Pagi Syahdu di Bukit Dagi
Sarapan pagi di Bukit Dagi terasa syahdu dan magis.

Candi Borobudur dari Bukit Dagi, kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (14/9/2022)
Dari Bukit Dagi, siluet stupa induk Candi Borobudur terlihat magis di antara rimbun pepohonan berlatar pegunungan Menoreh yang diselimuti kabut pagi. Meski tak tampak utuh karena terhalang jarak, keagungan Borobudur tetap memancar layaknya sebuah mahakarya. Pesonanya memerangkap, membuat pagi di Bukit Dagi terasa khidmat dan syahdu.
Sabtu (14/9/2022), hari masih pagi. Waktu belum lagi menunjukkan pukul 07.00 WIB. Di langit, matahari masih malu-malu menampakkan diri.
Semalam, hujan mengguyur Magelang, Jawa Tengah, menyisakan kesiur angin dingin dan genangan-genangan air di atas aspal di sepanjang perjalanan menuju Bukit Dagi di kawasan Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang. Titik-titik embun pun masih jelas berjejak di atas rerumputan basah, dan bergelayut malas di ranting-ranting pepohonan.
Delapan belas menit dari pukul 07.00, hamparan rumput hijau di puncak Bukit Dagi menyambut tamu-tamu yang datang dari kota-kota di Tanah Air atas undangan Amero Jewellery, yang bermarkas di Magelang, untuk menghadiri serangkaian peluncuran koleksi terbaru mereka bertajuk Lavani. Agendanya, sarapan bergaya piknik di Dagi Abhinaya Restoran Manohara, sembari menikmati panorama Candi Borobudur di kejauhan.

Para tamu menyimak penuturan dari Dayat tentang kisah Candi Borobudur di puncak Bukit Dagi, kompleks Taman Wisata Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (14/9/2022).
Bukit Dagi merupakan salah satu dari tiga bukit di kawasan Taman Wisata Candi Borobudur. Selain bukit Dagi, terdapat Bukit Jaten dan Bukit Borobudur. Posisi Bukit Dagi di sebelah barat Candi Borobudur.
Sesuai filosofi Jawa yang menitikberatkan pada arah barat dan timur, serupa kehidupan yang ditandai dengan terbitnya matahari di timur dan tenggelam di barat, Bukit Dagi adalah tempat untuk mencari sebuah kesejatian, yaitu manunggalnya atau bersatunya manusia dengan Pencipta-nya.
Sebelum Candi Borobudur dibangun di sekitar abad ke-8 dan ke-9 pada era Dinasti Syailendra yang merupakan penganut agama Buddha Mahayana, konon Bukit Dagi memiliki dua fungsi khusus.
Baca juga: Hari yang Cerah di California
”Dari buku yang saya baca, Bukit Dagi merupakan miniatur Candi Borobudur sebelum Candi Borobudur itu sendiri dibangun. Saat pembangunan berlangsung, Bukit Dagi kemudian juga menjadi tempat untuk memantau pembangunan,” tutur Dayat, pemandu wisata yang pagi itu menuturkan kisah tentang Candi Borobudur kepada para tamu.
Dituturkan Dayat, Candi Borobudur sesungguhnya adalah monumen agama, sebagai tempat kontemplasi yang sekaligus menggambarkan perjalanan Sang Buddha. Banyak ilmu kehidupan terpatri di monumen tersebut, menjadi panduan dalam melakoni kehidupan.

Para tamu bersiap menikmati sajian makan pagi di puncak Bukit Dagi di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (14/9/2022).
”Dari Borobudur, manusia bisa belajar banyak hal. Tak hanya soal struktur bangunan. Orang Jawa mengatakan, hakikat Borobudur adalah ilmu panguripan atau ilmu kehidupan. Ada sopan santun di sana, ada cinta kasih, ada ajaran untuk berderma, ada ajaran untuk menjaga semesta ini dan sebagainya,” tutur Dayat.
Borobudur juga sekaligus menjadi simbol hubungan antara raja dan rakyatnya. Tak ketinggalan, Dayat juga memaparkan keunikan material serta proses penciptaan Candi Borobudur yang kemudian mengilhami Amero dalam melahirkan koleksi Lavani.
Kisah tentang Borobudur tersebut dituturkan oleh Dayat diiringi lantunan gending Jawa. Suasana pun menjadi semakin syahdu meski pramusaji yang berpakaian tradisional hilir mudik mempersiapkan sajian. Sebagian tamu terlihat mencoba memejamkan mata, berhening meresapi suasana alam yang menenangkan.
Dari Borobudur, manusia bisa belajar banyak hal. Tak hanya soal struktur bangunan. Orang Jawa mengatakan, hakikat Borobudur adalah ilmu panguripan atau ilmu kehidupan.
Tidak mengherankan apabila sebelum pandemi Covid-19 menerjang, Bukit Dagi dikenal sebagai tempat untuk berkontemplasi. Dalam bahasa Jawa disebut laku tetirah.
Di Bukit Dagi, setelah mendaki anak-anak tangga menuju puncaknya yang berhalaman luas, orang yang datang lalu duduk bersila, kemudian memusatkan energi ke arah Borobudur. Saat memejamkan mata, berhening, maka akan terjalin hubungan yang paling dekat, paling mesra dengan Sang Pencipta Jagad Raya. Itulah sesungguhnya, kesejatian yang paling dicari.

Pramusaji menyajikan menu sarapan di puncak Bukit Dagi di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (14/9/2022).
Modern dan tradisional
Saat pandemi Covid-19 datang, hamparan rumput luas di puncak Bukit Dagi disulap menjadi tempat untuk menikmati sarapan ala piknik. Hamparan rumput hijau di bawah rindang pohon-pohon pinus ditata sedemikian rupa menyerupai area piknik yang cantik, dengan paduan gaya modern dan tradisional.
Di atas rumput, digelar tikar daun pandan lengkap dengan meja dan alas duduk berupa bantal lantai atau bantal berbentuk kantong kacang (bean bag) berwarna cerah. Kontras dengan suasana hijau lingkungan di sekitarnya, tetapi menghidupkan nuansa piknik yang ceria.
Baca juga: Tak Semua Bergegas di Maranello
Tamu-tamu tampak antusias. Rata-rata berdecak penuh kagum berada di antara suasana alam yang damai, penuh ketenangan. Apalagi yang lebih menggetarkan ketimbang bersiap menikmati sarapan pagi seraya disuguhi pemandangan megah Candi Borobudur di kejauhan?
Sebagai pembuka, tetamu disuguhi sajian berupa Ikan Mekuah. Ini adalah sup ikan dori dengan kuah berwarna kuning terang. Selain ikan dori, ada juga kentang, dan sayuran segar seperti buncis, brokoli, dan tomat. Sebagai pugasan, ada potongan bawang goreng dan cabai merah yang tak hanya mempercantik tampilan ikan mekuah, tetapi juga turut menggugah selera.

Ikan Mekuah sebagai hidangan pembuka.
Kuahnya yang kuning terang cantik, bercita rasa gurih mirip kuah soto kuning. Cita rasa gurihnya itu meresap masuk ke dalam potongan daging ikan dori sehingga daging ikan dori, yang biasanya terasa tawar, tercecap lebih gurih. Teksturnya pun tetap liat, tidak hancur meski disajikan di dalam genangan kuah.
Sayuran di dalamnya juga masih terasa segar serta renyah. Tampak betul sup dimasak tepat waktu, tidak berlebihan (overcooked). Kombinasi rasa tradisional dan modern ikan mekuah cukup bisa diterima lidah meski memang terasa sedikit tidak biasa. Agak jarang menemui menu ikan dori semacam itu, disajikan dengan kuah ala soto kuning.
Sebagai menu utama, ada Nasi Putri Manohara yang disajikan di dalam wadah anyaman bambu yang cantik. Selain nasi putih, di dalamnya terdapat olahan daging ala semur yang bercita rasa manis, dimasak dengan pelengkap kismis dan kurma. Kombinasi ini menghadirkan ledakan cita rasa yang tak biasa di mulut. Tingkat kematangan dagingnya sempurna sehingga saat digigit, potongan semur daging terasa lembut.

Nasi Putri Manohara sebagai hidangan utama.
Nasi Putri Manohara disajikan dengan pelengkap berupa emping melinjo dan cabai rawit utuh untuk mengimbangi rasa manis daging dengan sedikit cita rasa gurih dan pedas.
Sebagai penetralisir, terdapat irisan ketimun segar. Cita rasa tradisional Jawa yang kental dengan rasa manis muncul kuat di menu ini.
Penutup sarapan pagi itu adalah trio pisang goreng keju dengan topping buah ceri, serabi pandan dengan kuah alias juruh-nya yang manis, serta potongan buah-buah segar, seperti anggur, stroberi, apel, kiwi, nanas, dan jeruk sunkist. Selain air mineral dan wedang rempah hangat, tersedia juga kelapa muda utuh untuk melegakan kerongkongan.
Saat sajian terakhir lumat di mulut, sosok Borobudur di kejauhan tampak semakin jelas. Matahari yang semakin tinggi mengusir kabut tipis yang menyelimutinya. Borobudur semakin terlihat agung dalam kemegahannya, sekaligus kemisteriusannya. Pasti Borobudur yang menjadikan pagi di Bukit Dagi itu terasa lebih bermakna....

Para tamu bersiap menikmati sarapan di tengah keindahan alam dan panorama Borobudur di kejauhan, Sabtu (14/9/2022).