa, lalu dua unta anak-anak diikat di sisi kanan dan kiri, serta satu unta dewasa lainnya berjalan di belakang ketiga unta itu.
”Setelah cukup stabil berjalan, mereka akan dilatih untuk berlari. Kami berlatih pada pagi hari dan sore hari hingga menjelang waktu (shalat) Maghrib. Ini untuk persiapan lomba,” ucap Bakhit yang memiliki kandang unta yang hanya berjarak sekitar 500 meter dari pintu masuk Trek Balap Unta Al Shahaniya.

Latihan berakhir

Senja menjelang

Siluet pelatih

Matahari terbenam
Ia menambahkan, unta-unta itu sedang dilatih untuk memahami trek pacuan. Sebelum Bakhit menentukan unta-unta mengikuti balapan, ia menyusun program latihan bagi unta-unta itu. Di Trek Balap Unta Al Shahaniya terdapat dua jenis jalur untuk latihan unta.
Pertama, jalur pasir berwarna putih yang berguna bagi unta anak-anak berusia di bawah dua tahun serta unta dewasa untuk melatih kekuatan kaki mereka. Di trek tersebut, unta-unta hanya berjalan.
Kemudian, ada trek pasir kedua yang berwarna lebih coklat pekat. Pasir di jalur ini lebih gembur karena menjadi tempat bagi unta untuk melakukan latihan simulasi perlombaan. Di jalur kedua ini, unta-unta akan dipacu untuk berlari dengan kecepatan yang stabil dalam jarak 6 km hingga 10 km.
Meski unta-unta itu dilatih dalam durasi dan waktu yang bersamaan, balapan unta di Qatar memiliki lima kelas perlombaan, yaitu haq (usia 2-3 tahun), leqai (3-4 tahun), yetha’ (4-5 tahun), thanaya (5-6 tahun), dan hool (lebih dari enam tahun). Rerata unta itu telah dipensiunkan mengikuti perlombaan pada usia 12 tahun.
Asal Sudan
Bakhit dan puluhan Qatari (sebutan penduduk asli Qatar) yang memiliki unta pacuan menyewa pelatih unta dari Sudan. Mereka biasanya berusia di atas 17 tahun, tetapi ada pula pelatih senior yang telah memiliki uban di rambutnya.
Pemilihan orang Sudan itu sudah menjadi bagian dari tradisi unta pacuan di Qatar yang telah berjalan puluhan tahun. Tidak hanya di Qatar, negara-negara Arab lain yang melestarikan tradisi pacuan unta, seperti Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Oman, dan Bahrain, juga mengimpor pelatih dari Sudan.
Namun, para pelatih itu hanya menunggangi unta ketika melatih di luar hari balapan. Pada waktu balapan, tugas mereka adalah mengendalikan remote untuk robot yang menjadi joki unta.
Di Qatar, joki unta pacuan ketika mengikuti perlombaan merupakan robot setinggi 20 sentimeter yang diikat di antara dua punuk. Robot itu akan melecut unta dengan tongkat tipis yang terpasang di sisi kanan badan robot. Lecutan itu dikontrol melalui remote yang dipegang pelatih.
Untuk mengamati unta dalam perlombaan, pelatih menaiki mobil di sisi lintasan padang pasir. Di sisi lintasan terdapat jalan beraspal dengan tiga ruas lajur mobil yang dikhususkan untuk mobil pelatih dan pemilik unta pacuan.
Penggunaan joki robot itu dilakukan setelah Pemerintah Qatar melarang kehadiran anak-anak untuk menjadi joki balapan unta pada 2004. Sebelumnya, anak-anak di bawah usia 15 tahun menjadi joki untuk pacuan karena adanya aturan berat badan penunggang unta dalam balapan maksimal 45 kilogram.
Baca juga: Terpukau pesona Jungfrau
Ismael (20), salah satu pelatih unta pacuan, menuturkan, selain melatih, ia juga merawat unta-unta asuhannya tersebut. Ia memberi unta itu makan dan minum setidaknya tiga kali sehari.
”Kami harus memastikan unta-unta kami sehat untuk berlatih dan berlomba,” kata Ismael yang tidak lancar berbahasa Inggris.
Selama memandu unta pacuan berlatih, Ismael bersama rekannya terkadang berbincang dari atas unta. Tak jarang, ada pula pelatih unta yang memasang earphone di kedua kupingnya untuk menyaksikan video hiburan di Youtube sembari menemani unta berjalan di trek latihan itu.
Pemandangan lebih serius terlihat pada para pelatih di trek simulasi balapan. Mereka fokus menunggangi unta pacuan, bahkan mereka juga melecut unta yang menurunkan kecepatan lari.
Ketahanan menjaga kecepatan menjadi resep utama bagi unta pacuan untuk memenangi lomba. Semakin dewasa dan naik kelas, maka kecepatan unta juga akan bertambah.
Misalnya, di kelas haq, unta rerata membutuhkan 6,5 menit untuk melahap jarak 4 km. Adapun unta-unta di kelas hool membutuhkan rerata 17 menit untuk menyelesaikan perlombaan dengan jarak 10 km.

Berlatih hingga malam

Lampu pacuan
Bagian tradisi
Pacuan unta tidak bisa dilepaskan dari budaya bangsa Arab. Binatang khas padang pasir itu memiliki peran erat dalam perkembangan masyarakat negeri-negeri di kawasan Timur Tengah.
Dalam kisah nabi-nabi hingga kesultanan Islam di masa lampau, unta menjadi ”sahabat setia” para saudagar yang mengarungi padang pasir untuk berniaga hingga menaklukan wilayah-wilayah baru.
Tidak ada yang tahu pasti kapan balapan unta itu mulai menjadi bagian dari kultur bangsa Arab. Beberapa literatur, salah satunya jurnal karya Sulayman Khalaf berjudul Camel Racing in the Gulf: Notes on the Evolution of a Traditional Cultural Sport (1999), menyebut kehadiran pacuan unta tersebut pertama kali menjamur ketika negara-negara Teluk mulai mengalami kemakmuran akibat produksi minyak bumi pada dekade 1960-an hingga 1970-an.
Qatar, sebagai contoh, menyelenggarakan balapan unta pertama kali pada 1973 di Al Faraa yang berjarak 9 km sisi barat Al Shahaniya. Kala itu, perlombaan diikuti 300 unta.
Trek Balapan Unta Al Shahaniya dibangun dan diresmikan pada 1990 oleh Emir Qatar kala itu, Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani. Di kawasan itu terdapat tiga jalur pacuan berbentuk lingkaran, yakni 6 km, 8 km, dan 10 km.
Selain jalur pacuan, terdapat pula fasilitas penunjang, seperti podium dan tribune penonton, klinik unta, kandang, pusat pertokoan, kantor Komite Balapan Hejen yang merupakan penyelenggara pacuan unta, serta masjid besar.
Dalam setiap perlombaan, unta balap yang berpartisipasi bisa mencapai 500 unta. Perlombaan umum diadakan pada periode Oktober hingga Februari. Kemudian, perlombaan utama dilaksanakan pada Maret hingga April yang disebut dengan festival balapan yang diinisiasi oleh Sheikh Hamad.
Waktu perlombaan di bulan tersebut untuk menghindari musim panas yang menyengat ketika memasuki bulan Mei. Balapan pun dilakukan sejak pukul 07.00 hingga pukul 02.00.
Ketika langit telah berwarna jingga, mayoritas kawanan unta yang dipandu pelatih mereka meninggalkan trek lintasan latihan. Langit gelap menjadi kesempatan unta-unta beristirahat sebelum berlatih lagi keesokan harinya.
Baca juga: